Satu minggu telah berlalu, akhirnya dia bisa mengucapkan selamat tinggal, kepada setan yang sudah mengganggu hidupnya. Semuanya terlihat normal, bahkan dia bisa menjalankan aksinya tanpa gangguan spiritual. Sekarang tidak akan ada lagi, sosok misterius menggedor pintu saat tengah malam. Aroma busuk serta kemenyan sudah tidak tercium lagi.
Indahnya hidup ini, semua yang dia alami terasa seperti mimpi. Berkali-kali dia mengucap syukur kepada jimat yang selalu dia bawa, kemanapun dia pergi. Keberadaan jimat itu, telah menduakan perintah-Nya. Sungguh pria yang konyol, padahal seluruh hal didunia ini bergerak berdasarkan perintahnya.
Tapi sudahlah biarkan saja, kalian sebagai pembaca cukup tidak mengikutinya. Singkat cerita malam pun tiba. Ferdi dan Zuki berkunjung ke rumah temannya, tujuannya tak lain adalah membicarakan mengenai pengiriman paket. Pintu di ketuk sebanyak tiga kali, lalu Syamsudin mempersilahkan temannya untuk masuk.
Mereka berdua duduk di ruang keluarga, sambil menikmati acara komedi di TV. Suara tawa bergema setiap sudut ruangan, kebahagiaan terpancar di raut wajah mereka berdua. Sementara itu Syamsudin pergi ke dapur untuk membuatkan tiga cangkir kopi hitam.
Kemudian Syamsudin meletakkan gelas itu di hadapan mereka. Syamsudin pun bergabung, suara canda dan tawa semakin bervariasi. Tiba-tiba mereka mendengar suara ketukan pintu. Mendengar hal itu seketika suasana menjadi sunyi. Meskipun mereka sudah tidak di ganggu oleh makhluk halus, namun kejadian itu telah membekas di ingatan mereka.
Syamsudin berjalan ke depan, lalu membukakan pintu. Rupanya itu adalah salah satu ojek online, yang sedang mengantarkan pesanannya. Ojol (Ojek Online) membuka helm-nya, lalu memberikan pesanan satu paket pizza. Rambut hitam menjulur ke bawah, kulitnya yang putih, serta parasnya yang cantik terlihat di bawah sinar bulan.
Sosoknya terlihat tak asing bagi dirinya, di pipi kanannya terdapat tahi lalat berukuran kecil. Seketika dia teringat oleh Dinda, salah satu karyawan korban begal yang pernah dia bunuh, bersama dua temannya. Mayatnya di potong-potong, lalu membuangnya di sungai Kalimalang. Seketika wajahnya berubah menjadi pucat, kedua kakinya mulai gemetar, keringat pun bercucuran. Lalu dia berkata.
"Dinda?!" Menunjuk ke arah gadis itu.
"Dinda? Maaf sepertinya mas salah orang. Saya Linda salah satu member Ojol di kota ini. Ngomong-ngomong, maaf mas bayarannya?" Menjulurkan tangan, meminta tagihan.
"Oh iya maaf Mbak, ini uangnya." Memerikan uang yang ada di dalam dompetnya.
Kemudian Syamsudin kembali masuk ke dalam. Melihat rupa gadis itu, membuatnya kembali teringat kejadian itu, seolah-olah jiwannya menghantui untuk menuntut balas. Suara canda dan tawa kembali bergema, seketika bayang itu telah menghilang. Satu persatu porongan pizza telah mereka nikmati, cangkir kopi pun telah berganti.
Sudah saatnya bagi mereka untuk membicarakan paket. Berbagai pendapat keluar dari mulut mereka, perdebatan telah di lalui, dan akhirnya mereka sepakat, untuk mengantar paket pada pukul sepuluh malam. Berbahaya jika mengantarkan paket pada siang hari, sebab mulai besok hingga beberapa hari ke depan, polisi akan menggelar rajia di seluruh akses lalu lintas.
Dua jam telah berlalu, akhirnya mereka memulai perjalanan mengantar paket. Jalan lurus dan berlikuk telah mereka lewati. Terkadang mereka harus mengalami kendala di jalan, namun itu semua tak mengurungkan niatnya mengantar paket. Sebab di benak mereka hanya ada uang. Sekian lama di perjalanan, akhirnya mereka sampai pada sebuah patung kuda.
