Descargar la aplicación
65.21% Stolen Voices / Chapter 15: Rooftop kampus

Capítulo 15: Rooftop kampus

Setelah 2 hari yang sangat menyiksa akhirnya Anneth memutuskan menemui Deven ke gedung kedokteran

Ia tidak bisa diam saja seperti ini, sudah 2 hari ini ia tidak bisa tidur

Anneth tidak tahu apa yang dipikirkan Deven mendengar alasannya minta putus bukan dari Anneth tapi malah dari Andre, Deven tidak kunjung muncul dan terpaksa Anneth menelepon Charisa

"Hallo Cha"

"Hallo Neth" kata Charisa

"Cha, lo yakin hari ini Deven kuliah?" tanya Anneth

"Yakin" kata Charisa "ini gue lagi di kosnya sama Gogo"

Anneth menghembuskan nafasnya "aneh banget deh, gue udah nungguin dia 2 jam disini"

"Coba lo telepon dia deh Neth" kata Charisa

Bukannya Anneth gak telepon Deven, Anneth sudah telepon Deven berkali-kali tapi gak pernah diangkat kadang malah nada sambung, chat Anneth juga gak pernah dibales

"Iya deh, ntar gue coba telepon lagi" kata Anneth lemas "ya udah kalau gitu, thank you ya Cha"

"Iya, bye Neth"

"Lo nyariin gue?"

Anneth mendongak dan melihat Deven yang berdiri di depannya

"I-iya" kata Anneth

"Ngapain nyari gue?" tanya Deven

"Kita perlu ngomong Dev" kata Anneth "gue gak bisa lo siksa kayak gini"

"Gue nyiksa elo?, nyiksa gimana?" tanya Deven

"Gue ngerasa gak enak aja gue gak jelasin ke elo masalah kita" kata Anneth "gue gak mau lo marah ama gue"

"Gue gak marah sama lo Neth dan lagi semuanya udah dijelasin sama Andre khan kapan hari" kata Deven

"Kalau gak marah kenapa lo gak angkat telepon gue?, lo khan gak denger gue yang jelasin" kata Anneth "gue gak mau kita ada salah paham Dev, pleaseeee"

Deven menatap Anneth, sebetulnya Deven sama sekali tidak ingin bicara dengan Anneth karena bagaimanapun ia tau alasan sebenarnya kenapa Anneth minta putus 4 tahun yang lalu tapi Deven tau sifat Anneth

Deven tau Anneth akan merasa tersiksa sekali kalau dia gak ngomong sama Deven apa yang sebetulnya ia rasakan

"Okay, kita ngobrol tapi gak disini Neth" kata Deven

"Kenapa?" tanya Anneth

"Fans club gue gak lama lagi nongol" jawab Deven "lo mau dikroyok cewek-cewek itu?"

"Enggak" jawab Anneth "terus kita ngobrol dimana?"

"Yuk ikut gue" kata Deven menarik tangan Anneth.

Ternyata Deven mengajak Anneth ke rooftop gedung kedokteran

Disini sama sekali gak ada orang... sepi, mungkin gak ada orang yang tau ada tempat sepi kayak gini atau mereka gak mau kesini gara-gara panas

Deven berjalan ke salah satu tempat yang lumayan teduh, kelihatan sekali kalau Deven hafal dengan tempat ini

"Lo sering kesini Dev?" tanya Anneth

"Iya, gue kesini buat tidur kalau pas nunggu jam kuliahnya lama" jawab Deven sambil duduk di lantai dan bersandar di tembok

"Dasar pemalas" kata Anneth duduk di sebelah Deven

"Yeehhh gue gak malas, itu namanya menyimpan tenaga supaya otak lebih fresh" kata Deven "banyak-banyak baca google Neth supaya tambah wawasan"

"Sok" kata Anneth

Deven hanya tertawa

"Jadi... lo mau ngomong apaan?" tanya Deven

"Gini Dev masalah gue putus ama lo waktu itu alasannya karena" kata Anneth

"Lo merasa lo menghalangi gue meraih cita-cita gue jadi dokter" sambung Deven

"Iya tapi gue lebih mikirin lo harus konsentrasi ke pelajaran sekolah elo Dev" kata Anneth membenarkan "lo khan waktu itu sama gue baik banget, chat pasti dibalas dalam hitungan detik terus telepon juga mesti diangkat, gue gak enak gara-gara gue, lo jadi gak bisa belajar"

Deven mengangguk "gue ngerti Neth tapi sebenernya ada baiknya lo bahas masalah ini sama gue dulu dan kalau lo ngomong baik-baik sama gue, kita khan bisa nyari solusi bareng-bareng dan bukannya putus gitu aja"

"Gue mikirnya sekalipun gue ngomong sikap lo ke gue juga bakalan tetep sama Dev" kata Anneth

"Kenapa lo berpikiran kayak gitu?" tanya Deven

"Dulu gue masih kecil, lo inget dulu gue masih suka ngambek apalagi kalau dikacangin" kata Anneth "gue tau apa yang lo pikirin dan gue juga tau seberapa besarnya lo cinta ama gue jadi gue mikir nya yang terbaik saat itu adalah gue pergi dari kehidupan lo"

Deven memejamkan matanya sambil menikmati angin yang menerpa wajahnya dan ketika ia membuka mata ia melihat ke arah langit yang warnanya tampak biru indah dihiasi cantik sekali oleh awan putih seakan menertawakan dirinya

"Lo tau gak Neth maksud gue waktu cerita ke elo nilai-nilai gue di sekolah turun?" tanya Deven tanpa memandang Anneth

Anneth menoleh ke arah Deven sambil menggelengkan kepalanya "enggak"

"Waktu itu gue mikirnya lo bakalan nemenin gue menghadapi masa-masa sulit gue belajar buat Unas" kata Deven "dan bukan malah ninggalin gue"

Anneth terdiam...

"Kalau lo dulu bahas masalah ini ke gue" kata Deven "kita gak akan kayak sekarang, lo gak akan ketemu Andre sampe dipukul dan hidup gue gak akan hancur begini"

"Maksud lo hidup lo hancur?" tanya Anneth menatap Deven bingung "bukannya lo sudah meraih impian lo masuk ke UI di fakultas kedokteran?"

Kali ini Deven menoleh ke arah Anneth "lo cuma ngelihat gue berhasil meraih impian gue, lo ngelihat diluar Neth" kata Deven tertawa hambar "lo gak lihat di dalam sini" Deven menunjuk hatinya

"Gue gak ngerti Dev" kata Anneth menggelengkan kepalanya "maksud lo apa sih?"

Deven memegang pipi Anneth "gue gak mau lo ngeluarin air mata ataupun sedih dan apapun yang terjadi dengan gue, please Neth... lo tetep harus senyum dan bahagia karena itulah alasan gue terima keputusan lo waktu mengakhiri hubungan kita"

"Deven elo gak jelasin maksud lo ketika lo ngomong hidup lo hancur" kata Anneth

"Gue gak mau jelasin dan lo juga gak perlu tau" kata Deven tersenyum sambil menurunkan tangannya dari pipi Anneth "so please... sekarang kita gak usah bahas masalah ini lagi, bukannya lo bilang lo pingin temenan ama gue?"

"Iya, kita mantan bukan berarti gak bisa temenan" kata Anneth

"Ya kalau lo masih pingin temenan ama gue" kata Deven "kita gak usah bahas masalah yang sudah berlalu"

"Jadi lo gak marah ini sama gue?" tanya Anneth

"Khan gue pernah bilang ke elo Neth kalau gue gak pernah bisa marah sama elo Neth" kata Deven "dan lagi... alasan lo minta putus ama gue khan demi kebaikan gue juga jadi buat apa gue marah?"

"Jadi mulai sekarang kalau gue chat lo mesti bales ya" kata Anneth "terus kalau gue telepon lo mesti angkat, lo tau khan gue paling gak suka dikacangin"

Deven tertawa "jadi peraturannya masih sama?"

"Masih lah, lo pikir mana ada sih orang yang suka dikacangin?" tanya Anneth "2 hari ini lo bener-bener nyiksa gue tau Ven"

"Iya-iya, sorry Neth... gak berani lagi deh gue ngacangin elo lagi" kata Deven

"Janji ya apapun yang terjadi lo gak boleh kayak gini lagi ama gue" kata Anneth sambil mengulurkan jari kelingkingnya

"Idih jaman apa masih pake janji jari kelingking?" kata Deven terkekeh

"Terus janji apaan?, janji jempol?" tanya Anneth

"Emang ada janji jempol??" tanya Deven masih dengan tawa

"Terus lo maunya gimana?" tanya Anneth

"Neth please deh ya... kita ini udah mahasiswa loh masa iya sih pake janji-janjian gini" kata Deven tertawa

"Ya udah kalau gitu langit biru dan awan putih diatas jadi saksi kalau lo janji sama gue, lo gak bakalan kacangin gue lagi apapun yang terjadi" kata Anneth

"Emang langit biru dan awan putih bisa ngomong?" tanya Deven malah ngakak

"Devennnnnn!!!" kata Anneth sambil memukul lengan Deven

"Udah gak usah pake langit biru sama awan putih jadi saksi" kata Deven berusaha menahan kikik gelinya "gue janji gak akan ngacangin lo lagi, seneng?, puas??"

Anneth pun tertawa dan mengangguk "ya gitu dong Dev"

"Anneth... Anneth... udah dewasa kok kelakukan masih kayak anak kecil" komentar Deven

"Biarin" kata Anneth memeletkan lidahnya

Deven tertawa sementara Anneth menyandarkan kepalanya di bahu Deven

"Sebentar aja Dev" kata Anneth "gue 2 hari gak bisa tidur mikirin lo marah apa enggak sama gue, gue capek batin tau"

Deven melirik Anneth yang matanya terpejam dan dalam hati berkata dengan penuh kasih sayang 'bahu gue akan selalu siap buat sandaran lo Neth kapanpun lo capek dan butuh, gue selalu disini'

Siang itu cuaca sangat cerah meskipun matahari bersinar sangat terik tapi hati Deven dan Anneth begitu hangat karena rasa sayang yang ada dalam mereka.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C15
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión