Septi menghirup udara segar dan pemandangan hijau yang terhampar dari jendela kamar yang ada di villa Lili itu. Rasanya keputusannya untuk lari sejenak kemari adalah hal yang tepat. Ia benar-benar bisa menjernihkan pikirannya di sini.
Pekerjaannya sudah tidak perlu dipikirkan, bukankah ia sudah resign sesuai dengan permintaan Bara? Dan apa yang ia barusan ia lihat begitu melukainya.
Melihat calon suaminya bergumul di depan matanya sendiri dengan sang mantan kekasih? Bagaimana Septi tidak sakit hati? Rasanya hatinya hancur berkeping-keping luar biasa. Laki-laki yang sudah ia percayai sampai setega itu mengkhianati cintanya dengan cara sekeji itu.
Air mata Septi menetes, hatinya benar-benar sakit, ia menatap nanar cincin yang sudah melingkar di jari manisnya itu. Bayangan ia menyerahkan diri sepenuhnya pada tunangannya itu kembali berputar dalam ingatannya. Rasanya ia menyesal luar biasa sudah menyerahkan kesucian itu untuk Bara.