Patung kuda itu berwarna putih, di tunggangi oleh seorang pasukan romawi, dengan memegang sebuah pedang. Sekitar patung terdapat tanaman bunga yang indah. Di belakang itu ada dua buah jalan lurus, tetapi jalan itu di tutupi oleh sebuah kursi panjang, terbuat dari kayu.
Tanpa pikir panjang, mereka bertiga mengangkat kursi, lalu meletakkannya di jalan. Lalu mereka melanjutkan perjalanan, di depan ada pos satpam diantara gapura yang menjulang tinggi. Diatas gapura terdapat sebuah selogan, yang bertulis "Selamat Datang". Disana ada seorang Satpam berjaga sambil duduk mengangkat kaki, sambil membaca koran. Satpam itu memiliki kumis tebal, berkulit pucat, serta memiliki tatapan kosong. Mereka menghentikan laju kendaraan, lalu turun dan bertanya.
"Maaf pak saya izin bertanya. Perumahan Jeruk Sari, Blok G2 No.20 RT005/RW012 . Dimana yah pak?" Tanya Syamsudin.
"Kalian jalan lurus terus sampai mentok, lalu belok kanan." Berdiri lalu berjalan dan menunjuk ke arah yang dimaksud.
"Oh, terimakasih."
Mereka melanjutkan perjalanan, tanpa sadar sosok satpam itu menghilang. Sepanjang perjalanan, mereka tak ada hentinya memandang sekitar. Perumahan yang megah, mewah, serta di penuhi oleh berbagai jenis mobil mahal, membuat mereka kagum. Berbagai aktivitas para penghuni perumahan, serta keramahan warga sekitar, membuat suasana di Perumahan Jeruk Sari menjadi hangat. Ada yang sedang menemani anjing jalan-jalan, berdagang, bahkan ada beberapa anak kecil, bermain sepanjang jalan. Sekian lama mereka mencari, akhirnya mereka telah sampai.
Sebuah rumah mewah, memiliki lantai dua, halaman yang luas, serta pagarnya yang tinggi. Rumah itu berwarna putih, di halaman depan terdapat berbagai tanaman hias. Ada tiga mobil mewah di depan garasi, yaitu mobil Ferrari merah, BMW X1 putih, dan terakhir Lamborghini kuning. Samping gerbang, ada seorang satpam yang sedang tertidur pulas. Kemudian Ferdi memanggilnya sebanyak tiga kali. Satpam itu terbangun, lalu Zuki berkata.
"Permisi saya ingin bertemu Pak Zulham, apa beliau ada dirumah?"
"Oh kalian yah? Ok, sebentar saya buka gerbang dulu." Berdiri lalu berjalan, dan membuka gerbang.
Pintu gerbang terbuka, mereka pun berjalan memasuki gerbang. Setiap langkah kaki, pandangan mereka tak ada hentinya memandang sekitar. Segala kemewahan di tempat ini, telah membutakan mata. Sepertinya rumah ini, akan di jadikan target operasi perampokan dalam hari ke depan. Kemudian Zuki mengetok pintu sebanyak tiga kali.
Sang Pemilik rumah membukakan pintu. Rupanya, pemilik rumah adalah seorang pria berusia tiga puluh tahun. Perutnya yang buncit, berkulit sawo matang, serta memiliki uban pada rambutnya. Hari ini beliau menggunakan kaos berkerah biru, serta bercelana pendek coklat.
Kemudian beliau mempersilahkan, mereka untuk duduk di ruang tamu. Sofa yang mereka duduki terasa empuk, di lorong mereka dapat melihat berbagai koleksi keramik. Setiap dinding terdapat berbagai foto keluarga, serta lukisan hasil karya seniman terkenal. Sepertinya suasana di rumah sedang sepi, hanya ada beliau serta beberapa pembantu yang terlihat di lorong. Para pembantu sedang membersihkan koleksi keramik miliknya. Ada juga yang sedang mengepel lantai. Kemudian Pak Zulham, menanyakan pesanan miliknya kepada mereka bertiga.
"Ini paketnya, cepat dan selamat." Kata Zuki sambil memberikan sebuah paket, dari kantong jaket kulitnya.
"Wah sesuai pesanan, terimakasih." Membuka isi kotak itu lalu menaruh, sebuah bungkus di atas meja.
"Bapak tidak lupa bagian kami bukan?" Sindir Ferdi.
"Tentu saja tidak, maaf tunggu sebentar. Saya mau ke belakang dulu." Berdiri lalu membalikkan badan, dan berjalan ke arah lorong.
