Rasanya baru tadi siang Ghirel mengobati luka-luka di tubuh Afka, dan sore ini Afka sudah terluka kembali. Entah apa yang dilakukan laki-laki itu sehingga selalu terluka setiap harinya.
"Gak mau minta maaf?" tanya Ghirel membuat Afka kebingungan.
Afka rasa dirinya tidak membuat sebuah kesalahan, kenapa harus minta maaf?
Afka balik bertanya. "Aku salah apa emangnya?"
Ghirel menghela nafasnya dalam, lalu menatap sinis wajah Afka. Tangannya dengan jahil menekan luka Afka membuat laki-laki itu mengerang kesakitan.
"Bisa-bisanya kamu yang luka tapi aku yang kesakitan," kata Ghirel.
"Aku baper boleh?" tanya Afka dengan polosnya. Hatinya berdebar dengan cepat mendengar hal tersebut. Afka baper untuk pertama kalinya. Selama ini Afka terus yang membuat Ghirel baper tanpa mendapat timbal balik. Ghirel hanya terkekeh kecil menanggapinya. Dia baru sadar menggombal secara tidak langsung.
Setelah selesai mengobati Afka, Ghirel membereskan kotak P3K dan mengembalikannya ketempat semula. Sebelum kembali ke Afka, ia menemui Jason terlebih dahulu untuk minta tolong.
"Jason, gue pesan burger sama steak ya!" kata Ghirel langsung di iyakan oleh Jason.
Tadi saat Ghirel sedang di Cafe Manshionsa bersama Siska dan Tzuwi, Afka tiba-tiba datang dengan wajah lebam penuh luka. Untung saja Siska dan Tzuwi peka terhadap keadaan dan segera meninggalkan keduanya.
"Ini pesanannya," kata Jason sambil meletakkan sebuah burger ukuran jumbo dan steak.
Afka senyum-senyum sendiri, "ini dibayarin kamu kan?"
"Iya, tenang aja udah aku bayar kok. Pakai kartu debit kamu," balas Ghirel sembari tertawa.
Senyum Afka luntur seketika. Ghirel tetaplah Ghirel yang memiliki segala akal liciknya.
"Kenapa? Gak boleh?" melihat perubahan wajah Afka, Ghirel merasa bersalah.
"Duitnya mau aku pakai buat ngedate padahal," kata Afka.
Ghirel terbakar abi cemburu mendengarnya, "ngedate sama siapa?"
Afka yang melihat wajah lesu Ghirel tertawa dalam hati. Sebentar lagi busing akan menunjukkan aumannya.
"Sama Stefy, kan dia pacar baru aku ya harus aku ajak ngedate dong," balas Afka.
Ghirel cemberut. Dia diam sambil memotong steaknya dengan sadis. "Oke, selamat ya semoga lancar haha."
Afka semakin menjadi-jadi menjahili kekasihnya,"kata kamu Stefy aku kasih bunga atau coklat? atau dua-duanya?"
Ghirel menganga, bunga? coklat? saat Afka nembak Ghirel, laki-laki itu hanya membawa rumput dengan ulat bulu di dalamnya. Dan sekarang Afka akan memberikan bunga serta coklat kepada Stefy? bagaimana Ghirel tidak kesal dibuatnya.
"Kasih Bunga aja, bunga bangkai sekalian!" sarkas Ghirel. Tangannya tidak sengaja mengarahkan bagian tajam pisau yang dipegangnya ke arah Afka membuat laki-laki itu menghindar seketika.
"Kamu mau bunuh aku?"tanya Afka.
Ghirel mengangguk semangat,"Iya! pengen banget. Pengen aku potong-potong terus aku jadiin steak juga!"
"Cemburu?" tanya Afka.
Ghirel melotot, "enggaklah. Gila apa aku cemburu sama Stefy? Dia bukan saingannya aku!"
Afka menahan tawanya,"Stefy cantik kok! Lucu juga,pinter juga."
Ghirel semakin marah, matanya sudah berapi-api melirik sesadis mungkin kepada Afka. Jika saja Ghirel memiliki sebuah kekuatan api, Afka pasti sudah hangus ditangannya.
"Puji terus sampai mampus!" ketus Ghirel.
Afka tertawa terbahak-bahak, sepertinya mulai sekarang menjahili Ghirel adalah hal favoritnya.
***
Hujan turun dengan tak beraturan. Petir menyambar menjadi pelengkap. Malam ini terasa begitu mencekam bagi Siska. Kedua orang tuanya bertengkar hebat tanpa memikirkan mental anak gadisnya. Siska Mariana Johannes. Anak tunggal dari pasangan Dokter dan Pengacara itu tengah gelisah memikirkan seseorang.
Dia tidak memikirkan kedua orang tuanya karena faktanya hal ini terjadi setiap hari selama 3 tahun belakangan. Siska sudah terbiasa akan hal tersebut.
Jarinya ragu-ragu untuk menelfon seseorang. Tetapi tanpa ia sadari, jarinya sudah bergerilya memencet simbol telfon di layar hpnya. Sampai pada suara seseorang menyadarkan dirinya.
