Irona datang terlalu pagi hari ini, karena lagi-lagi Aksa tidak menjempunya. Tapi Irona tidak ingin membuat Aksa malu untuk kesekian kalinya, ia bangun lebih pagi dan tiba disekolah lebih pagi pula.
"Sepi" gumamnya ketika memasuki area sekolah. Ia memasang earphone agar tidak terlalu membosankan, sebari berjalan ia bernyanyi.
Drap drap drap
Langkah kaki seseorang terdengar dibelakang Irona, seperti sedang mengekori Irona. Langkahnya semakin dekat dan suaranya semakin samar layaknya orang yang sedang berjinjit.
Hap!
"Lo salah cari lawan" Irona langsung menepis tangan seseorang yang sejak tadi berada dibelakangnya. Ia sebenarnya sudah tahu walaupun telinganya dipasangkan earphone, firasat seorang wanita itu tidak pernah salah.
"Sialan" ucap Niken ketika aksinya tertangkap basah calon korbannya. Memang Niken sengaja ingin mencekik leher Irona, namun ia tidak mengira kalau Irona mempunyai insting yang kuat.
Irona menghempas tangan Niken dengan kasar, "Kalau mau cari lawan yang sepadan, jangan gue" ia menepuk-nepuk tubuhnya seolah membersihkan kuman yang menempel dari tangan Niken.
Niken tersenyum miring, "Hari ini lo selamat. Tapi nanti, ngga akan" ia berjalan mendahului Irona.
Irona terdiam ditempatnya, untung saja ia belum menyalakan lagu jadi ia bisa mendengar langkah kaki yang dengan sengaja mengikutinya.
"Gue harus lebih hati-hati" gumam Irona. Ia melanjutkan langkahnya untuk cepat sampai didalam kelas.
"Rona!"
"Aksa" Irona tersenyum melihat Aksa yang sedang berlari menuju ke arahnya. Entah mengapa, berada didekat Aksa ia menjadi merasa lebih aman. Tidak lagi merasa takut.
"Gue harus cerita sama Aksa soal kejadian tadi" batinnya.
"Kamu pagi banget datengnya" ucap Aksa yang sedang mengatur nafasnya.
"Iya dong. Aku ngga mau bikin kamu malu lagi" jawab Irona
"Aksa, ada yang mau aku omongin" cicit Irona dengan pelan, ekspresinya berubah menjadi dingin dan datar.
Aksa mengernyit, "Apa?"
"Ikut aku!" Irona menarik tangan kanan Aksa dan membawanya ke dalam kelas yang masih sepi, hanya ada mereka berdua.
"Tadi... "
"Kenapa?"
"Tadi Niken mau cekik leher aku" ucap Irona terang-terangan.
"Kok bisa?" Aksa masih terlihat tenang, ia tidak ingin terpancing emosi
Irona mengangkat bahu, "Ngga tahu. Mungkin karena dia mau sama kamu kali"
"Aku harus ngasih dia pelajaran" gumam Aksa
"Jangan! biarin aja dulu, aku masih mampu buat lawan dia. Kamu jangan cemen yang beraninya cuman sama cewek" ucap Irona. Ia hanya tidak ingin di cap sebagai wanita tukang ngadu, ia harus menyelesaikannya sendiri. Lagipula hanya Niken seorang ia masih mampu untuk menghadapinya.
Aksa menarik nafas berat, "Iyaudah, tapi kalau kamu kenapa-kenapa bilang aku, ya" ia mengusap lembut rambut kekasihnya itu.
Irona hanya mengangguk sebari tersenyum manis. Baginya dibully orang seperti Niken bukanlah hal pertama kali, ia juga pernah merasakan hal seperti ini dulu sewaktu duduk dibangku SMP. Jadi bagaimanapun juga ia tahu apa yang harus dilakukan.
"Gue nggak mau jadi cewek yang ada di novel-novel. Peran protagonis dan disiksa sama saingannya" batin Irona.
***
"Siaaaall!!!!!" Niken berteriak membabi buta didalam kelas yang masih sepi, tidak ada orang satupun.
"Kenapa gue gagal bunuh Irona" ia geram dengan dirinya sendiri dan kesal dengan Irona. "Ternyata Irona ngga gampang buat gue singkirin" Niken bermonolog, wajahnya memerah dan kedua matanya meyiratkan rasa benci yang mendalam.
