Setelah makan siang bersama Edward, Viona malah tidak kembali lagi ke kantor ayahnya. Wanita itu malah tetap menunggu suaminya di kantor hingga sore.
"Edward, apa kamu tidak ingin liburan?" tanya Viona.
"Entahlah," jawab Edward lalu dia menatap Viona yang tiba-tiba menanyakan tentang liburan itu. "Memangnya kenapa?" tanyanya.
"Aku ingin kita liburan ke luar negeri. Ke London atau ke Paris. Semenjak menikah, kita belum pernah bulan madu karena aku terlalu sibuk, kamu juga terlalu sibuk," jawab Viona dengan sendu.
Edward berpkir sejenak, dia mengingat tadi pagi sudah di campakan oleh Luna, bahkan Vira juga ikut campur.
'Rasanya tidak mungkin menarik hati Luna saat ini, apalagi dia sedang mengandung anak Ethan. Mungkin lebih baik aku menunggunya sambil bersenang-senang dengan Viona,' batinnya
"Edward," panggil Viona. Karena suaminya itu malah melamun.
"Eh. Iya ... kita liburan, kamu atur saja mau ke London atau Paris," sahut Edward.
"Beneran kamu mau?" tanya Viona antusias.
Edward hanya menanggapi pertanyaan Viona dengan tersenyum dan mengangguk. Ah, itu hanya senyuman palsu. Dia hanya memanfaatkan istrinya itu untuk mengisi kekosongan sembari menunggu Luna mau menerimanya kembali.
Viona merasa lega dan berhamburan memeluk Edward yang tengah duduk di kursi. "Makasih sayang... karena sudah mau menuruti keinginanku," ucapnya.
Edward hanya tersenyum melirik Viona yang tampak lebih cantik dan manis, baru kali ini dia melihat istrinya terlihat sebahagia itu. Entah kenapa sikap datarnya sekarang perlahan menjadi sangat manis dan selalu ingin ramah padanya. Ah, tapi tetap saja. Pria itu hanya menganggapnya sebagai selingan hati.
"Kalau bisa, jangan terlalu lama. Perusahaanku tidak seperti perusahaan ayahmu, masih belum terlalu stabil, aku tidak bisa cuti terlalu lama," ucap Edward sembari melepas pelukan Viona.
"Iya, mungkin kita hanya sekitar seminggu di sana. Jangan pikirkan
Pekerjaan terus menerus, kita juga butuh refreshing," balas Viona.
"Yasudah, kamu pulang duluan saja. Mungkin aku akan lembur," seru Edward.
Viona berpikir sejenak, mungkin lebih baik dia pulang untuk membuat kejutan untuk Edward. Dia akan membuat suaminya itu perlahan tertarik padanya.
"Yasudah, aku pulang sekarang," pamit Viona. Dia mencium bibir Edward sebentar lalu segera pergi.
Edward hanya tersenyum kecut mendapat perlakuan manis dari Viona.
'Semanis apapun kamu bersikap, aku tetap tidak bisa menyukaimu. Wajah Luna masih selalu membayangiku,' batin Edward.
^^
Ethan terpaksa menuruti Luna untuk pulang, padahal ini belum jadwalnya untuk pulang. Meski dia adalah bos, dia tidak ingin sembarang pulang, karena itu bukan contoh yang baik untuk para karyawannya.
"Kita berhenti sebentar, di sana," seru Luna sembari menunjuk sebuah kedai kue, mungkin dia ingin membeli kue.
Ethan menuruti istrinya itu. Dia berhenti di pinggir jalan depan kedai itu, sedangkan Luna segera turun.
"Mau beli apa lagi dia," gumam Ethan.
Di kedai itu, Luna membeli beberapa kue dan camilan serba coklat. Ah, entah kebetulan atau keberuntungan, di situ juga ada es krim. Wanita hamil itu segera mengambil satu es krim dan memakannya di sana sembari memilih kue.
"Aku makan di sini saja, biar Ethan tidak tahu. Karena jika dia tahu aku makan es krim, bisa-bisa dia akan menceramahiku," gumam Luna.
Di mobil, Ethan merasa jengah karena Luna terlalu lama. Dia memutuskan untuk keluar dan menyusul istrinya itu masuk ke kedai.
Ethan melihat Luna sedang memilih kue sembari makan es krim, dia juga bersikap ramah pada kasir yang mengenalinya sebagai model. Mereka mengobrol sembari menghabiskan es krim.
"Kenapa malah ngobrol? Aku jamuran menunggumu di mobil." Ethan tampak cemberut menghampiri Luna.
"Eh. Mereka mengajakku bicara sebentar, karena ternyata mereka fans ku," ucap Luna.
