Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Hari-hari berikutnya
WM Building Studio Foto Shoot.
Gedung dengan lantai 10 ini adalah gedung dengan butik dan studio foto shoot. Terletak di pusat kota, meskipun gedung dan studio ini baru namun keeksisannya tidak diragukan lagi.
Namanya melejit bukan hanya karena nama si pemilik, namun juga karena karya-karyanya yang selalu sesuai ekspektasi.
WM Building singkatan dari Wardhana dan Modnoe.
Siapa yang tidak tahu, maka silakan menyelam dan bertanya kepada Google maka akan ada ratusan bahkan ribuan pencarian terpampang.
Kesibukan terlihat jelas saat para kru juga model sedang melakukan pekerjaannya.
Kilatan flash kamera tidak henti, saat seorang model melakukan pose dengan arahan sang fotografer profesional.
"Ya! Tolong tangannya di pinggul, lebih di condongkan pinggulnya. Ya seperti itu!"
Jepret! Jepret!
"Ya! Bagus!"
Sementara si fotografer dengan arahannya, seorang wanita muda melihatnya dengan sesekali berpikir, tentang konsep apa lagi yang akan ia tuangkan di kertas coretan di tangannya.
Seseorang yang sedang berpikir itu menggigit pensil dengan gigi putih terawatnya, kemudian menggoresnya dan lalu di hapusnya berulang.
Dari kejauhan terdengar suara panggilan memanggil namanya, kemudian ia pun menoleh dan mendapati sang asisten yang melihatnya dengan tatapan berbinar.
"Bu Queeneira! Ada yang mencari, di tungguin di ruang tunggu."
"Baik, terima kasih!"
Menyimpan alat-alat yang tadi digunakannya, wanita itu__Queeneira pun berdiri dari duduknya, dengan tangan membawa tas berisi barang-barang pendukung pekerjanya.
Queeneira Wardhana berumur 26 tahun. Muda, berkarisma, cantik dengan segala pesonanya.
Diumurnya yang ke-26 tahun, ia mampu membangun usahanya sendiri, berkat kerja keras dan kegigihannya.
Wanita muda turunan Wardhana ini adalah lulusan dari universitas ternama, dengan jurusan fashion desain strata 1 (S1) dan juga mengambil jurusan manajemen bisnis selama 4 tahun.
Body goals dambaan kaum adam dan membuat kaum hawa membatin iri itu dibalut dengan dress putih tanpa lengan.
Jalan dengan wajah tegak, juga kaki yang memakai heels tinggi ini melangkah dengan hentakan tegas dan sesekali ia akan menyahuti setiap sapaan yang diterimanya.
"Selamat siang, Bu Queeneira!"
"Selamat siang, semuanya. Semangat bekerja!"
Bukan hanya membalas sapaan, kalimat semangat pun selalu ia lontarkan sehingga ia bukan hanya jadi sosok pemimpin yang disegani namun juga disukai bawahanya.
Gumaman dengan isi pujian betapa cantik dan sempurna dirinya masih ia dengar, hingga ia hilang di belokan menuju ruang tunggu.
Tiba di depan ruangan tempat biasa tamu menunggu, Queeneira membuka pintu itu dengan sekali dorong dan berikutnya adalah kosong yang dilihatnya.
"Tidak ada orang, apa aku salah dengar ruangan." batin Queeneira bingung.
Karena penasaran ia pun memasuki lebih dalam ruangan itu dan menutup pintu tanpa tahu, jika seseorang melihatnya dari belakang dengan mata tajamnya, sengaja menyembunyikan diri.
Tak! Tak! Tak!
Queeneira merasa aneh dengan ruangan yang saat ini di masukinya, padahal tidak ada orang, tapi kenapa ia merasa seperti sedang diperhatikan dari belakang.
Dalam hati ia berjanji akan memarahi orang yang sering menjahilnya, jika sampai benar bila saat ini ia sedang dikerjai lagi.
Sedangkan seseorang itu hanya memperhatikan dalam diam, lengkap dengan ekspresi dinginnya.
"Oke, aku rasa ini sudah kelewatan," batin Queeneira menahan kesal.
Ia pun menghela napas, kemudian membalikkan tubuhnya bersiap untuk mengeluarkan kata-kata sumpah serapahnya,namun sayang harus di telan lagi saat melihat penampakan seseorang, yang menatapnya lurus tanpa ekspresi.
