Descargar la aplicación
25% PARTNER IN CRIME / Chapter 4: 003 Toilet Basah

Capítulo 4: 003 Toilet Basah

Sampailah mereka di perpustakaan SMA 71. Radit segera membawa Dita menuju kursi paling pojok ruang baca pada perpustakaan tersebut. "Dit, bantuin gua ngerjain tugasnya Pak Sal ya?" ucapnya sembari membuka buku paket yang sedari tadi dibawanya. Dita masih melongo di tempat, jujur ia bingung kenapa bisa sampai di tempat itu. "Dita woi!" teriakan Radit membuat gadis itu tersentak dan segera mendorong tubuh Radit hingga jatuh dari kursinya. "Dita!"

"Sstt.. jangan berisik peak! Ini perpus, sini cepet duduk!" Dita segera menarik seragam bagian lengan milik Radit agar laki-laki itu kembali duduk pada tempatnya.

"Kayak kucing gua," celetuk Radit.

"Lu ngapain sih bawa gua kesini? Gua laper elah Dit," ucap Dita yang berengut.

"Gua dapet tugas dari Pak Sal, tentang tajwid.. lah gua mana ngerti yang begituan?"

Pletak! Satu jitakan mendarat pada kepala Radit. Ia meringis sembari menatap kesal gadis di sampingnya. "Lu pikir gua bisa apa? Kalo ujian aja soal tajwid gua nyontek Ichsan," ucap Dita.

"Lah.. terus gimana? Masa elu kagak mau bantuin gua, lu nggak dapet hukuman ya? Curang lu!"

"Pala lu somplak! Gua tadi ulangan Seni Rupa dan gua sama—"

"Tapi kan kalo itu lu bisa nyontek, kayak biasanya nggak pernah gitu aja lu! Ngumpetin buku di laci kalo enggak elu dudukin kan?!" sergap Radit cepat.

Dita cengengesan mendengar penuturan sahabat kecilnya itu. "Eh.. tapi kan semua anak-anak kelas gua gitu," buru-buru ia membela dirinya.

"Ssstt!!!" keduanya segera menoleh ketika suara sut-sut itu terdengar, dilihatnya Bu Tere sang penjaga pintu perpustakaan eh bukan deng.. penjaga perpustakaan menatap mereka garang.

Keduanya tersenyum manis sembari mengangguk dan detik berikutnya saling pandang dengan menampilkan wajah menyebalkan. "Elu sih!" ucap Dita sembari mendorong tubuh Radit.

"Enak aja, elu!" Radit pun ikut mendorong tubuh Dita.

Dita yang belum puas kembali mendorong tubuh Radit lebih kencang. "Elu!"

"Ish, udah sih!” Radit segera menahan tubuhnya agar tidak jatuh lagi. “Bantuin gua ngapa!"

"Iya.. iya Tuan belatung! Berisik amat sih lu! Mana sini!" ucap Dita yang sudah sibuk melihat soal demi soal yang ada di buku paket tersebut. "Btw, kenapa lu nggak nanya si ketua Rohis.. itu yang tadi kan di kelas, temen sekelas lu kan?" tanyanya disela-sela membuka lembar buku.

Radit menopang dagunya sembari menghela napas malas. "Rahma? Gua nggak suka sama si Fafa, jejerannya Rahma. Nyablak banget sumpah orangnya, kayak elu!"

Dita memicingkan matanya kesal. "Wooo.. gua balik kelas nih!" ia sudah beranjak dari duduknya.

"Eh.. jangan Dita cantek!!! Bantuin gua dong!" Radit segera mencekal lengan Dita agar tidak pergi.

Akhirnya Dita menurut. Mereka pun kembali sibuk dengan soal yang bikin kepala pusing tujuh keliling. Berbagai buku keagamaan mereka buka satu persatu, searching dan semacamnya pun sudah dilakukan hingga mereka melupakan waktu, jam istirahat cuman 15 menit ya.

"Ah.. kelar!" ucap keduanya sembari merenggangkan otot-otot.

"Jam berapa nih?" Dita melirik jam tangan yang melekat pada tangan kanannya. "Masyaallah! Jam 11 Dit! Kita udah berapa jam di sini?!" pekiknya kalut.

"Dari jam setengah 10," jawab Radit santai masih dengan mata terpejam dan badan disenderkan pada kursi.

"Belatung! Satu jam lebih!" ucap Dita frustasi.

"Ya udah si.. balik yok!" Radit sudah membereskan bukunya dan menarik Dita dari perpustakaan itu.

Sepanjang koridor Dita terus-terusan menggerutu karena ia sudah bolos satu jam pelajaran. Bagi Radit mah tak apa tapi kalau dia bersama Radit dijamin akan terjadi hal tak mengenakan pada dirinya.