"Loh, Niken. Tumben lo udah dateng" suara Nadira menginterupsi, Niken langsung melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukan pukul 06.45
"Pantesan, udah siang" gumamnya sangat pelan.
"Niken! lo kok bengong sih" Putri yang mengibas-ngibaskan tangannya dihadapan wajah Niken
"Gue ngga apa-apa" jawabnya dingin dan berlalu meninggalkan kedua temannya itu.
"Aneh banget tu orang" Putri menatap Nadira yang hanya dibalas dengan mengangkat bahu acuh.
***
"Na, hari ini gue traktir lo makan, ya" ucap Arin sebarin menggamit tangan kanan Irona.
Irona menaikan sebelah alisnya, "Tumben" ucapnya heran.
"Gue.. jadian sama Daffa" Arin memancarkan rona bahagia diwajahnya, sangat kentara sekali bahwa ia memang mencintai Daffa sejak awal. Meskipun banyak yang bilang kalau Daffa adalah jenis lelaki yang kemayu, namun Arin sedikitpun tidak terpengaruh. Baginya Daffa adalah lelaki penyelamat hatinya. Dulu hatinya sempat retak sampai rusak, hingga hari ini Daffa lah yang membuat luka itu tertutup rapat dan rapi.
"Ah gilaaaaa" Irona menepuk-nepuk pundak Arin tanpa belas kasihan
"Anjir, sakit bego" Arina yang diperlakukan seperti itu hanya bisa mengusap-usap bahunya
"Hehe.. gue seneng sih" Irona menyengir kuda, memamerkan deretan gigi rapinya.
"Ya nggak gitu juga kali" Arin memberenggut, ia menekuk wajahnya dan memanyunkan bibirnya.
"Yaudah ayo, katanya mau traktir gue" Irona sangat bersemangat dan kali ini ia lah yang menggamit lengan sahabatnya itu dengan kuat.
Mereka berjalan beriringan dengan diselingi canda tawa yang sedikit menggema.
"Aawwshh" Niken merintih ketika kakinya diinjak oleh Irona.
"Ups sori. Suruh siapa mau cari gara-gara sama gue" Irona tersenyum sinis, ia sebelumnya sudah melihat kalau Niken lagi-lagi ingin mencelakainya. Namun dengan gerakan sigap ia menginjak kaki Niken yang dengan sengaja ingin mencekal kaki kanannya.
Niken hanya menatap Irona dengan penuh dendam, ia dipapah oleh kedua temannya. Pasalnya injakan Irona memang sangat kuat, hampir sebanding dengan laki-laki.
"Gila-gila.. lo hebat banget bisa kayak gitu sama Niken" Arin terperangah, ia sangat mengenal sahabatnya sejak dulu. Irona belum pernah seantagonis ini sebelumnya.
"Itu bukan apa-apa" jawab Irona dingin, ia tidak ingin Arin mengetahui lebih dalam tentang dirinya.
***
"Waahh enak nih" Aksa dan Daffa mengampiri Irona dan Arin yang sedang menikmati semangkuk bakso dan juga es teh manis.
"Iya dong. Kan ditraktir sama yang baru jadian" ujar Irona menggoda, ia menatap Daffa dan Arin bergantian. Sedangkan tersangka yang dimaksud hanya tersenyum malu-malu.
"Oohhh.. jadi ada yang baru jadian, nih" Aksa menimpali, ia juga sangat senang menggoda kedua sahabatnya itu. "Berarti kita bisa double date dong, bebi" Aksa menoleh pada Irona dan menaik turunkan kedua alisnya, Irona hanya bergidik ngeri melihat kelakuan kekasihnya itu.
"Udah deh. Lo berdua ngga usah godain gue sama Daffa, mendingan nih makan. Daffa yang traktir" Arin memberikan daftar menu yang tersedia disetiap meja kantin. Ia sedang berbahagia hari ini.
"Siap itu mah" Aksa mengambil buku menu tersebut dengan semangat, ia memang tidak ada rasa malu walaupun sedang bersama kekasihnya, Irona.
"Ngga tau malu banget lo" ucap Irona dengan nada bercandanya, Aksa hanya melirik Irona dengan sinis. Ia tidak suka jika Irona memanggilnya dengan sebutan 'Lo', Irona pun yang ditatap seperti itu hanya menghadiahi Aksa dengan puppy eyes nya yang dibuat seimut mungkin hingga pada akhirnya Aksa luluh dan tersenyum.