"Kamu mau membawaku ke mana?" tanya Lisa curiga. Wajahnya mulai merah padam ketika suaminya merangkul dan mendekatkan wajah tampannya.
"Nanti kamu pasti akan tahu. Aku yakin kamu akan menyukainya Lisa." Jawab Oscar seraya menautkan jari – jari rampingnya dengan jemari lentik Lisa.
Hari semakin gelap, lampu – lampu di sepanjang jalanan ibu kota perlahan menampakkan pendar cahaya kuningnya. Menerpa semua yang bernaung di bawahnya. Cincin berlian yang dikenakannya berkilat diterpa sinar lampu jalan. Lisa memperhatikan kedua tangan Oscar dengan seksama, ia tidak menemukan satu cincin pun di jemari rampin suaminya itu.
"Oscar, kenapa saat kita menikah tadi pagi tidak kulihat satu pun cincin di jari manismu?" tanya Lisa dengan terus terang.
"Kamu ingin orang – orang di kantor tahu kita sudah menikah? Kemudian memicu keributan dan mengancam karirmu di sana?" jawab Oscar tajam.
"Tetapi sewaktu di pengadilan, Karina tahu kalau kau adalah calon suamiku!"
Oscar menyeringai sinis. "Kalau soal Karina kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah membungkamnya. Tidak akan ada kabar burung tidak mengenakkan tentang kita berdua Lisa."
"Kau apakan Karina, Oscar? Apa kau menyuapnya dengan sejumlah uang!?" Mata Lisa melebar.
Oscar mendekatkan Lisa kepadanya. Seringai sinis yang tadi menghiasi wajahnya kini berubah menjadi masam. "Kamu tidak perlu tahu soal itu! Bukan urusanmu!"
Kalimat itu membuat punggung Lisa bergidik, takut. Masalahnya Lisa tahu Oscar dapat melakukan segala cara untuk menyingkirkan apa saja yang menghalanginya. Ia tidak sudi suaminya itu memberikan sejumlah uang untuk mantan saudaranya itu!
Tiba – tiba suasana di dalam mobil mendadak dingin dan hening. Baik Lisa dan Oscar sama – sama tidak memulai pebicaraan apapun setelah pertanyaan Lisa tentang Karina. Keduanya benar – benar canggung. Lisa bertopang dagu di dekat jendela mobil dan memandang jalanan yang mulai ramai. Hanya ada suara mesin mobil yang berderu dan klakson yang saling bersahutan.
Setelah berlama – lama di jalanan yang ramai. Akhirnya mereka sampai di sebuah hotel mewah di pusat kota. Lisa memandang gedung menjulang tinggi itu dengan takjub. Ia sering mendengar cerita – cerita tentang hotel yang dikunjunginya hari ini. Hanya segelintir orang yang mampu menginap dan bersantap di sana! Hotel itu terkenal di kalangan pejabat dan selebritis tanah air!
Lisa kembali menatap suaminya dengan sinar mata yang berkilat – kilat, "Oscar, apa yang ingin kamu lakukan dengan membawaku ke hotel Wilson?"
Oscar menyentuh dagu Lisa dan mengangkatkan agar sejajar dengan wajahnya. "Kita akan makan malam. Merayakan hari pernikahan kita berdua!"
Mendengar suaminya, Lisa hanya bergeming dan mengerjap. Ia terdiam membisu, tidak tahu apa yang akan ia katakan kecuali kilatan matanya yang menunjukkan betapa ia masih tidak percaya dengan kemewahan yang ia rasakan sejak ia mengikat janji suci dengan Oscar. Lisa tahu suaminya bukan orang sembarangan, teapi hanya untuk makan malam saja mereka harus pergi ke sebuah hotel mewah yang terkenal di kalangan selebriti tanah air? Lisa betul – betul tidak mengerti kehidupan orang kaya!
"Oscar, kita kan cuma mau makan saja? Apa harus di hotel mewah?" tanya Lisa secara tiba – tiba.
Suaminya mengangguk. Mobil mereka sudah sampai di depan lobby. Seorang bell-boy membukakan pintu untuk Oscar dan Lisa. Dani mengeluarkan sebuah koper kecil dari bagasi dan memberikannya kepada Oscar.
Oscar membawa koper itu sambil menggandeng Lisa dan masuk. Mereka langsung disambut dengan hangat oleh staff hotel, kemudian langsung melangkah ke meja resepsionis.
"Welcome sir! How can I help you?" salam Resepsionis kepada pria itu.
"Kamar penthouse masih ada yang kosong tidak?" tanya Oscar singkat.
"Oh tentu, sebentar saya carikan." Resepsionis itu melarikan jemarinya yang dipoles kuteks merah di atas keyboard. Setelah selesai mencatat semua data yang diperlukan, resepsionis itu menyerahkan sebuah kartu dan mempersilakan kedua pengantin baru itu untuk naik lift.
Kamar penthouse? Bule ini mau ngapain coba!
Lisa melihat ke sekelilingnya, bangunan mewah dengan interior bergaya Eropa klasik, lengkap dengan hamparan karpet merah darah yang mewah. Kehidupan Lisa yang tadinya sederhana kini benar – benar berbalik 180 derajat!
"Oscar," tanya Lisa ragu. "Tadi kamu bilang kita mau makan malam? Kok kamu… Penthouse? "
Oscar tersenyum, ia tidak berkata apa – apa selain mendorong Lisa untuk segera bergegas naik ke lift.
Setibanya di lantai paling atas hotel. Oscar berkata kepada istrinya yang tadi bertanya di lantai dasar, "Aku ingin kau mandi dahulu dan ganti pakaianmu dengan ini!"
