Descargar la aplicación
2.97% Menikah dengan Mantan / Chapter 8: Bab 8

Capítulo 8: Bab 8

Kenan scroling handphone Mamanya, tidak ada satupun wanita yang pas dengannya. Ia pun memberikan handphone pada Mamanya kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. "Besok kamu ada waktu gak? Kalau ada, besok Mama ajak Chika ke kantormu, bagaimana?" tanya Carla menatap anaknya yang sedang memejamkan matanya.

"Terserah Mama!" jawab Kenan pasrah. Ia tidak tahu harus mendapatkan wanita di mana. Dia butuh wanita dalam waktu dekat ini supaya haknya tidak di berikan pada adik tiri dan Mamanya.

Seperti yang di katakan Mamanya, hari ini Mamanya datang bersama Chika Fathia Abigail teman masa kecil Kenan. Beberapa orang menatap ke arah Carla juga Chika. Chika hanya diam saat tanpa sengaja ia melihat beberapa orang yang menatap ke arahnya.

Ia masuk ke dalam lift bersama Carla, "Jangan di peduliin ya, Chika. Biasa, mereka semua mungkin penasaran dengan siapa kamu," ucap Carla tersenyum hangat.

"Iya, tante," jawabnya seraya tersenyum.

Lift terbuka dan mereka pun ke luar dari dalam lift. Saat sampai di meja sekertaris Kenan, Carla berhenti untuk bertanya apa Kenan bisa di temui. Setelah memastikan Kenann ada diruangannya, Carla mengetuk pintu ruangan anaknya, tanpa ada jawaban dari anaknya ia pun mendorong pintunya agar terbuka.

"Kenan!" panggil Carla membuat Kenan kini menatap ke Mamanya.

"Humm," jawab Kenan singkat dan ia langsung berdiri dari duduknya. Chika memperhatikan Kenan yang berdiri dari duduknya. Dalam hati ia bersorak senang ternyata Kenan sudah menjadi pria yang sangat tampan berbeda dari Kenan yang dulu berbadan kecil, kurus dan giginya jarang-jarang juga berwarna hitam.

"Hai Kenan," sapa Chika sedikit canggung karena melihat wajah Kenan yang datar.

"Hai," jawabnya singkat.

"Aduh, aduh ... kalian berdua ini udah kayak apa aja deh. Semasa kecil itu kalian gak ada malu-maluan, kenapa sekarang jadi malu-malu begini?" tanya Carla sambil memeluk leher Chika dan Kenan bersamaan.

"Apaan, sih, Ma! lepas!" kesal Kenan dan melepaskan tangan Carla dari lehernya. Carla hanya memutar malas bola matanya dengan sikap putranya.

"Pekerjaan kamu udah selesai belum? Kalau udah, ayo, makan siang bareng," ajak Carla.

"Hum, kalian duluan ke loby. Aku mau menyelesaikan beberapa pekerjaanku terlebih dahulu. Hanya sebentar," ucapnya.

"Beneran sebentar? nanti tahu-tahu satu jam lagi?" tanya Carla yang tidak percaya karena anaknya itu selalu menomor satukan pekerjaannya tapi, jika ada masalah dengan Raka, ia akan segera meninggalkan pekerjaannya.

"Iya, hanya sebentar," jawab Kenan malas.

"Awas aja kamu, kalau bohong Mama sunat belalai kamu!" peringat Mamanya kemudian ia membalikkan tubuhnya.

"Ayo, Chika, kita tunggu di loby saja," ajak Carla.

"Iya, tante."

Mereka pun ke luar dari ruangan, Kenan kembali berkutat dengan pekerjaannya. Sekitar sepuluh menit ia pun selesai dengan dokument-dokumentnya. Ia mengambil dompet, handphone dan kunci mobilnya setelah itu ke luar dari ruangannya. Ia bergegas berjalan ke lift karena sedari tadi handphonenya sudah berteriak-teriak minta di angkat.

Baru juga ia melangkahkan kakinya ke luar dari lift, tidak sengaja ia melihat siluet sang kekasih. Kenan mengernyitkan dahinya, karena seingatnya ia tidak ada janji bertemu dengan Raka. Tanpa mau berpikir lebih banyak ia pun memilih menghampiri Mamanya dan Chika. Mereka pun pergi bersama menaiki mobil Kenan.

"Hai, Qia," sapa Raka yang kini berdiri di belakang Qia yang sedang mengepel lantai.

"Pak, Raka," ucap Qia sedikit terkejut.

"Udah mau jam makan siang, kok masih bersih-bersih?" tanya Raka seraya tersenyum.

"Lantainya kotor, Pak. Jadi, harus di bersihkan,"

"Mau makan siang bareng, gak?" tanya Raka seraya tersenyum menampilkan deretan giginya.

Qia mengerjapkan matanya beberapa kali, membuat Raka terkekeh kemudian mengacak rambut Qia. Qia menjauhkan tubuhnya kemudian ia merapihkan rambutnya. "Wajah kamu lucu, deh. Kalau sedang seperti itu," ucap Raka seraya tersenyum dan sedikit membungkukkan tubuhnya supaya wajahnya bisa sejajar dengan wajah Qia.

"Jadi, mau, kan, makan siang bareng?" tanyanya masih dengan senyuman manisnya.

"Saya bawa bekal, Pak."

"Wah, serius?" tanya Raka dengan wajah sumringah.

"Iya, Pak," jawab Qia sedikit kikuk karena beberapa pasang mata memperhatikan dirinya yang sedang berbicara dengan Raka.

Mereka memandang iri pada Qia, karena untuk berbicara dengan Raka begitu lama itu sulit walau ia termasuk orang yang ramah. Qia pun memilih menyelesaikan kegiatannya sedangkan Raka sudah memasang wajah cemberut. Ia menegakkan tubuhnya, kemudian memasang wajah tegas dan menatap beberapa karyawati yang sedang menatap kearah dirinya dan Qia.

"Punya mulut gak usah buat nyinyir!" tegas Raka kemudian melangkah pergi dari sana.

Beberapa karyawati di sana pun juga segera pergi sebelum mereka mendapatkan lebih omelan. Marahnya Raka bisa menjadi marahnya bos besar mereka yaitu Kenan.

Jam istirahat pun tiba, Qia yang sedang ada di pantry di kejutkan dengan kehadiran Raka yang duduk di depannya. "Pak, Raka!" ucapnya terkejut.

"Kita makan siang bareng, ya," ucap Raka seraya tersenyum.

"Tapi, saya bawa bekal, Pak," ucap Qia menolak.

"Gak apa. Nih, saya udah pesan makanan," ucap Raka sambil menaikan satu plastik yang berisi makanan. Raka mengambil dua box makanan cepat saji yang dia pesan kemudian meletakkannya di atas meja.

"Kamu makan ini, ya, saya makan bekal kamu. Sudah lama sekali saya tidak pernah memakan bekal dari rumah," ucap Raka seraya terenyum.

"Terus ini?" tanya Qia menunjuk dua box makanan.

"Untukmu semua," jawab Raka yang kini sudah mengambil kotak bekal Qia yang ada di hadapnnya.

"Pak!" panggil Qia seperti tidak enak jika Raka mengambil makanannya. Oh, ayolah, makanan Qia hanya masakan sederhana. Ia membawa sambal ikan asin dan lalapan sawi rebus.

"Pak, tapi ... " ucapan Qia terhenti saat dengan santainya Raka sudah mengunyah makannya.

"Hum, enak masakanmu, kapan-kapan bisa masakan aku cumi asin dan oseng bunga pepaya,"

"Iya, Pak?" tanya Qia heran dengan apa yang baru saja Raka ucapkan.

"Sudwah, cepat makan!" ucap Raka yang mulutnya penuh makanan.

Qia pun membuka makanannya, ayam geprek yang beberapa hari ini sangat ia inginkan. Qia pun mulai memakan makanannya, Raka tersenyum melihat Qia yang makan dengan lahap.

Hari berlalu, hari ini Raka menjemput Qia pulang kerja. Dengan senyum mengembangnya ia menunggu Qia di loby. Ia bisa melihat Qia berjalan ke arahnya tanpa peduli di belakang Qia ada Kenan yang berjalan ke arah yang sama.

"Hari ini, bisakan?" tanya Raka saat Qia berhenti di hadapannya dengan senyum cerahnya ke Qia dan ia sedikit membungkukkan tubuhnya supaya wajahnya sejajar dengan wajah Qia.

"Maaf, Pak," jawab Qia.

"Kamu udah janji, loh, Qi," ucap Raka yang kini menegakkan tubuhnya.

"ekhem!" dehem Kenan membuat Qia dan Raka langsung menatap ke sumber suara. Qia langsung menundukkan kepalanya kemudian ia mundur untuk memberi jalan pada Kenan sedangkan Raka menatap malas.

"Jangan menganggu karyawatiku!" tegas Kenan menatap Raka.

"Aku hanya mengajaknya makan malam," ucap Raka sambil bersedekap.

"Pulanglah!" ucap Kenan menatap Qia. Qia yang menundukkan kepalanya tidak tahu jika bosnya itu menyuruhnya pulang.

"Qia, pulanglah!" tegas Kenan membuat Qia terkejut.

"Kenan! apa-apaan, sih, lo!" marah Raka tidak suka dengan sikap Kenan.

Kenan kini menatap marah pada Raka. Raka pun menatap Kenan tidak kalah marahnya. "Pak, Raka, maaf. Hari ini saya tidak bisa, jadi saya ... "

"Kalau begitu, biar saya antar kamu pulang," ucap Raka cepat memotong ucapan Qia dan ia pun menatap Qia.

"Gak perlu, Pak. Saya bisa ... "

"Ayo," ajak Raka memotong ucapan Qia sambil menarik pergelangan tangan Qia. Qia hanya mampu terdiam karena terkejut akan sikap Raka sedangkan Kenan sudah mengepalkan tangannya kuat melihat tingkah laku kekasihnya yang sama sekali tidak peduli dengan dirinya.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C8
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión