Upacara pagi ini agak sedikit heboh sebab pak Baroto yang dengan emosi membara memanggil Bimo pakai mic untuk ke kantornya usai upacara.
Ku tanya pada Bayu soal sebab Bimo dipanggil, tapi Bayu bilang Bimo sendiri bahkan tidak tahu apa salahnya, memang belakangan ini pak Baroto selalu seperti itu pada mereka, terutama Bimo. Masalah apa pun yang terjadi di sekolah, pak Baroto langsung menyimpulkan bahwa itu adalah ulah Bimo, dan teman-teman nya padahal belum tentu benar, itu sebabnya Bimo selalu melawan pada pak Baroto.
Hhhhaahh...
Aku jadi menghela nafas berat karena hal itu, aku paham maksud Bayu soal pak Baroto yang melimpahkan kesalahan kepada Bimo dan kawan-kawannya untuk semua masalah yang terjadi di sekolah, bahkan kata Bayu pagar besi di samping sekolah yang roboh pun beliau tuduhkan pada Bimo dan kawan-kawannya, padahal mereka tidak pernah Main disana atau bolos sekolah lewat sana, intinya mereka tidak tahu menahu soal pagar itu tapi beliau tidak peduli, tak ada azas praduga tak bersalah disini, beliau hanya tau vonis yang akan di jatuhkan pada mereka sebab mereka nakal dan sulit diatur.
Inilah kenapa aku tidak mau berurusan dengan pak Baroto, ku nilai beliau bukanlah guru yang objektif atas murid-muridnya tetapi hanya karena galak dan tegas beliau tetap menjabat sebagai guru kesiswaan, tidak hanya Bimo yang menjadi sasaran kekesalannya atas tingkah murid SMA yang bandel, tapi beberapa orang dari kakak kelas kami dulu pun mengalami itu.
Yaah, memang tidak semua guru di dunia ini seperti itu, hanya sebagian kecil saja, namun itu tetaplah menyebalkan bagi kami yang masih murid SMA, yang masih tau main saja, belum peduli soal tanggung jawab dan sebagainya.
Aku tidak tau harus berbuat apa soal ini, aku juga tidak bisa membantu Bimo dan teman-temannya soal condong hati pak Baroto (dalam artian negatif) terhadap mereka.
"Raya!"
Arif memanggilku saat aku akan duduk di bangku ku, aku jadi berbalik menghadapnya.
"Kenapa Rif?"
"Kamu bener pacaran dengan anak baru IPA 3 itu?" Tanyanya dengan wajah seperti kaget dan kecewa padaku.
"Hmm..iya Rif.." Jawabku agak tidak enak pada Arif.
"Ooh..yasudah kalau kamu memang suka padanya Ray, aku bisa bilang apa...mmmm.... Selamat Ray" katanya dengan jeda meragu saat akan bilang selamat padaku, lalu berpaling dengan lemah ke tempat duduknya.
Wajahnya benar-benar terlihat kecewa, aku jadi tidak enak padanya.
Maaf Arif...batinku, tapi aku tidak mungkin mengucapkan itu bisa-bisa dia merasa punya harapan padaku nantinya karena tau aku merasa tak enak padanya sebab pacaran dengan orang lain. Tak apa, memang harus begini agar dia bisa bersama orang yang memang suka padanya, dan tidak lagi berharap padaku.
Ah! benar juga, aku lupa bilang padamu bahwa yang bikin heboh sekolah pagi ini bukan cuma Bimo yang kena masalah dengan pak Baroto tapi juga karena berita aku yang pacaran dengan dia sudah menyebar kesemua angkatan di sekolah.
Kau tau bagaimana reputasi Bimo, anak pindahan super ganteng yang bandel dan kelakar, tipe-tipe badboy idaman yang bikin semua siswi sekolahku berharap jadi pacarnya, termasuk kak Laras yang notabene adalah seleb sekolahku. Dan sekarang, berita bahwa Bimo sudah ada yang punya pastilah jadi gosip besar di sekolah, apalagi pacarnya (yang kata mereka beruntung) itu adalah aku! Cewek yang tidak terlalu menonjol dibanding murid cewek lainnya, tidak seperti kak Laras yang sangat cantik dan model majalah, tidak seperti Ratna yang selalu juara umum, tidak seperti Listi yang jago debat bahasa inggris, yaaah... Cuma ordinary girl yang suka temenan dengan buku dan cerpen.
Tapi aku juga tidak memungkiri, bahwa banyak yang bilang aku juga cantik dengan kulitku yang bisa di bilang termasuk putih, rambut panjang tebal agak kecoklatan yang sedikit bergelombang di ujungnya, bola mata ku juga berwarna kecoklatan dengan alis yang tipis rapi secara natural. Bibirku juga tidak tebal dan tidak pula tipis, ditambah badanku yang kurus tapi tidak kerempeng, membuat kakiku tampak ramping dan jenjang padahal tinggiku hanya 162cm.
Ekhem! Ini bukan pamer, hanya menggambarkan bagaimana rupaku yang sangat aku syukuri. Tapi kalau kau tanya siapa yang lebih cantik, kak Laras tetap lebih cantik. Ukh! agak malas sih untuk mengakui ini.
Berkat berita itu, aku harus puas berjalan menuju kelasku dengan tatapan dan bisik-bisik tetangga dari sebelah kiri dan kananku. Dan catat! itu berlangsung 'sepanjang jalan' sampai di depan pintu kelasku.
Aku merasa seperti artis hari ini dengan infotaiment yang terus mengekor padaku kemana-mana. Dan serius! ini bikin risih..
Saat makan di kantin pun masih seperti itu, bahkan murid lain yang aku tidak kenal saja bisa tau namaku dan menunjuk-nunjuk padaku seperti lagi nonton simpanse di kebun binatang. Kebanyakan dari mereka sepertinya adik-adik kelas yang seolah tergabung dalam fanbase nya Bimo. ada yang mencibirku dengan bilang,
"Kok bisa sih kak Bimo sama dia? Perasaan biasa aja deh"
atau;
"Ini yang kemaren ditampar kak Laras kan?"
dan;
"Pantesan kena tampar, orang gak tau diri gini, pasti dia duluan yang ngejar-ngejar kak Bimo"
Serta masih banyak lagi selentingan-selentingan yang bikin aku memutar bola mataku jengah.
Ingin sekali ku ambil toa masjid dari kompleks rumahku dan teriak "Itu bukan urusan mu! Jadi diam dan jangan ikut campur!" di kupingnya biar langsung congek sekalian.
Murid-murid cowok yang biasanya main dengan Bimo pun tak kalah heboh menggodaku.
Tapi aku berusaha tidak peduli, dan sok budeg atas cibiran-cibiran itu. Ada juga teman-temanku yang mendukung, dan memberi selamat padaku terutama teman-teman sekelasku. Karenanya, aku masih bisa bergeming dengan kasak-kusuk infotaiment yang seharian ini bikin aku repot.
Dwi dan Sari tidak kalah repotnya, mereka selalu nyembur anak-anak yang coba mencibir dibelakangku. Mereka memang teman-temanku yang terbaik!!
×××
Oleh sebab gosip panas hari ini, aku jadi malas keluar kelas saat istirahat kedua. Jadi aku hanya duduk di tempatku sambil mencatat materi fisika yang kemarin belum sempat kusalin.
Bimo datang dengan santai ke kelasku seolah ini adalah kelasnya sendiri lalu duduk di kursi sebelahku yang kosong karena sedang ditinggal pemiliknya entah kemana.
Dia duduk membelakangiku lalu punggungnya bersandar manja pada sisi kanan ku, kepalanya ia sandarkan pula pada kepalaku.
Aku seperti bisa merasakan tatapan tak percaya beberapa teman sekelasku yang masih ada dikelas melihat Bimo manja begitu, selama ini yang mereka lihat dari Bimo adalah anak bandel yang selalu keluar-masuk ruang Kesiswaan (disekolahku, BK di sebut Kesiswaan) dan juga seperti tidak berminat pacaran dengan siapapun, karena memang jarang bergaul dengan cewek-cewek disekolah, kalaupun terlihat sedang ngobrol dengan perempuan, biasanya mereka yang mendatangi Bimo duluan.
"Raaay...Ngantuuuk" katanya membuka obrolan.
"Ya udah tidur..." jawabku sambil masih mencatat.
"Tapi lagi seru" jawabnya lagi sambil memainkan PSP nya, masih dengan posisi bersandar padaku.
"Lah, kamu kok bawa itu kesekolah Bim? nanti kalo di sita gimana?" Kataku yang mulai terusik.
"Gak ketauan kok" matanya masih terpaku di layar PSP.
"Terserah kamu ajalah..." Balasku pasrah, memang gak bakalan bisa menang kalo ngomong dengannya.
"Heheheh... Rajin amat masih nyatet" katanya.
