Descargar la aplicación
10.71% CHANCE (WMMAP FANFIC) / Chapter 3: Felix

Capítulo 3: Felix

Time skip

Sekarang usia ku lima tahun. Dua minggu yang lalu aku baru saja merayakan ulang tahun ku dengan Lily, Seth, Hannah, dan beberapa kakak pelayan. Mereka memberiku hadiah meskipun tidak mewah. Tapi aku suka kerena mereka sudah bersusah payah mencarikan hadiah untukku. Aku sayang pada mereka.

Siang ini aku memutuskan untuk bermain di halaman Istana Ruby. Aku sedih karena setelah makan siang Lily tidak memberi ku cokelat. Lily bilang nanti gigi ku sakit. Tapi aku mau cokelat! Huhuhu....terakhir aku makan cokelat saat ulang tahun ku.

Aku berjalan tak tentu arah sambil menangisi jatah cokelat ku. Gara-gara gigiku sakit sehari setelah ulang tahun, Lily berhenti memberi cokelat. Aku mau cokelat. Aku rindu dengan cokelat, kue cokelat. Huhuhu...aku mau cokelat.

Aku menghela napas pelan, berhenti menangisi jatah cokelat ku. Aku tersadar dari lamunanku kemudian menoleh ke kanan dan kiri. Aku tidak melihat Istana Ruby di mana-mana. 'mampus aku! Aku nyasar! Bagaimana ini, kalau tiba-tiba ada Claude psikopat itu bagaimana?' aku berkata dalam hati. Aku menoleh ke kanan dan kiri lagi, mencari paling tidak keberadaan satu orang untuk bertanya di mana Istana Ruby.

Tidak ada orang. Ya, tentu saja. Buat apa seseorang berdiam diri di halaman depan siang-siang begini? Kecuali aku yang niatnya mau bermain malah kesasar. Aku berjalan mendekati sebuah pohon besar. Saat aku memutari pohon itu, aku melihat sebuah istana.

'Ini bukan Istana Ruby,' pikirku dalam hati. Aku menatap dari balik pohon besar ini. Aneh sekali, istananya sangat sepi. Apa tidak ada penghuninya? Aku masih menatap istana itu. Sampai tiba-tiba ada seorang kesatria berjalan keluar.

'kesatria?' tanyaku dalam hati. Aku mencoba mendekat pelan-pelan. Berusaha melihat lebih jelas orang itu. Aku terpana saat melihat warna rambutnya, merah maroon. Kemudian aku tersadar dari lamunanku. Aku harus mengejar kesatria itu, kalau tidak aku tidak bisa pulang.

Aku berlari mendekati kesatria berambut merah itu. Tapi apa boleh buat, langkah kaki seorang pria dan anak kecil berusia lima tahun itu berbeda. Mau secepat apapun aku berlari pasti tidak akan terkejar. Mungkin kalau aku jatuh mungkin dia akan menoleh-

BRUUK!

'Ha? Aku jatuh?'

Saat aku masih terkejut karena terjatuh, ku dengar langkah kaki yang mendekati ku.

TAP!

TAP!

TAP!

"Kau baik-baik saja?" suara seorang pria.

Aku mendongakkan kepala. Ah, kesatria merah! Aku tersenyum melihatnya, sebaliknya dia memasang wajah terkejut. Hening di antara kami. Sedetik kemudian aku sadar akan sesuatu. 'Gawat! Aku ketahuan! Aku tidak berpikiran sampai situ! Bodohnya aku! Kesatria ini pasti akan membawa ku pada Claude, kemudian aku akan dibunuh. TIDAK!' pikiran ku melayang ke sana-kemari sampai suara kesatria itu menyadarkan ku.

"Anda baik-baik saja, Tuan Putri?" kesatria itu bertanya.

Tuh kan, dia langsung tahu aku seorang putri. Aku langsung berdiri dan menepuk-nepuk pakaian ku, membersihkannya dari debu. Kemudian aku tersenyum menatap kesatria itu, walau dalam hati aku takut setengah mati

"A..Athy baik-ba..baik saja."

Kenapa jadi gagap begini sih! Tetap tersenyum! Pasang senyum sejuta watt mu Athy! Aku menyemangati diriku sendiri. Aku baru saja bereinkarnasi selama satu tahun, masak aku mati sekarang? Huhuhu, aku kangen Lily.

Kesatria itu terdiam, begitu pula aku. Kami saling tatap sampai akhirnya dia berjongkok dan menggendong ku. Aku panik setengah mati, tapi hanya bisa tersenyum menatap wajah kesatria berambut merah ini. Kemudian kami berjalan menjauhi istana tempat dia baru saja keluar.

"Tuan Putri sedang apa di sini?" tanya kesatria itu.

"A...Athy ter...sesat."