Tatapan mata berbeda dari orang yang sama, tatapan mata dingin saat dulu selalu melihatnya hangat.
Tatapan mata yang sudah tidak dilihatnya selama sepuluh tahun.
Wajah dengan garis rahang tegas, lebih dewasa dari sepuluh tahun lalu.
Wajah dengan garis dewasa yang semakin terlihat nyata.
Deg! Deg! Deg!
"Tidak, mana mungkin," gumam Queeneira menatap seseorang itu tidak percaya.
"Long time no see, my Queene," sahut seseorang itu, menatap Queeneira masih dengan dingin.
Beberapa saat sebelumnya ....
Pesawat jet pribadi yang membawa si pemilik pesawat, akhirnya landing di bandara internasional kota S.
Turun dengan diikuti tangan kanannya, seseorang dengan jenis kelamin laki-laki itu menolehkan kepalanya ke arah belakang, kemudian melihat lurus depan lagi.
"Pastikan kedatangan kita tidak diketahui pihak mana pun, Aksa," gumam seseorang itu, dengan Aksa yang menangguk mengerti.
"Tentu, Tuan muda," sahut Aksa, mengikuti langkah kaki sang Tuan, Bosnya yang sudah diikutinya selama 8 tahun, semenjak ia masih menduduki bangku sekolah.
Keduanya melangkah menuju pintu kedatangan, dengan beberapa penjaga menemani, mengingat jika seseorang yang saat ini berjalan adalah orang penting, dengan segala kekuasaannya.
Sebuah mobil dengan merek terkenal, juga dengan harga yang tidak diragukan terparkir rapih di pelataran parkir bandara.
Bukan satu mobil, melainkan dua mobil dengan mobil lainnya, jenis sport keluaran terbaru pun ikut terparkir.
Seseorang itu menghentikan langkahnya, menghadap ke arah Aksa si tangan kanan, kemudian melihat sekitarnya dengan mata tajam tanpa kata, namun cukup membuat penjaganya mengerut takut.
"Kamu langsung ke kantor Wijaya, temui Tuan besar dan bilang, jika aku ada urusan sebentar," ujar seseorang itu dengan datar.
"Tapi Tuan mud-
"Hn. Aku pergi," sela seseorang itu tidak peduli, kemudian membalikkan tubuhnya, menghampiri mobil berwarna sliver dengan list biru.
Seseorang itu memberi kode kepada seorang bodyguard si pemegang kunci, yang di mengerti dan segera memberikan kunci kepada majikannya.
"Tuan Gavriel!"
"Hn."
"Tuan, apakah Tuan akan kesana?" tanya Aksa kepada Bosnya__Gavriel Wijaya, yang hanya tersenyum miring tanpa menjawab dan memasuki mobil tanpa banyak bicara.
Blam!
Bruuumm!
Dan kemudian meninggalkan Aksa yang hanya bisa mendesah lelah.
Terlalu sering dengan sikap seenaknya, belum lagi apapun keinginan harus di dapat, Aksa tahu jika ini adalah cara pengalihan Bosnya dari rasa jenuh terhadap dunia. Belum lagi karena terlalu lama dan banyak perjuangan sang Bos, untuk bisa mencapai kesuksesan saat ini.
"Harus jawab apa kalau Tuan besar bertanya, yang ditanya juga nggak menjawab. Ah! Dasar bos kamvret," gumam Aksa kesal, sebelum ia masuk ke dalam mobil jemputannya sendiri, menuju gedung perusahaan Wijaya, baru kemudian pulang ke huniannya sendiri.
Sedangkan Gavriel, yang saat ini sedang mengendarai mobilnya menatap lurus jalanan.
Mata tajam yang selalu memandang datar tanpa ekspresi ke lawan bicaranya ini, menganggumi kota kelahirannya yang sudah banyak perubahan.
Banyak sekali gedung baru yang berdiri, menggantikan gedung-gedung lama, saat ia ingat jika sebelum keberangkatanya ia belum melihat gedung tersebut.
Menghidupkan GPS pada handphone miliknya, Gavriel menyebutkan alamat gedung studio milik seseorang dan segera ditunjukkan oleh mesin otomatis Google map, yang saat ini sedang memberi petunjuk arah.
"Queeneira, aku kembali." gumam Gavriel dengan hati senang membuncah.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Maka itu disini lah Gavriel, di hadapan seorang wanita muda
cantik__sahabatnya__cinta tak sampainya, yang memandangnya dengan pupil mata melebar.