"Iya kemarin belum sempat ku salin"
"Ooh.."
"Kenapa tadi dipanggil pak Baroto" tanyaku penasaran, seharian ini aku tidak punya kesempatan ngobrol dengan Bimo, baru sekarang ini saat dia ke kelasku.
"Gak ngerti juga, katanya kemarin ada yang ngencingin dinding ruangannya dari luar dan dia tuduh aku yang melakukan." Jawabnya santai
"Hah? Emang beneran kamu yang ngencingin?"
"Gila ya? Ngapain aku kencing disitu. Aku akan lebih pilih bikin bocor semua ban mobilnya daripada kencing di ruangannya."
"Buset...itu sih namanya kamu emang gila, terus dia punya bukti apa kalau kamu yang melakukan Bim?"
"Hahaha...itu namanya Spartan Ray! wkwkwk.... Dia Hanya nuduh aja, gak kasih bukti apapun, katanya terakhir kali dia lihat aku berada dekat ruangannya, jadi aku dipaksa ngaku"
"Terus kamu ngaku?"
"Enggaklah, mau dia iris kupingku atau potong lidahku, sampai mati pun aku gak akan mengaku karena memang bukan perbuatanku." Jawabnya sambil masih tetap fokus pada layar persegi panjang di tangannya.
"Terus jadinya kamu diapain?"
"Disuruh bayar denda setelah aku ajak berantem karena terus maksa aku untuk ngaku" jawabnya santai seolah itu bukan hal besar.
"Astaga..." balasku sambil menepuk keningku
"Masa diajak berantem Bim, kan guru" kataku lagi.
"Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau. Kata Soe Hok Gie" jawabnya.
"Jadi? Gurunya diajak berantem aja gitu?" Omelku
"Kalau memang perlu, apa boleh buat" jawabnya santai
"Kan aku tidak salah, untuk apa takut." Sambungnya.
"Hhhh...jadi kamu harus bayar denda?" Tanyaku lagi
"Tidak akan ku bayar" sahutnya
"Kenapa? Bayar ajalah Bim, biar gak jadi masalah lagi nantinya ke kamu. Emang berapa dendanya?"
"Bukan masalah nominalnya, kalau aku bayar berarti aku membenarkan kalau aku ngencingin ruangannya. Jadi walaupun dia suruh presiden yang minta aku untuk bayar denda aku tidak peduli, tidak akan ku bayar." Ujarnya.
"Hmm..ya sudah kalau begitu, asal kamu memang benar." Jawabku kemudian.
Kupikir ada benar nya apa yang dikatakan Bimo, bukan berarti sebagai guru dia bisa memperlakukan murid seenaknya saja. Hanya saja yang bikin aku geleng-geleng kepala adalah sikap keras Bimo yang seakan gak punya takut apapun dan siapapun. Dan dia tidak peduli kalau memang dia benar, aku baru tau wataknya yang ini, bahwa dia sangat memegang idealisnya.
"Ecciieee...New couple of the week nih wkwkwk" Dwi yang baru masuk kelas entah darimana langsung menggoda kami krena lihat posisi bagaimana Bimo duduk bersandar padaku.
lalu Dwi duduk di kursi Galih di depan kami karena kursinya sedang ditempati Bimo.
"Sirik aja, sama bayu sana..syuh syuh.." Balas Bimo sambil mengayun-ayunkan tangannya seperti ngusir.
"Diihh...harusnya aku yang ngusir Paijo!" Cibir Dwi.
"Hahahah...Ampun bu Bayu..." Jawab Bimo lagi.
"Dasar...
Eh Ray, ngajak Bimo gak nanti? Aku ngajak Bayu soalnya." Kata dwi mengingatkanku.
"Oiya! Bim ikut gak ntar pulang sekolah?" Tanya ku pada Bimo yang lalu mengubah posisi duduknya agar bisa melihat wajahku.
"Ikut kemana?" Tanyanya.
"Bioskop, kami punya tugas kelompok buat review film, jadi nanti mau nonton filmnya." Jawabku.
"Oke, ikut!" ujarnya dengan senyum simpul di bibirnya, bikin aku gemas hehehe.
--@@@--
ada yang pernah punya guru seperti pak baroto? hehe
ssstt....sifat pak boroto ini aku ambil dari pengalaman orang yang aku kenal dengan gurunya dulu saat SMA.
sebenarnya pengalaman temanku gurunya ada beberapa orang, hanya disini saya jadikan 1 tokoh saja biar gak capek nulisnya heheh
happy reading !!