"Gua anter deh ampe depan kelas lu," ucap Radit santai sembari menguap.

"Kagak! Justru ada elu gua tambah siaga satu!" sergap Dita cepat.

"Lah ngapa—"

"Ondemande.. Radit-Ta?!"

Keduanya tersentak ketika langkah mereka terhambat oleh pala plontos milik Pak Toru. "Siaga satu kan?" bisik Dita.

"Tuh kan Dit! Gua bilang juga apa! Kagak aman kalo bolos sama elu!" entah sudah berapa kali gadis dengan rambut diikat satu ke belakang itu menggerutu. "Niatnya bantuin elu malah gua kena malapetaka!"

Orang yang diajaknya bicara acuh tak acuh, ia sibuk dengan tongkat pelnya yang digosok ke kanan dan kiri pada lantai kamar mandi. Pluk! "Radit?!" Dita memukul kepala laki-laki itu dengan gagang pelnya.

"Paan si lu Dit! Sakit peak!" geram Radit menatap Dita garang, dilepaskan salah satu earphone yang terpasang di lubang telinganya.

"Ngape lu?!" ucap Dita menantang dengan satu tangan yang memegang gagang pel.

"Wah.. lu ngebangunin raja singa nih, ayok sini kalo berani.. maju!" Radit sudah pasang kuda-kuda dan siap menjadikan gagang pelnya sebagai senjata.

"Ayok! Lu pikir gua takut! Hiyaaaa.."

Keduanya pun memulai aksi dengan saling membenturkan gagang pelnya, sesekali maju mundur.. maju mundur cantik aish. Namun tiba-tiba, bruk! "Aw!" ringis Dita ketika bokongnya mencium lantai, rok abu-abunya pun sudah basah kuyup.

Bukannya membantu Radit malah menertawakan Dita habis-habisan, ia merasa menang dalam pertarungan tersebut. "Ha ha ha ha ha.. akhirnya sang pujangga memenangkan hati sang dewi dan mengalahkan si curut ini," ucap Radit sembari menunjuk-nunjuk Dita yang duduk tergolek pasrah di lantai.

"Setan emang dasar! Gua bales lu!" Dita segera bangkit dari duduknya dan segera mengejar Radit. Namun memang dasarnya Radit, ia kabur, lari dengan kecepatan ekstra.

Menyusuri setiap bilik kamar mandi guru yang memang Pak Toru menghukum mereka membersihkan kamar mandi guru karena bolos kelas. "Awas lu Dit! Tunggu pembalasan gua! Hiyaaa..." Dita terus berlari dengan mengacung-ngacungkan gagang pel.

"Nyerah aja lu curut!!!" teriak Radit yang berlari lebih dulu di depan Dita, sesekali ia menoleh ke belakang untuk menertawakan Dita yang sudah basah dan dekil.

Namun sepertinya karma tetap berlaku, tanpa sadar Radit mengayunkan gagang pelnya hingga mengenai seseorang. Ia segera menghentikan larinya dan menatap orang yang berada di depannya, kepala plontos itu kini sudah berambut.. rambut kain pel???

"RADITA!!!" seketika tanah yang mereka pijak bergetar hebat, mungkin bumi sedang bergoyang.

Akhirnya mereka dapat pulang setelah mendapat berbagai hukuman yang diberikan Pak Toru. Bisa bayangkan bagaimana marahnya beliau ketika kepala berkilaunya terintimidasi dengan kain pel yang basah, kotor, dan eohh pokoknya. Bisa dibayangkan pula betapa durhakanya Radit sebagai murid pada gurunya? Ck.

"Nih!" Dita menyodorkan helm yang dipakainya pada Radit dengan wajah kecutnya.

"Dit?" ia segera menatap Radit ketika laki-laki itu memanggilnya. "Gua minta maaf ya," gumamnya lirih.

Dita berdecap sebentar. Sebenarnya ia tak marah atau apa pun pada Radit, hanya saja ia kesal karena Radit sudah melakukan hal tak wajar pada Pak Toru, hampir saja laki-laki itu diskors.

"Dit?" suara Radit kembali membuatnya tersadar dari lamunan.

Dita menghela napas sembari mengeratkan tas gendongnya. "Lu harus minta maaf sama Pak Toru, elu harus nunjukin sikap dan perilaku lu sama Pak Toru. Ck, gua takut tadi lu diskors," jawabnya lirih.