Sepertinya syok saat melihatnya, datang tanpa kabar dan tiba-tiba ada di dalam ruangan, serta dengan wajah tanpa dosa menyapa santai saat dulu ia jarang memberi kabar.
"Siapa kamu?" tanya Queeneira dengan wajah pura-pura tidak kenal.
Gavriel menatap wanita di depannya dengan alis terangkat sebelah, belum lagi senyum miring yang akhir-akhir ini jadi andalannya.
Senyum yang jika terlihat akan membuat wanita di luar sana rela membuka paha dan merengek manja kepadanya.
Namun sayang, senyum miringnya akan keluar hanya untuk hal yang menyenangkan baginya, yah ... Contohnya adalah saat menyaksikan sendiri, bagaimana wanita di depannya saat ini pura-pura melupakannya.
Baru saja Gavriel ingin membalas, getaran pada saku celananya membuatnya urung dan ia pun segera mengecek handphonenya, melihat dengan bibir mengumpat saat melihat nama si pengirim pesan.
"Sialan, ganggu saja."
Kemudian tanpa banyak bicara meninggalkan Queeneira, yang hanya melihatnya dengan tatapan tidak percaya.
"Dia Gavriel, kah," batin Queeneira tidak percaya.
Bersambung.
10 tahun sebelumnya ….
Bandara internasional kota S
Di lounge luas bandara internasional kota S, ada keluarga Wijaya lengkap dengan keluarga Wicaksono, berkumpul bersama keluarga kecil Benedict juga Wardhana, yang saat ini sedang mengantar kepergian dari salah satu anggota keluarga yang paling mereka sayang dan banggakan.
Gavriel Wijaya, berdiri dengan sang adik yang menempelinya layaknya perangko, dari awal keberangkatan hingga sampai di bandara tempat mereka saat ini berkumpul.
Selyn hanya punya satu malam bersama sang kakak, yang saat ini juga balas memeluknya dan sesekali mengusap rambutnya lembut.
Kemudian ada Ezra yang berdiri bersisihan dengan Queene, dengan Queeneira yang melihat pasangan kakak-adik itu dengan senyum juga rasa haru.
Hari ini adalah hari perpisahan mereka, namun, bukan berarti mereka tidak akan bertemu suatu hari nanti.
Segala macam nasihat puas didengar oleh Gavriel, baik dari orang tua, kakek-nenek, Unkel-Onty, sepupu juga sahabatnya__Cintanya.
Keduanya belum memiliki ikatan, tapi keduanya saling berjanji akan bersama suatu hari nanti.
Selain keluarga Gavriel, ada juga Dani dan keluarga kecilnya. Ros, karyawan di perusahaan Wijaya, dia adalah istri dari Dani. Kemudian anak mereka yang saat ini berumur 14 tahun, anak laki-laki yang dipersiapkan, untuk menjadi asisten Gavriel layaknya Dani kepada Dirga.
Panggilan suara, dengan nomor penerbangan yang akan Gavriel dan Dani tumpangi terdengar memperingati.
Keduanya pun bersiap untuk memasuki pintu pemeriksaan, bersiap pula untuk berpisah dengan orang-orang kesayangan.
"Hati-hati, Gavriel, ingat pesan Daddy," ujar Dirga tegas, menutupi kenyataan jika ia sebenarnya sedih dan hampir menangis.
"Hn. Tentu Dadd."
Kiara tidak banyak berkata, ia hanya memeluk putranya erat dan menciumi pipi-kening dan kembali memeluk sang putra semakin erat.
"It's ok, Momm. Don't cry, please," bisik Gavriel dengan Kiara yang mengangguk.
"Mas, El sayang dengan Mas, El pasti kangen banget nanti sama Mas. Sehat terus disana."
"Me too, more than you, lill princess," bisik Gavriel memeluk adiknya erat.
Semuanya memeluk Gavriel berganti, bahkan Dirga pun memeluk Dani, sebagai permintaan untuk menjaga putra kesayanganya nanti di sana.
"Jaga Gavriel, Dani. Gue percayain Gavriel dengan lu," ucap Dirga saat memeluk Dani.
Gavriel juga memeluk Ezra dengan bisikan meminta, agar Ezra menjaga sahabat mereka(Cintanya lebih tepatnya), dengan Ezra yang mengangguk mantap.
Lalu Queeneira, ia hanya menatap pemandangan sedih di depannya dalam diam. Menanti gilirannya, untuk berpisah dengan sahabatnya__cintanya yang belum menjadi miliknya.
Hanya tersisa 5 menit, Gavriel pun berdiri di depan Queeneira yang menatapnya dengan bibir digigit menahan tangis.
Gavriel menggelengkan kepala, saat air mata Queeneira hampir menetes, kemudian mengusapnya perlahan.
"Aku harus pergi, jaga diri, Queene," ujar Gavriel dengan Queene mengangguk pelan.
"Ok, sampai jumpa," lanjutnya.
Gavriel menepuk kepala Queeneira pelan, kemudian membalikkan tubuhnya membelakangi Queeneira, yang menatap punggung Gavriel dengan bulir air mata menetes.
"Gavriel," bisik Queeneira pelan, namun sayang panggilan keberangkatan lagi-lagi terdengar, sehingga Gavriel pun tidak sempat membalas dan berjalan cepat, menuju Dani yang sudah berdiri di pintu pemeriksaan.
"Sampai jumpa, semuanya!"
Itu adalah seruan dari Gavriel, sebelum pintu tertutup dan saat pintu terbuka Gavriel pun sudah tidak ada di sana.
Hiks!
Faro dengan segera membawa putrinya masuk ke dalam pelukannya, dilihat oleh semuanya yang hadir, bagaimana seorang Queeneira yang menangis tanpa suara berlebih. Tapi itu lebih sakit, dibandingkan dengan nangis meraung.
Dirga mendekati Queeneira, kemudian meminta tanpa suara kepada Faro untuk ia yang berganti memeluk Queeneira, hingga akhirnya Queeneira pun kini ada dipelukan Dirga.
Aroma khas Gavriel menurun dari Dirga dan Queeneira pun saat ini merasa seperti sedang dipeluk oleh Gavriel.
"Queeneira, maaf jika Gavriel membuatmu sakit," bisik Dirga dengan Queeneira yang menggelengkan kepala.
Akhirnya acara haru-biru itu selesai, Queeneira berdiri di dekat jendela besar tempat untuk melihat aktivitas pesawat di luar sana.
Tangannya ia letakkan di kaca dan tersenyum dengan bulir kristal jatuh, kristal yang ia harap kristal terakhir yang akan jatuh.
Semoga kamu bisa meraih mimpimu, Gavriel. Aku akan menunggumu, meski aku tidak tahu sampai kapan aku akan menunggumu.
Sedangkan di pesawat yang di tumpangi Gavriel dan Dani.
Gavriel yang duduk di samping jendela pesawat, melihat ke arah luar pesawat dan melihat lapang landas dengan tangan mengepal.
Queeneira, aku akan meraih dunia di dalam genggamanku lebih dulu. Baru kemudian kamu, yang akan aku genggam dan aku masukkan di penjara emasku.
Pesawat pun akhirnya mengudara, meninggalkan lapangan landas menuju Bandara internasional John. F. Kennedy. Negara Amerika, New York sebagai tempat Gavriel menuntut ilmu.
"Selamat jalan, my Arrogant Friend."
Pesawat yang terbang dari kota S ini akhirnya landing di
Bandara internasional Jhon. F.Kennedy, New York, Amerika .
Para penumpang pun berbondong-bondong berjalan menuju ke arah gate arrival, menemui sanak-saudara yang menjemput. Begitu pula dengan keempat orang ini, yang juga berasal dari kota S.
Mereka berjalan kearah seseorang, yang sengaja diutus oleh Daddy dari Gavriel untuk mengantar keempatnya ke hunian selama mereka di Amerika.
"Halo … Mr.Dani and Mr.Gavriel Wijaya, right?(Halo … Tuan Dani dan Tuan Gavriel Wijaya, benar?" tanya si penjemput saat keempatnya tiba di hadapannya.
Dani mengangguk, begitu pula dengan Gavriel yang merasa disebut namanya.
"Let me introduce my self, my name is Oniel, Andy Oniel. Nice to meet you ," lanjut si penjemput, yang memperkenalkan diri dengan nama Andy Oniel , sambil mengulurkan tangannya kepada Gavriel juga Dani yang segera menyambutnya.
"Halo Mr.Oniel , I'm Dani, this is my wife Ros and my son Aksa Iriyandi. Nice to meet you too," balas Dani ramah memperkenalkan diri.
