Descargar la aplicación
4.84% Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 18: Chapter 13: From One Hunter to Another

Capítulo 18: Chapter 13: From One Hunter to Another

Angkasa, Daratan, Samudra, kita semua tahu tentang kisah kesembilan Profisa. Orang-orang yang paling berpengaruh di kaumnya, pemuka terkuat di antara yang terkuat. Hukum alam, tak lagi berlaku pada mereka. Di tangan Profisa, manusia jauh lebih berkuasa dibanding segala hal yang telah diatur oleh Dunia itu sendiri. Logika bukan lagi penghujung di dunia yang dipenuhi sihir dan ilmu tanpa batas.

Tiap suku hanya bisa memiliki satu Profisa, merekalah sosok yang paling berkuasa di suatu suku. Satu tingkat di bawah mereka adalah Magistra. Mereka mungkin tak sekuat Profisa, tetapi kekuatan mereka mampu melahap ratusan nyawa hanya dengan satu mantra saja.

Di suku Es, Fannarlah yang mendapat kehormatan untuk menjadi Profisa. Tetapi karena Sang Pencipta menjadikannya seorang nabi, perwujudan dari hukum dan keadilanNya, Fannar menjaga kekuatannya agar tidak merusak dunia yang dicintai oleh Sang Pencipta. Hal ini membuat para pengikutnyalah yang lebih sering turun tangan jika terjadi perselisihan.

Walau jujur saja, ia tak perlu sehati-hati itu di Daratan. Alam di sini cukup kuat untuk selamat dari murka seorang Profisa. Pohon Kehidupan melindungi dan meregenerasi keutuhan ekosistem di Daratan, sejauh ini tak ada manusia yang cukup kuat untuk melawan kehendaknya seorang diri.

Meskipun begitu, Fannar tidak memiliki potensi sebagai penyihir terkuat di suku Es. Si Putri Saljulah yang paling berbahaya dan mampu mengancam keseimbangan di Dataran Utara. Sihirnya begitu mematikan dan membuat tak seorang pun berani mencari masalah dengan dirinya.

Emosi, adalah kekuatan.

Bawa ia ke sungai dan tetesan air matanya akan membekukan seisi genangannya. Buat dia bergembira, dan senyumnya akan membawa bahkan seekor rusa yang berada pada ujung kehidupannya, kembali berdiri tegak, menghembuskan nafasnya seakan terlahir kembali. Perlakuan tiap orang kepadanya, akan langsung terbalas pada saat itu juga. Seakan-akan hukum itu sendiri tertanam dalam jiwanya.

***

Di samping badai yang tengah terjadi, Naema berjalan seorang diri di dalam terowongan yang diciptakan orangtuanya secara rahasia, sebagai pintu darurat untuk situasi layaknya saat ini. Seluruh sisi terowongan beku ternoda balada Naema. Tetapi cahaya yang ditimbulkan oleh jamur di sana, kini terpancar ke seluruh sisi terowongan setelah dibiaskan oleh es yang menyelimuti mereka, menunjukkan Naema jalan dan sebutir ketenangan.

"Woah… liat selimut salju ini di mana-mana... sudah berapa lama semenjak aku mendatangi tempat dingin ini?"

Di lain sisi, Amartya berhasil sampai di Dataran Beku. Pertemuannya dengan Naema hanya tinggal selangkah lagi. Amartya mengetahui tentang kekuatan macam apa yang diemban Putri Salju. Sekarang ia hanya perlu melacak gejolak suhu yang ditimbulkannya, dan tentu bagi seorang rakyat Api hal ini sudah menjadi keseharian mereka.

Tetapi untuk kali ini, bahkan orang biasa pun bisa merasakan hawa dingin yang sangat kuat terpancar dari utara provinsi Tarauntalo. Hal ini sedikit mengganggu Amartya, karena dengan begitu musuhnya akan dapat menemukan Putri Salju dengan mudah, waktu menjadi terasa begitu berharga.

Amartya mengepal kuat tangannya, menarik nafas terdalam di sejarah hidupnya, dan menaruh pandangan pada titik beku di antara gulita Angkasa di depan matanya. Dia berjalan dengan tegap mengikuti angin dingin yang membimbingnya.

"Baiklah, aku selangkah lebih dekat untuk terlepas dari kutukan sial ini, semoga aku tak menyesalinya di kemudian hari…"

"Tidak, aku pasti akan menyesalinya, namun ini jalan terbaik yang bisa aku ambil."

Namun belum lama ia berlari di antara gundukan salju, ia bertemu dengan seekor sabertooth. Hewan buas itu menatap ke arah Amartya, terlihat begitu tajam, mengirimkan rasa tak nyaman ke sekujur tubuhnya.