Pria itu meletakkan koper kecil itu dan membukanya di hadapan Lisa. Terdapat sebuah gaun merah hati dan sepasang sepatu hak tinggi kulit yang indah.
"Oscar… Kau membelikanku gaun lagi?" tanya Lisa seraya mendongakkan kepalanya, menatap kedua mata biru suaminya.
Tanpa banyak bicara Oscar mendorong Lisa ke atas tempat tidur. Kini Lisa berada di bawah Pria bertubuh atletis itu, terkejut. Oscar menatap kedua mata Lisa yang kecokelatan itu lekat – lekat. Lisa dapat merasakan sepercik hasrat dari balik kilatan mata bening suaminya itu.
Oscar melarikan jemari rampingnya ke kerah baju Lisa. Menggapai kancing kemeja wanita itu dan melepasnya satu, dua, tiga kancing dari atas kerahnya.
Pria itu mendekatkan hidungnya ke telinga Lisa, menghembuskan napas kecil. Bibir penuhnya menyentuh lembut telinga mungil Lisa dan berbisik, "Segera mandi dan ganti baju atau aku yang akan melakukannya untukmu!" Lidah pria itu menyapu lembut telinga Lisa. Gelenyar itu datang lagi.
"Akan kutunggu di lantai dasar di restoran perancis dekat kolam renang. Jangan sampai terlambat atau kau akan kuberi hukuman!" Oscar menyeringai. Pria itu bangkit dan meninggalkan Lisa di kamar.
***
Setelah usai mandi dan berias, Lisa turun ke lantai dasar mencari sebuah restoran Perancis yang katanya dekat kolam renang. Tak lama kemudian, ia mendapati dirinya sedang berdiri di depan restoran yang dimaksud.
Dilihatnya, Oscar sedang berdiri di dekat kolam renang. Pria itu memilih meja dekat kolam renang. Lisa berjalan menuju Oscar.
"Lisa, kau sangat menawan malam ini!" puji suaminya. Oh, kaulah yang sangat menawan malam ini! Pikir Lisa.
Pria itu berbeda dari tadi pagi. Ia mengenakan jas beludru mewah berwana biru tua sebiru laut malam dengan kemeja putih tanpa dasi. Ia membiarkan dua kancing kerahnya terbuka.
Lisa terdiam di tempatnya berdiri, mengagumi bayang indah suaminya itu.
"Kok bengong? Duduk lah!" seru Oscar. Lisa sedikit heran, sedari kemarin suaminya selalu menggunakan bahasa formal. Lisa sedikit terkekeh mendengarnya.
"Kok ketawa?"
"Oh enggak, gaya bicaramu tiba – tiba berubah!" ujar Lisa berterus terang. Ia menarik kursinya dan duduk.
"Saya kira kalau saya ngomong pakai bahasa formal terus ntar kamunya canggung!"
"Elah, kamu ini memang aneh! Kadang formal kadang santai!"
"Ya sudahlah kalau begitu saya balik bicara pakai bahasa formal saja, puas?" Pria itu mengangkat alis.
"Terserah, yang jelas aku lapar!"
Tak lama setelah mereka berbincang, seorang pelayan membawakan hidangan pembuka kemudian disusul dengan hidangan utama. Pelayan itu meletakkan semua hidangan di atas meja dan mengucapkan selamat bersantap kepada kedua pasutri baru itu.
Lisa menatap hidangan yang ada di atas meja dengan bengong. Sudah beberapa hari ini Lisa makan makanan mewah. Belum sempat ia memakan nasi goreng pinggir jalan favoritnya di kantin kantor, kini ia harus menyantap makanan mewah lagi?
"Oscar, kamu yakin tidak apa –apa kita makan makanan mewah seperti ini? Maksudku, apakah nggak sebaiknya kamu berhemat?"
Oscar tidak menatap istrinya yang tengah melamun. Ia sibuk dengan hidangan yang ada di depannya. "Sudah jangan terpana kamu, ayo makan cepat nanti segera dingin!" suara Oscar memecah lamunan Lisa. Lisa tahu ia lapar tetapi ia masih tidak bisa mengerti kenapa Oscar harus membawanya makan malam di restoran mewah lagi.
Beberapa saat setelah keduanya hampir menyelesaikan santapan malam itu. Oscar mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah hati. Ia meletakkannya di atas meja. Di bawah sinar rembulan yang menerpa permukaan kolam renang yang berkilauan, pria itu berdeham.
"Lisa, aku punya hadiah untukmu." Oscar menyodorkan kotak itu kepada Lisa.
"Kamu nggak coba – coba ngerjain aku kan?" tanya Lisa curiga dengan kotak itu.
"Buat apa aku ngerjain istri sendiri? Udahlah buka aja!"
Tidak percaya dengan perkataan Oscar, Lisa membuka kotak itu dengan perlahan. Di dalamnya, sebuah parfum mahal merk desainer ternama dari Italia.
"Oscar, ini terlalu berlebihan buatku. Parfum Plada? Yang bener aja kamu! Sudah ngabisin berapa rupiah hari ini wahai bule?" tanya Lisa heran dengan nada mengejek.
"Cerewet, terima aja sudah!" balas Oscar singkat.
"Kenapa kamu rela ngasih aku barang – barang mewah kayak gini? Aku bahkan nggak minta!"
"Itu karena kamu sekarang istriku, jangan bego ah! Buat apa aku susah – susah nyari duit kalau ujung – ujungnya nggak kepakai?��
"Idih nggak usah sok santai gitu bahasanya. Omong – omong, makasi banyak ya!"
Oscar mulai merubah cara bicaranya menjadi lebih serius . Tatapan mataya kini sangat tajam. Ia menyeringai nakal. "Tidak perlu berterima kasih. Caramu untuk balas budi denganku hanya satu."