Aku tersenyum, kali ini senyum kecut. Melihat ekspresi wajahku, kesatria itu tersenyum. Dapat kulihat mata yang berwarna abu-abu itu menunjukkan ketertarikan pada reaksi ku. 'Kenapa malah tersenyum sih?' aku panik dalam hati.

"Anda tidak perlu takut, Tuan Putri. Perkenalkan nama saya Felix Rovein, saya adalah pengawal sekaligus tangan kanan raja," ucap pria itu tersenyum.

'Tangan kanan raja?'

'MALAH TAMBAH PARAH!' aku berteriak dalam hati. Sepertinya hari ini aku akan mati ditangan raja psikopat itu. Lily, jangan rindukan aku, ya.

"Jadi, kita mau ke mana, Tuan Putri?"

"Kakak Rovein. Athy ingin pulang. Istana Ruby."

"Panggil saja saya Felix, Tuan Putri."

"Kalau begitu Felix harus memanggil ku, Athy."

Aku tersenyum ke arah Felix. Sekilas Felix ingin menolak, tapi dia urungkan niatnya dan mengangguk pasrah.

"Baiklah Athy."

Aku tertawa pelan mencoba menenangkan diri ku sendiri. Felix hanya terkekeh pelan melihat ku. Aku menatap ke depan. Dari jauh aku melihat Istana Ruby, akhirnya bisa pulang. Aku menarik pelan baju Felix kemudian menatapnya.

"Felix. Berhenti di sini saja. Nanti Lily dan kakak pelayan bingung. Athy tidak mau mereka tahu kalau Athy tadi tersesat."

Felix hanya terkekeh pelan, kemudian menurunkan ku. Aku menatap Felix yang masih jongkok di depan ku. Kemudian aku tersenyum. 'Ku beri Kau senyum paling manis milikku Felix. Sebagai hadiah karena membawa ku pulang untuk mengucapkan salam perpisahan pada Lily dan yang lain sebelum Kau kembali dan melapor pada raja psikopat itu!' ucapku dalam hati sambil terus tersenyum.

"Terima kasih, Felix. Sampai jumpa!"

Setelah mengucapkan itu, aku lari sekencang mungkin menuju Istana Ruby. Hari sudah sore dan dapat kulihat kalau Lily bersama pelayan yang lain panik mencari ku ke sana-kemari. Aku berlari lebih kencang. Ku mohon, semoga mereka tidak marah pada ku.

***

Felix POV

Aku menatap dari jauh anak kecil yang berlari tersebut. Tiba-tiba sebuah senyum merekah di wajah ku. Aku senang anak itu tumbuh sehat. Ku ingat lagi wajah imutnya saat berbicara dengan ku tadi. Aku kembali tersenyum karena itu.

"Saya senang anda baik-baik saja, Tuan Putri Athanasia."

Aku berbalik dan meninggalkan Istana Ruby menuju lokasi pertama yang ingin ku tuju sebelumnya. Namun aku berhenti, menoleh ke belakang dan tersenyum.

"Kapan kita bertemu lagi, Athy?"

Felix POV end

***

Malam harinya

Aku menatap pantulan diri ku di cermin. Seharusnya wajah seseorang akan lebih segar setelah mandi, tapi wajah ku kelihatan sangat lelah. Aku menghela napas. Tidak heran sih kalau aku terlihat lelah.

Hari ini aku nyasar kemudian bertemu Felix yang ternyata tangan kanannya Claude. Lalu aku berlari sekuat tenaga ke Istana Ruby. Setelah itu Lily dan pelayan yang lain satu persatu memelukku. Mereka khawatir karena mereka berpikir aku hilang atau kenapa-kenapa. Itu benar-benar melelahkan.

Lily mendekati ku kemudian mengambil handuk di pundak ku. Dia mulai mengeringkan rambutku.

"Tuan Putri. Besok kalau Tuan Putri sudah mengantuk saat bermain di luar, segeralah pulang. Nanti Tuan Putri bisa demam kalau tidur di luar."

Ah iya. Tadi saat ditanya ke mana saja siang ini, aku menjawab kalau aku ketiduran di bawah pohon. Jawaban yang unik, ya?

"Iya. Maafkan Athy ya, Lily."

"Iya. Nah, karena rambut Athy sudah kering, sekarang saatnya tidur."

"Tolong nyanyikan lulaby ya, Lily," aku tersenyum kemudian berlari ke kasur.

Aku ingin segera tidur. Tidak peduli mau besok aku mati atau tidak di tangan Claude. Aku ingin tidur saat ini juga. Kalau besok aku memang mati, ya sudahlah. Lebih baik aku menghadapi rasa takutku sekarang dan mati, daripada aku hidup dengan bayangan kematian yang mengikuti ku.

***


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
lol_hoshi lol_hoshi

Hm.~

Ingat pesan-pesan sebelumnya aja. ~

Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C3
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión