"Ray," dia diam sesaat seolah sedang berpikir ribuan kali untuk bicara.
"Hmm? Kenapa?" tanyaku lagi.
"Kita ... kita kayaknya bakal sulit untuk terus bersama Ray."
Aku terhenyak, kenapa dia tiba-tiba bilang begitu?
"Ke-kenapa? Maksud kamu apa Bim?"
Dia diam, tak mau menatapku, dia seolah sedang menata perasaannya terlebih dahulu sebelum mengatakan hal yang paling buruk.
Firasatku mengatakan demikian.
"Ray, beberapa hari lalu papa check up sama dokternya, terus dokter papa bilang kalau papa harus dapet perawatan lebih dan terapi sebagai langkah lanjutan, tapi tempat yang dirujuk sama dokter papa itu, rumah sakit di Jepang."
Aku diam menatapnya tidak percaya, rasanya aku tau kemana arah pembicaraannya.
"Yang, aku ... gak tau kapan bisa balik kesini kalau sudah bawa papa treatment ke Jepang sana, kata dokternya kemungkinan papa bakal makan waktu lama untuk pulih, bahkan setahun atau 2 tahun gak bakal cukup."