Berbeda dengan Gavriel, yang hanya menyebut nama, itu pun dengan nada bawaanya apalagi kalau bukan datar dan wajah tanpa ekspresinya. Tapi Andy tidak heran karena Tuan besarnya pun seperti itu, sehingga ia pun tidak heran lagi.
"Gavriel Wijaya."
Setelahnya keempatnya di persilakan Andi untuk mengikutinya, menuju mobil terparkir dan ia juga yang bertugas untuk mengantar kemanapunmereka, hingga keempatnya terbiasadengan kota ini.
Thornwood, New York , Amerika Serikat.
Perjalanan berlangsung selama 47 menit, dari bandara menujuasrama tempat Gavriel tinggal. Sedangkan Dani akan tinggal di apartemen dekat gedung perusahaan di Cambridge, mengurus perusahaan hingga Gavriel menyelesaikan diplomanya selama satu tahun di EF ACADEMY.
Mereka pun sampai di depan asrama, yang akan ditinggali Gavriel selama satu tahun, Dani berharap Gavriel akan cepat beradaptasi dengan lingkungan dan tidak menutup dirinya terhadap lingkungan baru.
"Nah! Gavriel , selamat berjuang, unkel akan jemput kamu lagi satu tahun dari sekarang, begitu pula dengan Aksa satu tahun setelahnya. Good luck, Aksa, Gavriel," ujar Dani melihat anaknya dan anak sahabatnya sedih.
Gavriel mengangguk sedangkan Aksa memeluk sang Mama , dengan sang Papa yang mengusap kepalanya, sedih dan bahagia karena sebentar lagi impiannya dari zaman masih berjuang mendapatkan sang istri terlaksana.
Jika masih ingat , saat Dani meminta kepada Dirga , maka inilah yang di maksudnya untuk membuat keturunannya mengabdi kepada keluarga Wijaya juga, karena keluarga Wijaya telah banyak membantunya.
"Kalian hati-hari, selalu lah bersama dan saling bantu. Ok?" nasihat Ros yang diangguki oleh keduanya.
Kemudian Dani dan Ros pun melanjutkan perjalanan, menuju Cambridge yang akan menghabiskan waktu sekitar 3 jam dari tempat mereka berada saat ini.
Gavriel menghadap ke arah pintu gerbang disambut ramah oleh pengurus asrama, yang membawa keduanya masuk segera dan mengantarnya ke masing-masing kamar yang bersebelan di lantai tiga .
Kemudian pengurus asrama itu menghadap ke arah Gavriel dan Aksa, menatap keduanya dengan tegas.
"This is your room's . I hope you feel at home here. Remember the prohibitions and rules here, understand kids?" ujar si pengurus dengan nada ramah, namun juga tegas disaat bersamaan.
"Of course, sir," jawab keduanya bersamaa, meski dengan nada yang berbeda.
��Ok. Have a good rest," balas si pengurus asrama lalu pergi meninggalkan keduanya, yang masih berdiri di depan pintu kamar masing-masing.
"Aksa."
Gavriel memanggil anak Dani, yang berdiri di depan pintu dan memandang pintu dengan gugup. Ia mengerti perasaan Aksa , karena selain usianya yang masih muda, Aksa juga punya tanggung jawab hampi sama besar dengannya.
"Ya, Tuan Gavriel, ada apa?" sahut dan tanya Aksa , menoleh ke arah Gavriel yang saat ini sedang menatap pintu kamar dengan ekspresi datar.
Gavriel tidak langsung menjawab, melainkan menghela napas sejenak.
"Belajarlah dengan giat dan jadi orang yang kuat , agar aku pun menjadi semakin kuat. Apa kamu mengerti, maksudku?" ujar Gavriel tanpa menoleh. Terdengar seperti perintah yang absolute , tapi Aksa mengerti jika apa
yang dikatakan caalon Tuannya adalah benar.
"Tentu, aku akan belajar dengan baik."
"Bagus! Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik di kemudian hari, Aksa ."
Dan inilah adalah awal kisah Gavriel menempuh pendidikannya,
bersama Aksa yang berdiri disisinya dengan ekspresi takut. Ya , Aksa memiliki
beban yang di berikan oleh sang ayah, untuk bias berhasil dalam pendidikannya
mengambil diploma selama dua tahun.
Dipersiapkan sebagai asisten__tangan kanan, bagi seorang calon CEO perusahaan raksasa adalah beban tersendiri bagi siapa saja yang akan menjalaninya.
