Ponsel itu pun di letakkan Devan di atas meja lagi. Kali ini kedua sikunya juga ikut menumpu, pangkal hidungnya di japit sedikit lebih keras, tak boleh menangis lagi! Cukup ini yang terakhir.
Dan yang menjadi pertanyaannya sekarang, kemana ia harus pergi untuk membunuh waktu sebelum kembali pulang? Berkeliaran sendiri bisa saja membuatnya hilang, Devan buta arah.
"Dev, mau mampir ke rumah ku? Ya memang sih, tempatnya kecil dan jelek… Tapi di banding sendirian di sini? Bagaimana kalau kau nanti terkunci?" ucap Milo yang langsung saja membuat kepala Devan teralih untuk menatapnya.
"..." Devan hanya diam. Bibirnya sedikit mencebik, matanya tiba-tiba kembali perih, Devan masih sangat sensitif sekarang ini. Melihat respon menerima dari Milo serta terlihat hubungan mereka yang malah lebih terasa dekat membuatnya terharu.
"Kenapa kau diam?" tanya Milo dengan lambaian tangan tepat di depan wajah terdiam milik Devan.