Setibanya di rumah, Arini langsung mengobati kakinya. Sengaja Panji tadi memberinya obat P3K kepadanya. Arini sebenarnya tidak mau mengobati lukanya tapi karena Panji telah menasihatinya jadi dia langsung mengobati lukanya.
Setelah diobati, Arini keluar dari kamarnya hendak memberikan makan kepada Nyonya Diana karena sedari tadi belum sarapan. Apalagi keadaan Nyonya Diana sekarang sedang sakit dan tidak memungkinkan untuk berjalan ke meja makan. Saat Arini hendak naik keatas sambil membawakan makanan untuk majikannya, tiba-tiba Panji datang. Arini terkejut melihat Panji yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Mau ngapain?"Panji menatap Arini yang terlihat bingung. Tangan Arini memegang nampan yang diatasnya ada sepiring nasi dan segelas susu.
"Ini mau ngasih nyonya sarapan tuan."Arini melihat Panji yang sedang berdiri disampingnya.
"Udah biar aku aja yang bawa. Kamu disini aja. Kakimu kan masih sakit."Panji melirik kaki Arini yang terlihat baru diobati itu. Nampan yang dipegang Arini langsung direbut Panji tanpa meminta izin dulu ke Arini. Arini hanya bisa menatap Panji dengan heran dan bingung.
Arini kembali ke pekerjaan berikutnya. Bukan berarti dengan kakinya yang sakit itu membuatnya malas-malasan untuk bekerja. Tidak untuk Arini, justru dengan begitu dia ingin menunjukkan kalau dia keponakan bibinya adalah anak yang rajin dan berkat didikan bibinya itu dia bisa menjadi gadis yang rajin dan mandiri.
Arini membersihkan halaman belakang sendirian. Satu per satu daun yang jatuh disapunya dengan bersih. Tidak sedikitpun rasa lelah menghinggapinya ditengah kakinya yang masih sakit itu. Selesai menyapu halaman belakang tiba-tiba tenggorokannya mulai haus. Jadi dia ingin pergi ke dapur dan minum air putih.
"Eh ada tuan."Arini melihat Panji sedang ada di dapur. Dia tidak mau Panji melihatnya jadi dia langsung pergi. Kakinya terus mundur kebelakang menjauhi Panji sedangkan kedua matanya masih fokus sama Panji yang sedang minum.
"Berhenti."Panji tahu kalau Arini baru datang ke dapur. Arini berhenti ketika Panji menyuruhnya berhenti. Dia sangka Panji tidak akan tahu dirinya.
"Kemari."suruh Panji.
"Aduh gimana ini. Aku takut. Dia mau apa sih."batin Arini. Seketika kakinya kayak patung yang tidak bisa digerakkan sama sekali.
"Arin."Panji memanggil Arini dengan halus. Sampai-sampai bulu kuduk Arini meronta untuk berdiri. Baru kali ini dia mendengar Panji memanggil namanya dengan halus.
"I…iya tuan."Arini melangkahkan kakinya mendekati Panji. Langkah kakinya terasa berat sekali saat mendekati Panji. Dia takut Panji melakukan sesuatu padanya.
Dia terus menatap Panji dengan takut. Detak jantungnya yang tidak karuan pun mengiringi langkah kakinya. Tidak disangka niatnya yang ingin minum air putih malah berujung dengan pertemuannya dengan Panji. Kalau dia tahu akan terjadi seperti ini pasti dia akan mengurungkan niatnya untuk minum.
Ketika Arini melangkah kearah Panji, tatapan Panji tidak biasa kali ini. Arini malah menjadi deg degan ketika melihat Panji terus menatapnya. Hingga akhirnya dia tidak kuat berjalan lagi dan detak jantungnya semakin tidak karuan ketika jaraknya dengan Panji semakin dekat.
"Kamu kenapa?"Panji melihat Arini yang tiba-tiba berhenti membuatnya giliran berjalan kearah Arini. Arini hanya bisa diam saja dan kedua matanya masih fokus kearah Panji.
"Ng…nggak papa tuan."Arini terbayang-bayangi dengan kejadian malam bersama Panji di dalam kamar. Nggak tahu kenapa bayang-bayang kejadia malam itu terlintas lagi dipikirannya saat wajah Panji mulai mendekat kearah wajah Arini.
Panji malah terus mendekati Arini. Sedangkan Arini malah masih diam saja sambil menatap kearah Panji. Jantungnya seakan ingin lepas dari posisinya seiring langkah Panji yang terus mendekatinya. Suasana hening menyelimuti dapur itu. Di dapur itu hanyalah ada Arini dan Panji saja sedangkan Nyonya Diana sudah beristirahat di kamar atas.
Bayang-bayang kejadian malam itu semakin jelas di pikiran Arini. Hingga saking jelasya dia merasa ketakutan sendiri saat melihat Panji. Kakinya refleks mundur kebelakang hingga beberapa langkah dan tanpa disengaja menabrak meja kecil yang ada dibelakangnya.
Dengan cekatan Panji berlari kearahArini yang hendak jatuh kebelakang. Sesampainya di dekat Arini, tangan Panji langsung menangkap tubuh Arini yang sudah setengah jatuh dan kurang dikit lagi punggungnya akan membentur lantai. Ingin rasanya Arini berteriak saat tubuhnya sudah setengah melayang kebelakang. tapi suaranya tiba-tiba tidak bisa dikeluarkannya.
"Ssst.."bunyi sandal Panji yang direm mendadak untuk menangkap tubuh Arini yang hendak membentur lantai. Panji dengan cekatan menarik tubuh Arini kedalam pelukannya. Arini saat itu sudah dalam kondisi mata tertutup. Arini sudah tahu kalau akhirnya nanti dia akan jatuh dan membentur ke lantai makanya dia hanya bisa menutup mata saja.
"Kok aku kayaknya nggak jatuh."batin Arini masih memejamkan matanya. Padahal tubuhnya sekarang sudah ditahan Panji agar tidak jatuh mengenai lantai. Tapi Arini belum sadar kalau Panji telah menahannya.
Arini langsung membuka kedua matanya karena tubuhnya serasa melayang dan pinggangnya terasa ada tangan yang menempel. Betapa terkejutnya ketika saat membukakan kedua matanya malahan wajah Panji sudah tepat di hadapannya dengan jarak yang begitu amat dekat sekali.
"Tu…tuan."Arini menatap kearah Panji dan tubuhnya masih setengah miring sambil ditahan tangan Panji.
Bukannya melepaskan tubuh Arini yang sudah ditahannya malahan ini terus memandangi wajah Arini terus. Panji yang masih terus menatap ke Arini tanpa sedikitpun berkedip membuat Arini bingung. Arini berusaha menggoyang-goyangkan tubuhnya agar Panji segera sadar dan melepaskan tubuhnya.
"Eh..eh ya."Panji langsung mendirikan posisi tubuh Arini. Sebenarnya Panji berlama-lama memegangi tubuh Arini karena terpesona dengan kecantikan Arini yang terlihat natural itu alias tanpa make up.
"Makasih ya tuan udah nolongin saya."Arini membenarkan posisi tubuhnya dan tidak lupa berterima kasih kepada Panji. Panji malah nyengir-nyengir sendiri saat tahu kalau tadi dia sempat ngalamun ketika menolong Arini.
"Ih…aku kok sampai ngelamun kayak gitu sih."batin Panji dalam hati terus langsung pergi dari hadapan Arini. Dia malu kalau Arini berpikiran yang tidak-tidak mengenai kejadian tadi. Arini malah terlihat bingung ketika Panji tiba-tiba pergi dari hadapannya.
Arini melepaskan rasa dahaganya dengan meminum beberapa gelas air putih. Dia minum dengan begitu rakusnya hingga tidak sadar banya tetesan air mengalir di kaosnya. Selepas minum Arini kembali ke aktivitasnya lagi. Kini giliran menyirami tanaman yang ada di belakang.
Rumah majikannya begitu luas sekali. Bagian belakang disediakan kolam renang yang cukup besar ditambah lagi ada beberapa tanaman yang mengelilingi kolam renang tersebut. Bahkan disana juga terdaat gazebo untuk digunakan sebagai tempat istirahat.
Ketika Arini sedang menyirami tanaman disana, entah kenapa hatinya serasa nyaman sekali ketika mendengar daun-daun kelapa bergesekan karena tertiup angina. Hembusan angina saat itu cukup kencang jadi Arini merasa nyaman dan tidak kepanasan. Menurutnya suasana bagian belakang rumah majikannya itu bisa dimanfaatkannya sebagai tempat untuk menyenangkan hati dan perasaannya kala dilanda rasa sedih semisal ketika mengingat kerinduannya pada orangtuanya.