Aku menatap wajah Akbar terakhir kali, dibalik selendang itu, wajah damai yang pucat pasi terbujur membisu tanpa ada lagi tawa yang menampakkan gingsulnya itu.
Rasanya ... isi dalam dadaku mencelos, rasanya hanya menatapnya yang seperti ini saja aku sudah lemas. Sari masih bersimpuh di sebelah Akbar, tidak berani menyentuh tangan dingin itu dibalik kain jarik. Ibu dan kakak Akbar menatap Sari sedikit heran lalu menatapku karena mungkin lebih familiar denganku sebab semalan aku juga ada di rumah sakit.
Kakak Akbar menghampiri Sari, mengusap punggungnya dan menenangkan, Sari akhirnya bisa sedikit tenang, kami beringsut ke sudut ruangan menyandar pada dinding dengan kakak nya Akbar, dia banyak tanya padaku mengenai Akbar di sekolah, juga pada Sari yang ku bilang lebih tau soal Akbar karena mereka sebangku.
Kakak Akbar itu namanya mbak Arum, dia tanya pada Sari apa Sari itu pacarnya Akbar? Mungkin karena lihat Sari tadi menangis lebih keras dari pada kami.