Beberapa menit kemudian, masuklah seorang pemuda berambut hitam belah dua, berjaket merah, celana jins biru dongker, serta sepatu hitam bertali putih. Di belakang dia membawa sebuah tas punggung berwarna abu. Pemuda itu berkulit putih, hidung mancung, memiliki alis sedikit tebal yang simetris. Seketika wajah mereka bertiga mulai pucat, jantungnya berdetak begitu cepat, dan tubuh mereka mulai gemetar. Pemuda itu merasa heran dengan mereka bertiga, lalu dia pun tersenyum dan berkata.
"Malam mas, tamu-nya papah yah?"
"Iya mas," jawab mereka bertiga dengan wajah ketakutan.
"Kalian kenapa? Wajah kalian seperti ketakutan?"
"Tidak mungkin itu perasaan mas saja," jawab mereka bertiga.
Kemudian pemuda itu, melihat sebuah bungkusan berisi bubuk putih. Lalu dia pun menatap mereka bertiga, setelah itu dia memanggil salah satu pembantu bernama Dinda. Kemudian dia menyuruhnya, untuk membawakan beberapa jamuan makanan. Lama kelamaan, mereka bertiga mulai merasakan ada yang tidak beres. Namun seketika mereka teringat oleh jimat yang mereka bawa. Sehingga rasa curiga pada diri mereka, telah berkurang. Kemudian pemuda itu berjalan menelusuri lorong, lalu menaiki anak tangga.
Beberapa menit kemudian seorang pembantu, menggunakan kaos biru, bercelana hitam, menggunakan celemek, datang membawa jamuan. Jamuan itu antara lain beberapa kue manis, dan gorengan hangat. Pembantu itu memiliki paras yang cantik, serta tubuh yang aduhai.
Pembantu itu membungkukkan badannya, lalu menaruh beberapa makanan di atas meja. Bungkusan putih dia pindahkan ke sisi meja, agar tidak membuang tempat. Kedua temannya fokus memandangi tubuh Sang Pembantu, sedangkan Syamsudin melihat beberapa jamuan makanan, membuat dirinya menelan air liur. Tiba-tiba kepalanya jatuh dan tergeletak di atas makanan. Dari bagian leher, darah mulai bercucuran hingga membasahi lantai.
Bau anyir serta amis, mulai menghiasi setiap sudut ruangan. Mereka bertiga semakin ketakutan, ketika melihat sosok kepala tersenyum manis ke arah mereka. Seketika mereka teringat dengan identitasnya. Rupanya sosok itu adalah Dinda, karyawan korban begal yang telah mereka bunuh. Seketika rumah itu mulai menampakkan wujud aslinya.
"Maaf mas, memang suka lepas sendiri." Kepala itu berbicara, sambil tersenyum manis ke pada mereka.
"Setan!" Teriak mereka bertiga sambil berlari, dan berusaha untuk membuka pintu.
Kemudian mereka menggedor pintu, sambil berteriak meminta bantuan. Tetapi tidak ada respon apapun di luar. Berkali-kali mereka mencoba untuk membuka pintu, namun pintu itu tetap tidak terbuka. Tiba-tiba salah satu sosok mencekik leher Syamsudin, lalu melemparnya ke lorong. Sementara itu mereka berdua di tampar berkali-kali oleh sosok wanita berkepala buntuk.
Bahkan tetesan darahnya telah membasahi baju mereka berdua. Kemudian mereka berdua menusukkan jimat pada perutnya. Seketika jimat milik mereka berdua terbakar hingga meleleh. Sementara itu Syamsudin bertemu dengan pemuda berjaket merah. Pemuda itu menangis darah, sambil menjatuhkan kedua bola matanya. Dia semakin ketakutan, tanpa sadar dia pun mengompol. Bungkusan berisi narkoba, berubah menjadi ribuan belatung.
Sedikit demi sedikit, berbagai sosok makhluk halus mulai menampakkan diri. Mereka berjalan perlahan mendekati dirinya. Wajah mereka yang begitu menyerampan, membuat jiwanya semakin menderita. Setiap kali dia memejamkan mata, para sosok itu kian mendekat. Spontan dia mengeluarkan jimat dari dalam dompetnya. Lalu kertas itu terbakar sendiri, sehingga membuatnya semakin ketakutan. Dia berusaha berusaha untuk menghubungi bantuan, dengan sebuah phonsel. Sialnya tidak ada sinyal sama sekali. Para sosok itu berkata.
