Descargar la aplicación
13.15% Flat Face [END] / Chapter 5: Flat Face 5

Capítulo 5: Flat Face 5

Steak bikinan Angga tuh yang paling enak. Ditambah sama mashed potato yang yummy, rasanya seporsi aja nggak cukup. Kalo ditanya sapa yang ngajarin dia masak, jawabannya kalo nggak Bunda ya chef Dika.

Tapi emang nggak rugi banget sih Angga sering manggil chef buat masak. Nyatanya Angga bisa bikin makanan yang enak. Nggak cuma steak aja. Beberapa masakan asing bisa dia buat. Tapi emang, untuk masakan Indonesia dia belum mahir. Banyak bumbu katanya, jadi susah.

Lah, dia yang laki wajar ya nggak bisa. Nah gimana nasib anak perawan Bapak Syafiq yang cantik ini?

Oke, balik lagi ke permasalah tentang aku yang mau meminta kejelasan hubungan sama Angga.

Selesai makan, kami beresin dapur dan alat makan. Udah biasa sih beberes gini. Dikerjain berdua, jadinya cepet selesai. Pada nggak nyangka kan, kalo si Pangeran Kampus bisa beberes kayak gini?

Dan mulailah kebiasaan Angga yang langsung fokus sama kerjaan. Kalo udah gini mah emang kudu dislepet itu laptopnya, biar nggak jadi pihak ketiga mele.

"Ang, can I talk to you?" nggak peduli ya itu susunan katanya tepat apa nggak. Yang penting ngomong.

Butuh waktu lama buat Angga bisa lepas dari laptop. Itupun dengan wajah yang nggak rela banget.

Setelah saling tatap selama sekian menit yang nggak jelas, akhirnya aku sadar kalo ini tuh pertanda Angga memperhatikanku. Jadi dia siap untuk bicara.

"Ang, sebenernya kita ini apa sih? Temen bukan, pacar juga bukan. Aku pengen kejelasan aja gitu." duh, kalimatnya bener nggak ya? Keliatan kalo aku ngelunjak nggak ya?

Angga lihat aku, abis itu dia kayak yang mikir gitu. Apa pertanyaanku susah banget buat dijawab? Menurutku sih nggak.

"What you want?" suara itu bikin aku merinding.

Sumpah ya, suara Angga tuh tipe suara yang manly banget. Besar tapi juga seksi, duh gimana ya gambarin suara Angga? Intinya suara Angga itu bagus dan seksi. Sayang aja dia jarang ngomong.

Ish, jarang ngomong aja banyak yang klepek-klepek, apalagi kalo dia sering ngomong coba? Pada auto sekarat kayaknya yang denger.

"Ya paling nggak kasih aku kejelasan. Kita pacaran apa nggak. Biar aku juga nggak perlu ngumpet kek gini ke orang-orang." kok rasanya aku kepedean ya?

Nggak ada reaksi selama lima menit. Dia diem aja dan tetap pada posisinya. Jadi keki banget sumpah. Plus juga malu.

Gimana kalo Angga mikir aku terlalu berlebihan? Siapa tahu Angga nggak minat jalin hubungan lebih sama aku?

Ya apapun keputusan Angga bakal aku terima sih. Kalo memang dia pengennya juga sebatas teman aja ya nggak papa. Aku bisa fokus cari cowo lain. Tapi kalo memang Angga pengen ada status spesial, ya kita lanjut. Intinya tuh cuma kejelasan aja.

Tiba-tiba aja Angga bergerak maju. Perlahan makin dekat. Aku berusaha mundur, tapi nggak bisa karena udah sampai di ujung sofa.

"Ang, stop." suaraku lirih dan kayak tikus kejepit. Well, aku emang kejepit.

"May I kiss you?"

Omaigat. Pertanyaan macam apa itu? Ngapain juga Angga kudu tanya kalo dia aja bisa langsung nyosor Tapi aku tetep merespon pertanyaan dia. Perlahan aku menganggukkan kepala.

Bibir Angga rasanya asing. Nggak manis kayak yang dideskripsikan di novel-novel. Ada rasa dari wine, juga dari steak yang kami makan. Ada juga rasa mint yang nggak begitu jelas.

Perlahan banget dia gerakin bibir buat cium bibirku. Kayak yang ragu gitu. Terus aku mulai bergerak juga buat imbangin gerakan bibir Angga. Rasanya nikmat banget ciuman sama Angga. Berasa tepat dan alami aja gerakin bibirkiu di bibir Angga.

Apa Angga emang udah sering ciuman kayak gini sama cewe? Ah ya pastilah, Kar. Lo pikir Angga kekurangan cewe apa sampe kudu lampiasin ke lo?

Aku langsung mendorong Angga. Ya ampun, aku benci banget sama pikiranku barusan.

Jelas banget kalo aku perlu berpikir ulang tentang status ke Angga. Juga, aku perlu bernapas dengan baik dan benar karena dadaku rasanya sesak. Tapi bukan karena asma.