"Kenapa?" tanya orang tersebut.
Siska meloncat dari tempat tidurnya dengan spontan. Dengan perlahan, ia mengambil hp nya dan berpikir sejenak. Jika dimatikan begitu saja, akan terlalu aneh dan dipastikan laki-laki itu bertanya dikemudian hari.
"Ehm, lo gak papa kan Afka?" tanya Siska.
Afka hanya mengiyakan. Terdengar helaan nafas lega dari Siska.
"Bukan karena bokap gue kan Af?" tanya Siska lagi.
"Enggak kok, santai aja lo!" jawab Afka dengan nada ketus.
Siska merasakan sedikit rasa sakit dihatinya,"jangan bilang Ghirel kalau gue nelpon lo. Gue gak mau dia sakit hati."
"Iyalah, gue juga gak mau Ghirel sakit hati kali," balas Afka.
Rasa sakit di hati Siska semakin terasa,"Lo serius kan sama Ghirel?"
"Iyalah, lo lupa kalau gue udah berkorban banyak buat dia? lo masih belum percaya?!"ketus Afka.
Siska merasa sedikit lega, sebelum laki-laki itu mendengar nada gelisah nya Siska mematikan panggilan tersebut.
Dia kembali masuk kedalam selimut polkadot berwarna pastel dan menutup kedua telinganya dengan headset saat namanya mulai menjadi bahan pertengkaran kedua orang tuanya.
Tiba-tiba, teleponnya berbunyi kembali. Siska sudah antusias berharap Afka yang menelponnya, tetapi hal itu hanya ekspektasinya. Realitanya, musuh terbesarnya yang menghubunginya dimalam ini.
Dengan berat hati Siska menjawab panggilan tersebut.
"Ada apa?" tanya Siska dengan ketus.
Gadis di telepon tersebut marah-marah tidak jelas,"lo balas dendam kan sama gue melalui Ghirel? lo pikir gue gak tau kalau lo cuman manfaatin Ghirel buat dapetin Afka?!"
Siska tidak menjawabnya, ia hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong karena tak berminat adu mulut dengan gadis itu.
"Kelas berapa Ghirel? biar gue kasih pelajaran dia!" kata gadis tersebut.
Mendengar hal itu, Siska mendengus kesal.
"Coba aja kalau lo mau badan murahan lo itu luka dimana-mana,"ancam Siska.
"Lo pikir gue takut sama lo sekarang cuman gara-gara lo atlet bela diri? Lo lupa dulu pernah hampir mati di tangan gue?" ketus gadis tersebut.
Siska mengakhiri panggilannya secara sepihak, dia sudah muak mengungkit masa lalu. Masa dimana hanya cinta bodoh yang ada didalam dirinya.
***
Ghirel pulang kerumahnya setelah diantarkan oleh Afka hanya sampai di depan perumahan. Dia melepaskan sepatunya, meletakkan tasnya dan masuk kedalam kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Ghirel sudah ijin Bunda pulang malam hari ini dengan alasan berkumpul bersama Siska dan Tzuwi di Cafe Manshionsa. Dia tidak berbohong, karena memang faktanya begitu.
Bunda mengetuk pintu kamarnya, menyuruh Ghirel untuk makan malam. Ghirel yang sebenarnya sudah kenyang dengan terpaksa keluar dan makan bersama Bunda dan Junco agar tidak menimbulkan sebuah kecurigaan.
"Tumben ambil makannya sedikit doang?" tanya Bunda Raila.
"Ghirel lagi gak nafsu makan gara-gara ulangan," jawab Ghirel beralasan.
"Oh iya, tadi aku liat Kak Afka digebukin preman di Cafe depan sekolahan," kata Junco tiba-tiba.
Hal itu membuat mata Ghirel membelalak kaget. Dia tahu Afka terluka, tetapi dia tidak tahu apa penyebabnya. Afka tidak memberitahu penyebab luka yang dia dapatkan kepada Ghirel. Dan Ghirel tidak bertanya lebih lanjut karena menghindari pertengkaran.
"Kamu masih berhubungan sama dia Jie?" tanya Bunda Raila. Ghirel mencoba mengontrol ekspresinya agar terlihat tenang dan tidak panik.
"Enggak," jawab Ghirel.
"Katanya sih Kak Afka menyelamatkan Stefy, temen aku dari preman suruhan ibuknya," kata Junco lagi membuat Ghirel menggenggam erat sendok ditangannya.
Pantas saja dia tidak mau memberi tahu,batin Ghirel.
"Afka sudah punya kekasih baru?" tanya Bunda kepada Junco.
Ghirel mengisyaratkan Junco untuk diam, tetapi mulut adiknya itu memang perlu di jahit agar tidak mengoceh tidak penting.
"Kan pacarnya Kak Afka banyak Bunda, kak Ghirel mah gak ada apa-apanya dibandingkan pacar Kak Afka yang lainnya. Pada glowing dan tajir Bund!"
"Cowok gak bener dia ya, Jie kamu beneran udah putus dari laki-laki itu kan?" tanya Bunda membuat Ghirel gugup menjawabnya.