Gavriel pun memasuki kamarnya, meninggalkan Aksa yang menatap pintu kamar Gavriel dengan tatapan dalam, baru kemudian ikut masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Sedangkan di belahan dunia lainya, tepatnya di kota S.
25 jam setelah kepergian Gavriel, Queeneira yang masih bersedih memutuskan untuk berdiam diri di kamar. Padahal adik dari sahabtnya__Selyn, mengajaknya untuk mengunjungi taman tempat terakhir ia dan Gavriel menghabiskan sisa hari terakhir.
Berdiri di depan jendela kamarnya, Queeneira mengingat saat ia dan Gavriel bermain di taman itu, taman tempat mereka mengahabiskan masa kecil juga. Ia masih mengingat saat Gavriel menggengam tangannya, masih ingat bagaimana Gavriel tersenyum kepadanaya, juga bagaiaman Gavriel tertawa bersamanya.
Ia berharap selamanya ia akan mengingat kenangan itu, tanpa melupakan sedikit pun kesenangan di dalamnya. Ia akan menjadikan kenangan dan juga kata-kata dari Gavriel sebagai pengingat saat ia mulai lelah menunggu. Ia juga akan pastikan jika selain dia, tidak aka nada orang yang membuatnya merasa bahagia saat ia bersamanya.
Tangannya yang saat ini sedang memegang sebuah kotak terangkat, memperlihatkan kotak hitam using dengan isi yang belum di ketahuinya.
Gavriel bilang, ia diperbolehkan membukanya saat si empunya kotak sudah pergi dari hadapanya dan ia rasa inilah saatnya.
Ia bersiap membuka kotak itu, namun sayang ketukan pada pintu kamarnya menggangu dan membuatnya urung, menyimpan kembali saat suara sang Mama memanggil namanya .
Tok! Tok! Tok!
"Que-que , keluar sini, sayang. Temani Mama!��
Tidak ingin membuat sang Mama mengeluarkan suara emasnya
lagi, Queene pun akhirnya keluar dari kamar menuruti keinganan sang Mama,
setelah menyimpan kotak hitam using itu
ke dalam laci meja belajarnya.
"Yes … Mom, I coming!"
Tahun-tahun berikutnya ….
Hari-hari berlalu tidak terasa waktu cepat berlalu, ini adalah tahun ke dua saat keduanya terpisah . kini Queeneira sedang ada di acara perpisahannya sendiri, setelah teman seangkatannya melaksanakan ujian negara__ujian kelulusan tepatnya.
Dihadiri oleh orang tua seluruh murid, juga beberapa alumni lulusan tahun lalu, acara sukses di gelar dengan meriah di aula besar sekolah Trisakti.
Queeneira , Ezra dan tentu saja Selyn, yang tahun ini naik kelas 3 merayakan bersama dengan perasaan kurang. Sebab mereka kumpul dengan satu orang tidak ikut serta, dia adalah Gavriel yang juga saat ini telah resmi menjadi mahasiswa di Universitas Harvard .
Mereka pikir mereka bisa menghubungi Gavriel, sekedar untuk memamerkan pakaian kelulusan yang saat ini mereka pakai, namun sayang mereka hanya mendapatkan kata selamat dari Gavriel melalui pesan , yang masuk dalam kotak pesan Selyn seorang.
"Gavriel , kamu saat ini sedang apa?" batin Queneeira sedikit sedih
Sementara Queeneira dengan rasa rindunya, Gavriel yang saat ini sedang duduk di tengah-tengah orang asing hanya bisa memegang handphone di tanganya dengan remasan pelan. Ia tidak bisa mengabaikan pelajaran, hanya untuk menelpon dan mengucapkan selamat meskipun ia sangat ingin.
Di dalam hatinya Gavriel berjanji, akan menghubungi ketiganya setelah ia menyelesaikan pelajarannya, namun sayang hingga mata pelajaran usai Gavriel tidak punya waktu, karena saat pelajaran usai ia masih harus mengerjakan tuganya yang datang selalu berbondong-bondong.
"Huuft … ini sudah sekian lamanya, aku tidak mendengar suaranya," batin Queeneira sedih.
Bersambung.
También te puede interesar
Comentario de párrafo
¡La función de comentarios de párrafo ya está en la Web! Mueva el mouse sobre cualquier párrafo y haga clic en el icono para agregar su comentario.
Además, siempre puedes desactivarlo en Ajustes.
ENTIENDO