"I marked you." aku abaikan ucapan Angga yang nggak jelas itu.

Mending ke kamar dan mulai tidur. Biar besok pagi bisa mikir lebih baik dan jelas. Tanpa permisi, aku ninggalin Angga di ruang tengah. Dan kayaknya dia biasa aja setelah aku tinggalin, karena dia lanjut kerja lagi.

Hatiku rasanya sakit banget ya. Tau gini kan mending aku nggak pernah bahas soal status ke Angga. Nggak papa lah aku dianggap jablay karena nggak punya status jelas sama Angga. Yang penting bisa terus sama Angga.

Ah benci banget aku sama pemikiranku. Jadinya malah sedih sendiri dan nangis sendiri.

Nggak tahu berapa lama aku nangis, karena aku kayaknya langsung tertidur. Aku kebangun pas Angga peluk aku dari belakang kayak biasanya kalo dia mau tidur.

Perlakuan ini bikin aku berasa sakit hati lagi. Bisa nggak sih dia biasa aja perlakuin aku? Kalo kayak gini kan aku jadi pengen perhatian lebih.

***

Aku mulai menjaga jarak sama Angga. Paling nggak itu keputusan yang tepat untuk saat ini, mengingat Angga nggak kasih kejelasan sama aku.

Nggak pernah ke apartemen, nggak pernah ada di kos, menghindari Angga banget lah. Aku juga nginep di kos Selly selama seminggu ini. Dan Angga juga nggak ada hubungin aku lewat pesan atau telepon.

Siang ini aku ada kelas sampai jam dua siang. Abis itu aku berencana pergi sama Selly buat nyobain resto baru di mall. Yah maklum aja lah ya, anak hits nggak pernah mau ketinggalan.

"Lo mau nginep lagi di kos gue?" pertanyaan Selly mengawali obrolan kami.

"Iya, sampe gue dapet kos baru."

"Kenapa? Bukannya kos lo asik ya? Gue malah pengen pindah ke kos lo."

"Apa kita tukeran kos aja?" tiba-tiba ide itu muncul gitu aja.

Obrolan kami bikin kaki melangkah sendiri. Tau-tau udah sampe lobi kampus. Disana rame banget karena anak-anak pada ngumpul. Terlebih para cewe.

"Ada apaan sih?" pertanyaan Selly mewakili pertanyaanku.

"Ada artis kah?" aku menambahi pertanyaan.

Seseorang di depan kami berbalik, "ada Angga, Pangeran Kampus."

Keliatan banget kalo wajah orang itu berbinar banget. Dia happy banget.

Tunggu. Angga barusan kata dia?

"Udah yuk, Sel, langsung cus aja ke mall." aku narik tangan Selly dan melewati kerumunan itu. Jalanku udah nggak santai banget, kayak lagi dikejar setan.

Apapun tujuan Angga kesini, mending nggak usah lihat aja sekalian. Biar kalo dia ternyata jemput pacar barunya, aku nggak sakit hati. Dan aku bisa melanjutkan misi move on ku dengan baik. Yah, paling nggak aku nggak menderita banget lah.

Sayangnya usahaku nggak berhasil. Angga lihat aku dan langsung memanggil namaku.

"Kara!" yang otomatis semua orang melihat kearahku dan arah Angga secara bergantian.

Mengabaikan, aku terus aja jalan menuju parkiran sama Selly. Berkali-kali Selly manggil aku dan minta berhenti, tapi aku abaikan. Sampai di parkiran, aku juga langsung pake helm dan naik motor. Intinya nggak usah ketemu sama Angga dulu, apalagi sampe tatapan mata.

Nggak tau ya Angga punya kekuatan super macam flash yang bisa ngebut atau gimana, tapi tiba-tiba aja dia udah berdiri disampingku dan cabut kunci motor.

Tatapannya nggak ramah banget meski tampang Angga kan emang nggak friendly. Jelas aja gitu kalo dia lagi marah banget.

"We need to talk." ucapnya pelan.

"Nggak ada yang perlu diomongin. Aku lagi sibuk." jawabku.

Selly langsung colek pinggangku, pertanda dia nggak setuju sama ucapanku. Yang nyebelinnya, Selly malah narik tanganku buat turun dari motor dan ngikutin Angga.

"Gue nggak mau, Sel." aku masih berusaha buat nggak deketan sama Angga.

"Gue nggak tau ya lo ada urusan atau masalah apa. Yang jelas nggak aman buat lo tetep hindarin dia."

Ucapan Selly ada benernya. Dengan posisiku yang bisa dibilang lemah ini, nggak aman kalo aku terus hindarin Angga. Tapi aku juga belum siap kalo harus ketemu sama Angga lagi. Apalagi dia nggak mau jawab pertanyaanku tentang hubungan kami.

Tatapan mata orang-orang masih aja tertuju ke kami. Bahkan sampe aku ikut masuk ke mobil Angga, mereka masih liatin. Mungkin kalo dalam cerita komik, tatapan mereka udah bisa bikin bolong kepalaku.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C5
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión