Stella dalam tidurnya terasa tubuhnya sangat berat, seolah ada sesuatu yang menekannya, dan dia tidak bisa bergerak sama sekali.
Dirinya berusaha bergerak dan melepaskan diri untuk membalikkan badan, tetapi tetap tidak bisa, seolah-olah ada sesuatu yang berat menekan tubuhnya.
Tiba-tiba dia merasa kedinginan hingga membuatnya gemetaran.
Dirinya terkejut karena merasakan seseorang menggerayangi tubuhnya, dia segera membuka kedua matanya, dan menemukan sosok pria yang tengah menindihnya. Saat melihat keadaan mereka, Stella melotot dan merasa sangat ketakutan sekarang.
"Tidak! Lepaskan aku!" teriaknya ketakutan saat pria itu membuka kancing ajunya satu persatu dengan gerakan cepat.
Stella semakin berontak.
Dia tahu apa yang akan dilakukan pria itu, jadi dia berusaha sekuat tenaga mendorong pria asing itu.
"Eh? Kau sudah bangun ternyata? Baguslah ..." Pria itu tidak menyangka bahwa Stella terbangun. Setelah beberapa saat tertegun, dia semakin bersemangat membuka dan merobek baju Stella.
Stella terus memberontak, kemudian dengan cepat membenturkan kepalanya dengan keras ke kepala pria itu.
"Ah!" erang pria itu kesakitan sambil memegangi kepalanya yang lebam.
Stella mengambil kesempatan ini untuk mendorong pria itu menjauh, berguling dari tempat tidur, dan berlari ke kamar mandi yang ada dalam ruangan itu, kemudian menutup pintunya. Tangannya yang gemetar segera mengunci pintunya.
Setelah itu, dia Stella bersandar di pintu dan duduk dengan tubuh yang lemas.
Dia menekuk kedua kakinya dan memegangnya dengan erat, kemudian menundukkan kepalanya.
Stella sangat ketakutan sekarang dan merasa tidak berdaya.
Jika bukan karena dia terbangun tadi, dia hampir, hampir ...
Stella tidak berani untuk berpikir lebih jauh, karena itu malah membuatnya semakin takut.
Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki di luar yang membuatnya mendongakkan kepalanya, dan tubuhnya semakin gemetar, wajahnya sudah sangat pucat sekarang. Tubuhnya juga terasa sangat lemas sekarang.
Stella takut jika orang yang berada di luar itu masuk ke dalam kamar mandi karena airnya tidak bisa melarikan diri.
Dok, dok, dok, dok.
Terdengar suara gedoran di pintu. Stella dapat merasakan getaran di pintunya karena digedor dengan keras. Hal itu menjadikan dirinya semakin panik dan kembali menundukkan kepalanya.
Dia berpikir jika pria itu bisa saja dengan mudah mendobrak dan masuk ke dalam kamar mandi, dan Stella takut dia akan dibunuhnya.
Kemudian, dia segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekeliling kamar mandi dengan panik, berharap ada jendela yang untuknya bisa melarikan diri.
Sial! Tidak ada jendela!
Ah, polisi! Ya, aku bisa menelepon polisi! batin Stella.
Stella dengan cepat mengeluarkan ponsel dari sakunya. Untungnya, dia dapat menemukan ponselnya di saku celana.
Namun, saat baru akan menekan nomor telepon polisi, Saga meneleponnya.
Dia tertegun sesaat, dan saat kembali mendengar gedoran keras di pintu, Stella kembali tersadar.
Stella awalnya ingin menolak teleponnya, namun karena tangan yang gemetar, secara tidak sengaja, dia menekan tombol jawab.
Begitu telepon tersambung, dia dapat mendengar suara Saga yang berkata, "Stella, kau segera datang ke kantorku. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu."
Saat mendengar suara Saga, Stella tiba-tiba menangis.
Sedangkan, Saga yang tidak mendengar jawaban Stella, sedikit mengernyit, dan bertanya dengan nada kaku, "Hei, Stella, apa kau mendengarkanku?"
Stella yang mendengarnya, menyeka air mata dari wajahnya, menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya, dan mencoba dengan tenang menjawab, "A-aku mendengarmu …"
Di sisi lain, Saga yang menyadari suara Stella agak sedikit serak, dan gemetaran, seolah-olah dia sangat ketakutan, segera bangkit dari kursi dan dengan cepat bertanya, "Kau kenapa? Apa terjadi sesuatu?"
Tiba-tiba, Saga dapat mendengar teriakan pria asing.
"Hei, Jalang! Kau tidak akan bisa terus bersembunyi, aku akan segera masuk ke sana, dan aku akan menghukummu karena kau kabur dariku ... "
Saga dapat mendengar dengan jelas suara pria yang berkata kasar itu. Dirinya tidak mengerti apa yang terjadi dengan Stella, oleh karena itu dia bertanya kembali, "Dimana kau sekarang? Aku akan segera ke sana, beritahu aku alamatnya."
"A-aku di Sunrise Club ... tapi aku tidak tahu sedang berada di ruangan apa … " Setelah berkata seperti itu, Stella kembali menangis.
Dirinya tidak tahu sedang berada dimana sekarang, karena memang dia hanya mengingat terakhir kali dia minum air hangat, dan perlahan dia kehilangan kesadarannya.
Saga yang menyadari ada yang tidak beres dengan Stella, segera keluar dari kantornya, sambil berkata, "Jangan takut, tunggu sebentar, aku akan segera kesana." Saga mencoba memenangkan Stella, agar tidak panik, lalu menutup teleponnya.
Dia kemudian mneelepon Dirga, dan saat teleponnya diangkat, Saga segera berkata dengan nada kakunya, "Periksa dimana ruangan tempat Stella berada di Sunruse Club, dan aku akan segera kesana."
Dirga yang menyadari ada yang aneh dengan nada bicara bosnya, segera menjawab, "Baik, Pak."
Di sisi lain, Stella memegang ponselnya dengan erat di kedua tangannya setelah mengetahui bahwa Saga akan segera datang menolongnya. Dia menjadi agak lega.
"Jalang, menurutmu kau akan baik-baik saja jika bersembunyi di dalam? Baiklah, jika itu maumu, aku akan segera melakukan sesuatu yang tidak bisa kau bayangkan padamu!" ancam pria itu.
Stella segera menutup kedua telinganya karena tidak tahan mendengar gertakan pria itu.
Sedangkan, pria yang berdiri di depan kamar mandi, melihat sekeliling ruangan, namun masih tidak dapat menemukan sesuatu yang berguna untuk membuka pintu kamar mandinya.
Dia menjadi frustasi, kemudian menendang pintu berkali-kali dengan keras.
Karena dirinya hal itu tidak berhasil membuat pintunya terbuka, dia berhenti menendang. Kemudian, melihat ke sekeliling ruangan lagi. Saat melihat kursi di sebelah ranjang, dia bergegas mengambilnya, kemudian berjalan kembali ke arah kamar mandi. Sesampainya di depan pintu, dia memukulkan kursinya ke kenop pintu dengan keras berkali-kali untuk merusaknya.
Brakkk, brakk, brakk.
Stella yang berada di dalam kamar mandi, terkejut saat mendengar suara keras di pintu. Dia membalikkan tubuhnya, kemudian mendongakkan kepalanya. Dapat dirinya lihat pintu yang perlahan terbuka, menjadi ketakutan kembali, dan jantungnya langsung berdegup kencang, juga tubuhnya menegang. Segera setelah itu, dia langsung berdiri dan menjauh dari pintu.
Di sisi lain, pria itu tetap memukul beberapa kali kenop pintu dengan kursi, dan akhirnya dia berhasil merusak kenop pintunya. Dirinya mendengus, dan menjatuhkan kurisnya, kemudian mendobrak pintunya dengan keras.
Stella yang berdiri di sudut kamar mandi, dengan bersandar ke dinding, menatap dengan ekspresi waspada dan ketakutan saat melihat sosok pria asing tadi yang berhasil masuk ke dalam kamar mandi.
Dia mencoba memberanikan dirinya, dan berkata dengan nada penuh ancaman, "Kau ... jangan mendekat, aku … , aku sudah menelepon polisi. Sudah terlambat bagimu untuk pergi sekarang. Jika polisi datang nanti, kau tidak bisa melakukan apapun padaku! "
"Apa menurutmu aku akan takut pada polisi?" Pria itu menyeringai, dan mulai berjalan ke arahnya.
Saat melihat pria itu yang semakin mendekat, wajah Stella menjadi pucat karena ketakutan, dan dia mengambil sedot wc di sebelahnya dengan panik, dan melemparkannya ke arah pria itu, berharap untuk dapat menghentikannya.
Namun, pria itu berhasil menghindar, dan malah bergegas berjalan ke arahnya dengan tatapan marah.
Menyadari itu, Stella segera menghindar dan berlari ke arah pintu, namun pria itu berhasil menarik tangannya.
"Lepaskan aku!" teriak Stella sambil memegang dengan erat pintu karena tubuhnya terus ditarik dengan kuat.