"Kamu ... kenapa?" ujarnya datar dengan alis tertaut menatap padaku.
Tak bisa kusembunyikan lagi rasa berat hatiku ketika menatapnya yang enggan balas menatapku. Tak ada tangan hangatnya yang selalu sigap mengusap rambutku tulus agar aku merasa lebih baik. Padahal aku kini sedang puasa, tapi tak bisa juga kutahan tangisku. Entahlah, mungkin kini sudah batal puasaku.
"Kamu kenapa?" ulangnya dengan nada lebih tegas dari ucapannya yang tadi. Aku sadari bahwa tak ada gunanya menangis saat ini, dia akan tetap dingin seperti ini meskipun aku menangis sampai buta. Kuusap kasar wajahku sekali lagi, menata perasaanku dengan cepat. Kini yang ada malah rasa sedikit kesal padanya.
"Gak pa-pa." sahutku cepat lalu melangkah lebih dulu meninggalkan dia. Air mataku meronta lagi ingin keluar, tapi ku tahan sekuat tenaga sambil mengepal tangan. Sekolah sudah sepi karena sebagian besar siswa sudah pulang kerumah. hanya beberapa ruang kelas yang masih ada petugas piketnya.