"Kembalikan dompet saya! Kembalikan dompet saya!" Mengatakan sambil menjulurkan tangan bersama-sama.
"Pergi jangan dekat-dekat! Menjauh dariku dasar setan!"
"Ok baiklah." Sosok pemuda itu mencekiknya, lalu melemparnya ke arah dua temannya.
Dan akhirnya mereka bertiga, terpental keluar dari rumah. Wajah serta tubuh mereka di penuhi oleh luka memar. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, mereka berlari ke luar gerbang lalu menaiki motor, dan pergi dari sini. Sepanjang perjalanan, rumah mewah yang sebelumnya mereka lihat, berubah menjadi rumah kosong yang di penuhi tanaman merambat.
Jalan mulus yang mereka lewati, berubah menjadi jalan berbatu. Sekian lama mereka berlari dari mimpi buruk, akhirnya mereka berhasil keluar dari perumahan itu. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, mereka berhenti pada salah satu kedai nasi goreng. Kemudian mereka menyantap hidangan bersama-sama.
Mereka tiada henti membicarakan kejadian mistis, yang telah mereka alami. Kejadian itu semakin membuat mereka trauma. Sebenarnya ada apa? Itulah pertanyaan yang sering mereka ucapkan. Kehadiran mereka, telah membawa malapetaka dalam kehidupan. Seketika kebebasan berubah menjadi sebuah angan-angan.
Teriakan serta tangisan, tidak bisa mengubah takdir. Yang ada hanya sebuah ketakutan. Tiba-tiba Ferdi menerima sebuah notifikasi pesan dari Mbah Songo. Mereka bertiga membacanya bersama-sama.
"Teror hantu yang terjadi pada kalian bertiga. Disebabkan oleh teman kalian yaitu Syamsudin. Dia telah mengambil dompet, milik Sang Pemuda berjaket merah yang sudah tewas terlindas truck. Untuk mengakhiri kutukan, maka Syamsudin harus mencari dompet itu, lalu menaruhnya di jalan, tempat dimana pemuda itu meninggal." Isi dari pesan Mbah Songo.
"Wah kalau ini, gue gak ikut-ikutan," kata Ferdi.
"Elu bener-bener lagi apes, sorry gue gak bisa bantu hari ini gue ada acara. Semoga beruntung." Berdiri lalu menarik tangan Ferdi.
"Kalian mau kemana?" Menatap mereka berdua dengan rasa panik.
"Bye!" Menaiki motor secepat mungkin, lalu meninggalkannya.
"Tidak, tunggu!"
Keesokan harinya dia mulai mencari keberadaan dompet itu. Seluruh tempat sudah dia cari, mulai dari dalam rumah, tong sampah, saluran air, namun dia sama sekali tidak menemukannya. Sedikit demi sedikit akal sehatnya mulai menghilang. Setiap orang yang dia temui, penampilannya seketika berubah menjadi sosok yang dia takuti. Kejadian masa lampau, mulai menghantui dirinya.
Tak terasa enam hari lagi bulan Febuari telah tiba. Sampai sekarang dia belum menemukan dompet itu, berbagai teror makhluk halus membuat syaraf otaknya semakin rusak. Kemudian dia memutuskan untuk keluar menghibur diri. Dia membuka tabungannya, yang berada di bawah kasur. Sebuah kotak berisi lima puluh juta, tersimpan di bawah keramik lantai, di bawah kasurnya.
Syamsudin pun terkejut. Tiga juta rupiah telah hilang secara misterius. Namun dia berusaha untuk tidak panik. Lalu dia membawa beberapa lembar uang, dan pergi untuk mencari angin. Setiap jalan telah dia lewati, berbagai macam orang telah dia temui. Suasana hatinya yang buruk, membuatnya tidak peduli pada apa yang ada di sekitarnya. Ketika dia berjalan menelusuri terotoar, dia melihat Si Jaket Merah. Wajahnya mulai ketakutan, lalu dia berjalan sambil menundukan kepala, serta menyembunyikan wajahnya. Pemuda itu menyadarinya, dan akhirnya terjadi kejar-kejaran di jalan.
Setiap gang serta jalan berlikuk, telah dia lewati namun pemuda itu tetap bersikeras mengejarnya. Di depan ada dua bajai terparkir di pinggiran terotoar. Di salah satu bajai, terdapat sebuah kunci tergantung. Tanpa pikir panjang, Syamsudin langsung menaikinya lalu kabur menggunakan bajai. Dari arah belakang, Si Jaket Merah menyusulnya dengan menaiki sebuah bajai yang telah dia pesan. Kemudian terjadilah aksi kejar-kejaran diantara mereka berdua. Keberuntungan sedang berada di pihaknya, akhirnya dia lolos dari kejarannya. Tiba-tiba ada sosok yang memegang pundaknya.
Ketika menoleh dirinya terkejut, rupanya sosok itu adalah Dinda. Seketika dia kehilangan keseimbangan, dan akhirnya dia menabrak sebuah pohon tua, hingga tak sadarkan diri. Dari atas pohon, munculah Kirana beserta empat orang temannya. Kirana duduk di dahan pohon sambil menatap rumah dengan santai. Sesekali dia tertawa manis, sambil memegang dagu serta menggerakkan kakinya naik turun. Sedangkan mereka berempat duduk tepat di sampingnya.
"Akhirnya selesai juga," kata Kirana.
"Nyai apa dia sudah mati?" Tanya Bode.
"Tidak, dia hanya pingsan. Sebentar lagi mungkin dia akan sadar."
"Sekarang apa rencanamu?" Tanya Sarah.
"Misi menakut-nakuti telas selesai. Sekarang tentu saja, mengembalikan dompet." Memegang dompet di tangan kanan, lalu menggerakkan naik turun sebanyak tiga kali.
"Nyai benar-benar sakti. Tidak ada satu makhluk halus pun yang bisa menggunakan kesaktiannya, kecuali Nyai. Ada sih yang bisa menggunakan telekinesis, namun selain itu para dedemit lain tidak bisa menggunakannya. Bahkan Nyai bisa menampakkan wujud kasar, dalam waktu yang lama." Suep tak ada hentinya memuji kesaktian Kirana.
"Tidak ini semua bisa dilakukan, berkat kerja keras. Tanpa kerja keras, mustahil aku dapat melakukannya."
Sebenarnya dia dapat melakukan itu semua, berkat kalung kujang milik Juliet. Semenjak dia memakainya, kesaktiannya bertambah lalu dia bisa menggunakan kesaktiannya di dunia ini. Tentu saja Kirana tidak akan mengungkapkan rahasiannya begitu saja. Sebab jika dia melakukannya, Juliet akan berada dalam bahaya. Setelah itu Suep, Susi dan Bode pamit kepada mereka berdua. Lalu mereka menghilang dibalik butiran cahaya.
"Ok sudah saatnya kita untuk pulang," kata Kirana.
"Siap, ngomong-ngomong apa kamu sudah membawanya?"
"Dompet selalu ada disini." Menunjuk ke arah oppai-nya (Payudara).
"Percaya diri sekali," kata Sarah.
"Kenapa? Setiap wanita berhak dong, membanggakan ukurannya sendiri." Menghilang bersama-sama dibalik sinar matahari.
Sesampainya di rumah Juliet, Kirana langsung mengeluarkan dompetnya. Dompet itu dia letakkan di atas lemari. Kemudian dia pun mencium dompet itu, sebagai tanda jimat serta rasa tulus yang dia berikan kepadanya. Lalu dia pun berkata.
"Aku sudah membalaskan perbuatan pencopet itu padamu. Semoga harimu menyenangkan." Menatap dompet itu.
Beberapa jam kemudian, Juliet sampai di kontrakan dalam keadaan lemas. Kemudian dia melihat dompet miliknya tergeletak di atas. Lalu ia mengecek isi dompet tersebut, dan ternyata semuannya lengkap. Hanya saja jumlah uang yang sebelumnya satu juta, kini menjadi tiga juta.
Juliet sangat senang lalu dia berteriak kegirangan, loncat kesana dan kemari sambil memegang dompetnya. Akhirnya dia bisa bernafas lega. Entah apa yang terjadi Juliet tidak memperdulikannya. Kirana senang melihatnya, lalu dia menghilang di balik butiran cahaya.
Hallo semua, selamat pagi, siang dan malam semuanya. Saya author Tampan_Berani, karena mood dan mental saya sedang down, mulai besok hingga beberapa minggu ke depan. Untuk sementara, saya berencana untuk vakum. Entah sampai kapan, saya sendiri belum tau. Jangan lupa komentar, collection and power stone. Dan jangan lupa pake masker, hindari kerumunan, cuci tangan, serta jaga imun tubuh. Terimakasih, arigato gozaimashita! :)