Ethan melirik es krim di tangan Luna yang hampir habis. "Cepat habiskan, aku ingin segera pulang," serunya.
"Iya... iya. Jangan marah," balas Luna. Dia segera menghabiskan es krimnya dan membayar semua yang sudah dia ambil.
"Aku tunggu di mobil," ucap Ethan, dia segera kembali ke mobil.
Tak perlu menunggu terlalu lama, Luna sudah kembali. Ethan segera mengemudikan mobilnya menuju rumah.
Selama di perjalanan, Ethan hanya diam. Dia tidak menceramahi Luna seperti biasanya. Hingga sampai di rumah, pria itu tetap bersikap dingin. Dia segera mandi dan rebahan hingga ketiduran.
Luna yang merasa Ethan bersikap berbeda pun merasa bersalah. Setelah makan, dia segera ke kamar untuk mandi, setelah itu dia memakai piyama berwarna merah marun, kemudian menyusul suaminya ke atas ranjang.
Luna menatap Ethan yang tengah tertidur itu, sesekali tangannya memainkan bibir suaminya yang agak sexy.
"Apa kamu marah, apa mungkin aku keterlaluan? Aku tidak suka melihatmu bersikap dingin seperti ini," gumam Luna lalu memeluk Ethan yang masih tertidur itu.
Merasa ada yang memeluknya, Ethan terbangun. Dia melirik Luna yang memeluknya dengan posisi wajah yang mencium ketiaknya.
"Jangan marah, aku kangen senyummu, susu buatanmu... apa kamu tidak ingin meraba anakmu?" gumam Luna. Dia tidak menyadari Ethan sudah terbangun. Pria itu memang sengaja tetap diam, namun dia sudah benar-benar bangun dan mendengar perkataan istrinya itu.
"Aku tidak marah, Sayang," ucap Ethan
Luna mendongak dan melihat Ethan yang tersenyum meliriknya.
"Sejak kapan bangun, apa kamu mendengarku?" tanyanya.
"Tentu aku mendengar," jawab Ethan.
Luna merona dan malu, ah dia malu dan tersenyum menggigit bibirnya. Suaminya mendengar keluhannya yang tidak ingin dirinya marah.
Ethan segera meraba perut buncit Luna, dan mencium kening istrinya itu.
"Aku kira kamu marah," ucap Luna.
"Aku tidak bisa marah pada orang yang kucintai, kecuali dia berhianat," balas Ethan.
Senyum di bibir Luna memudar, dia teringat tentang Ethan yang tidak mengetahui bahwa Edward adalah mantan kekasihnya. Wanita hamil itu jadi khawatir suaminya akan salah paham jika mengetahui Edward adalah mantan kekasihnya dan masih sering datang menemuinya.
'Apa aku harus berkata jujur? Tapi aku takut dia akan marah, sebaiknya aku terus memperingatkan Edward supaya menjauhiku saja,' batin Luna.
"Sudah makan atau belum?" tanya Ethan. Tangannya masih pada posisi yang sama di perut Luna. Merasakan gerakan-gerakan kecil dari anak-anaknya sudah membuatnya ketagihan, dia sangat menyukai itu.
"Eh, sudah," jawab Luna yang agak terkejut, karena sejak tadi dia melamun memikirkan masalah hubungannya dengan Edward yang masih belum di ketahui oleh suaminya.
"Tadi beli apa saja, tiba-tiba aku ingin memakan sesuatu?" tanya Ethan seraya bangkit mendudukkan dirinya, sedangkan Luna masih tetap berbaring menatapnya.
"Aku beli, Brownis, cake coklat, pisang coklat, ah banyak...tapi semua rasa coklat," jawab Luna.
"Semuanya coklat, tidak ada rasa lain?" tanya Ethan dengan menaikkan alisnya.
"Iya," jawab Luna.
Ethan menggeleng dan tersenyum sembari mencubit hidung Luna. "Sepertinya, aku akan menjadi penggemar coklat sepertimu juga," ucapnya.
"Haha ... ya memang tujuanku seperti itu. Kamu harus menyukai apa yang kusukai," balas Luna dengan terkekeh geli.
Ethan gemas pada istrinya itu, dia membopongnya hendak membawanya keluar kamar. "Kalau begitu, ayo makan kuenya. Aku lapar," ucapnya.
"Hahaha... Ethan, turunkan aku! Apa kamu tidak keberatan menggendongku seperti ini? perutku kan besar." Luna tertawa geli atas perlakuan suaminya itu.
"Ini terasa ringan." Ethan terus membopong Luna menuju dapur. Dia mengabaikan Ira yang tertawa menggeleng memperhatikannya, kebetulan asisten rumah tangganya itu juga sedang di dapur.