Radit mengerutkan keningnya bingung. Kenapa bisa-bisanya Dita malah memikirkan itu? Padahal yang ia khawatirkan keadaan perempuan itu yang sudah basah kuyup plus ia takut Dita ikut terseret dalam masalah barunya. "Kok elu malah mikirin gua? Lu nggak usah sok khawatir gitu ngapa, harusnya—"

"Dita?" keduanya segera menoleh ketika mendengar seseorang memanggil dan detik berikutnya mereka saling tersenyum masam. "Baju lu ngapa basah gitu?" tanya laki-laki berperawakan tiga tahun lebih tua dari mereka. Namanya Liam, abangnya Radit.

"Itu Bang—"

"Nyemplung kali tadi," potong Dita cepat.

Liam menaikkan satu alisnya bingung menatap adik-adinya itu terlebih lagi penampilan Dita dengan seragam putih abu-abunya yang basah bahkan ada noda kotor di setiap kemeja putihnya. "Kali? Sini mana ada kali?! Wo.. abis ngapain lu berdua?" selidik Liam.

Radit memicingkan matanya mengode Dita. "Ee.. i—itu Bang, si Dita maen nyebur di selokan depan kompleks katanya mau nyari udang. Di sana kan banyak udangnya Bang, dimasak widih enak pasti," jelasnya sok meyakinkan.

Liam masih menatap dua anak berseragam putih abu-abu itu curiga namun dengan cepat Dita menyela. "Yaelah Bang, kalo ngapa-ngapain pasti Radit juga ikut basah ye kan? Basahh basahh basahhh..." Dita melantunkan lagu entah siapa pemiliknya itu dan bergoyang-goyang sok seksi sembari memainkan tubuhnya, berjalan mundur menjauh dari kakak beradik tersebut.

Liam kembali menatap anak itu heran dan kembali beralih pada adiknya. "Lama-lama tuh anak gila ya."

"Udah gila kalik! Minggir Bang, gua mau masukin motor! Awas.. awas.." Liam segera menepi membiarkan Radit masuk ke gerbang rumah dengan motornya.

Sesampainya di rumah, Dita segera melepas sepatunya yang sudah basah sampai ke dalam-dalamnya. "Iuh.. bauk!" ucapnya sembari mencium kaos kaki basahnya.

"Udah tau bau masih dicium," celetukan itu membuat dirinya menoleh. Dilihatnya Gilbran, adik laki-lakinya keluar dari dalam rumah.

"Kan ngetes Gil, mau coba nyium nggak?" tawar Dita sembari mengangkat tinggi-tinggi kaos kakinya, didekatkannya pada wajah adiknya itu.

"Jijik sumpah Kak! Anjir!" Gilbran segera menjauhkan dirinya pada kakak perempuannya yang sangat jorok itu, buru-buru ia memakai sendal hendak kabur.

"Eh.. ngomong apa lu barusan? Coba sini ulangin!" tantang Dita yang sudah berkacak pinggang.

"Jijik! Lu jijik, jorok, bau, de—"

"Setan sumpah ya lu! Kata terakhir bego!" Teriakan Dita bisa dibilang teriakan maut yang siapa saja yang mendengar akan merasa sakit telinga bahkan dari jarak yang jauh pun mungkin teriakannya tetap terdengar menggelegar.

"Oooooooo.. anjir lu Kak!" setelah mengucapkan demikian dengan cepat Gilbran berlari keluar rumah.

"Heh! Siapa yang ngajarin elu kayak gitu?!" teriak Dita kesal, mencak-mencak sudah seperti istri yang tidak dapat uang belanja.

"Ya elu itu Kak!" jawab Gilbran dari kejauhan.

"Iya juga sih," gumam Dita akhirnya.

"Dita?! Kenapa basah semua gitu?!" sentakkan kembali membuatnya kaget, dengan segera ia menoleh menatap seseorang yang ia sudah tahu siapa orangnya.


Load failed, please RETRY

Regalos

Regalo -- Regalo recibido

    Estado de energía semanal

    Rank -- Ranking de Poder
    Stone -- Piedra de Poder

    Desbloqueo caps por lotes

    Tabla de contenidos

    Opciones de visualización

    Fondo

    Fuente

    Tamaño

    Gestión de comentarios de capítulos

    Escribe una reseña Estado de lectura: C4
    No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
    • Calidad de escritura
    • Estabilidad de las actualizaciones
    • Desarrollo de la Historia
    • Diseño de Personajes
    • Antecedentes del mundo

    La puntuación total 0.0

    ¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
    Votar con Piedra de Poder
    Rank NO.-- Clasificación PS
    Stone -- Piedra de Poder
    Denunciar contenido inapropiado
    sugerencia de error

    Reportar abuso

    Comentarios de párrafo

    Iniciar sesión