'Ini… ini tak baik. Bukan saatnya bagiku untuk berburu kucing liar, para burung itu bisa menggapai Putri Salju kapan saja.' Amartya bergumam dalam hatinya.

Amartya tak punya waktu untuk semua ini, perasaan bingung yang merasukinya, membuatnya berbalik membalas tatapan harimau, berusaha mencari jalan keluar di matanya. Keduanya kini mematung, saling menatap satu sama lain.

Sang harimau mengenali warna rambut Amartya, tetapi matanya agak sedikit membuatnya bingung. Namun ia bisa melihat mimpi dan tekad berkobar-kobar, dilukis indah di atas mata itu. Ia merasakan karisma yang terpancar dari Amartya, sebuah karisma yang begitu familiar namun jauh lebih megah dan berbeda. Hewan itu pun mulai menundukkan pandangannya, membungkukkan badannya, dan memberi hormat kepada Amartya.

"..."

Amartya tentu terkejut melihat sikap sang harimau, ketegangan yang mendekapnya mulai menguap secara perlahan. Sejuta pertanyaan kini tertulis di benaknya.

"Angkat kepalamu, wahai Pelindung Dataran Beku." Amartya berusaha tegas, tak ingin apapun itu yang membuat harimau di depannya tunduk, pudar.

Sabertooth kemudian menegapkan badannya, lalu kembali memandangi Amartya dengan mata berkaca-kaca. Amartya tidak tahu apa isi kepala sang harimau. Namun melihat hewan buas itu, seakan ada satu hal yang terus menerus disuarakan oleh hati kecilnya, walau jujur aku tak tahu apakah hati harimau itu kecil atau tidak.

Amartya mendekatkan tangannya ke arah sabertooth, perlahan-lahan, berusaha untuk tidak mengagetkannya atau membuatnya menganggap Amartya sebagai sebuah ancaman.

Ia pun menaruh tangannya di atas kepala sang harimau, lalu mengelusnya setulus dan selemah lembut yang ia bisa. Sang harimau tampak menyukainya, ia mendengkur layaknya seekor kucing jinak.

"Aku rasa kucing tetaplah kucing, walau… emangnya tanganku gak panas apa di rambutnya?"

Sabertooth kini menganggapnya sebagai teman, kehadirannya mungkin akan menjadi sesuatu yang penting di masa mendatang. Amartya yang biasa memburu hewan liar demi keseharian sukunya, kini berdiri berdampingan dengan salah satu dari mereka. Sungguh, ini merupakan pengalaman yang unik baginya.

Sang Harimau kemudian berbalik, dan menolehkan kepalanya ke depan, layaknya mengajak Amartya untuk pergi ke suatu tempat.

"Hmm? Apakah ini tentang Putri Salju?"

Sang harimau mengangguk, lalu kembali menatap Amartya, menunggu keputusan apa yang akan dia ambil.

Amartya sebenarnya tidak butuh bantuan untuk melacak keberadaan Putri Salju, mengingat kemampuannya dalam melacak suhu dengan baik, lagipula hawa dingin yang sangat besar terpancar dari utara. Dia bisa menemukan Putri Salju semudah membalikkan tangan.

Tetapi dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya untuk berburu dengan seekor harimau, terlebih tak ada dampak negatif yang bisa ia pikirkan dari membawa sabertooth bersamanya.

"Kalau begitu, terangilah jalanku Pelindung Utara, menuju balada... si Putri Salju."

Sang harimau nampak senang dengan keputusan yang diambil oleh Amartya. Ia pun menghadap ke depan, dan menaruh mata tajamnya pada padang salju di depannya, seakan sesuatu hendak membimbingnya pada tujuannya.

Tiba-tiba sang harimau berlari dengan kecepatan yang luar biasa. Gerakannya ligat dan mempesona, bagaikan sebuah panggung dengan hembusan angin menari-nari di atas rambut putih kebiruannya.

Senyum liar tak kuasa tergores di wajah Amartya, belum pernah ia melihat ada hewan di luar provinsi Maksallatan (provinsi Api) yang bergerak sedemikan cepatnya. Ia bisa merasakan semangatnya kini membara-bara, melumat tubuhnya yang bahkan sudah panas dari sedia kala. Ia bisa melihatnya, betapa menggairahkannya perjalanan yang akan ia tempuh.

"Tidakkah situasi ini bisa lebih menarik lagi?"

Salju pun meleleh, tubuh Amartya dipenuhi kabut dari udara yang meluap. Meledaklah hentakan kakinya, yang kini berlari mengejar harimau di depannya, hingga akhirnya mereka saling berdampingan. Angin pun pecah diterka mereka, bersama berlompatan, di bawah cahaya sayu mentari yang kian malu tuk mengintip.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C18
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión