"A-Apa?! Beraninya kamu!" wajah Su memerah ketika mendengar makian Carolina, dia bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya.
"Nak Ethan! Dari mana kamu menyewa juru bahasa ini?! Dia sama sekali tidak tahu sopan santun!" Mo tanpa sadar berbicara menggunakan bahasa Inggris. Sama seperti Su, wajahnya juga memerah dan dia sampai berdiri dari tempat duduknya.
Sejak awal dia memang sebenarnya mengerti bahasa Inggris tapi mereka sengaja memainkan peran untuk salah satu dari mereka tidak mengerti agar mereka bisa berkomunikasi dengan bahasa Mandarin, tapi jika ada yang mengerti bahasa Mandarin, mereka akan memutuskan untuk berkomunikasi dengan dialek lain yang lebih susah dimengerti.
Ethan juga bingung, kenapa tiba-tiba wanita yang mencuri-curi kesempatan untuk memakan supnya tiba-tiba menggila seperti ini?
"Oh! Ternyata dugaan gue benar! Lo juga bisa bahasa Inggris! Dasar tua bangka b*ngs*t tak tahu malu!" maki Carolina lagi.
Mo sedikit salah tingkah karena tiba-tiba dia berbicara bahasa Inggris.
"Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu?" tanya Ethan yang benar-benar bingung akan sikap Carolina.
Jangan-jangan wanita itu memiliki perubahan emosi secara tiba-tiba?
Carolina mengabaikannya, dia akan berurusan dengan Ethan nanti.
"Beraninya kamu! Aku tidak pernah direndahkan seperti ini sebelumnya! Cepat minta maaf!" ucap Su dengan geram.
"Atau apa?" tantang Carolina balik yang menaikkan dagunya dan melipatkan kedua tangan di dadanya.
"Atau kami akan menuntut kamu! Anak muda jaman sekarang memang tidak tahu sopan santun! Minta maaf!" ucap Su lagi.
"Tidak! Permintaan maaf biasa tidak cukup! Berlutut!" ucap Mo tiba-tiba sambil menunjuk lantai yang berada disampingnya.
"Hahaha!" tiba-tiba Carolina mulai tertawa, Ethan yang dari tadi bingung hanya menatap wanita itu dengan tatapan aneh.
"Dia memang benar-benar memiliki perubahaan emosi secara tiba-tiba!" pikir Ethan yang mulai takut.
"Apa yang kamu tertawakan?!" bentak Mo yang benar-benar merasa terhina.
"Karena kalian sangat lucu! Hahaha! Kalian para tua bangka br*ngs*k benar-benar tidak tahu malu!" maki Carolina lagi.
"Lupakan saja! Aku sekarang akan menelepon pengacaraku dan menuntutmu!" ucap Su yang memegang handphone miliknya.
Carolina tersenyum ketika mendengarnya," Silakan. Lo tua bangka mau nuntut gue karena apa? Pencemaran nama baik? Perbuatan tidak menyenangkan? Penghinaan?" tanya Carolina yang masih mempertahankan posisinya sambil tersenyum.
"Semuanya! Kami akan menuntut kamu atas dasar semuanya! Nak Ethan dan pelayan itu bisa menjadi saksi kami!" balas Mo. Dia benar-benar merasa terhina ketika wanita muda yang berada di depannya menghina seperti itu.
Dia bersumpah akan membuat wanita itu menerima akibatnya karena sudah berani menghina dirinya!
"Hallo, pengacara Qi, tolong urus sesuatu untukku. Begini…" Su yang tidak ingin berdebat lagi, langsung segera menghubungi pengacaranya.
"Kalian benar-benar mengira gue gak mengerti apa yang kalian bicarakan? Tua bangka s*al*n!" ucap Carolina tiba-tiba berbicara menggunakan dialek lain yang dipakai Su dan Mo untuk berbicara secara rahasia tadi.
Mo yang juga ingin menelepon pengacaranya, terdiam.
Su yang sedang berbicara pada pengacaranya, juga tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
Mereka menatap Carolina dengan tatapan tidak percaya.
"Apa? Sepertinya kalian takut dengan kakek tuan Ethan, mau kusampaikan apa yang kalian baru saja lakukan? Hm?" tanya Carolina lagi yang masih menggunakan dialek lain tadi.
"Ka-Ka-Kamu!" ucap Su terbata-bata.
"Ada apa tuan Su?" tanya pengacara Qi yang bingung karena kliennya tiba-tiba berhenti bicara.
Carolina berhenti melipatkan tangannya di dada, kemudian mengambil sendok tadi dan menyuapi sup makanannya.
"Ah, supnya sudah dingin," ucapnya kini dengan bahasa inggris. Ethan sejak tadi menjadi penonton, hanya kebingungan melihat tiba-tiba wanita itu malah kembali memakan makanannya.
"Hei! Jangan mengabaikanku! Apa yang terjadi?" tanya Ethan yang kini menggenggam lengan Carolina agar wanita itu tidak mengabaikannya seperti tadi.
"Ah itu… sepertinya para tuan-tuan ini ingin berbicara dengan kakek kamu," balas Carolina menggunakan bahasa inggris.
"Bukankah begitu, tuan Su? Tuan Mo?" tanya Carolina sambil tersenyum.
"Ti-Tidak kok! Bu-Bukan begitu," ucap Mo tiba-tiba, nada bicaranya menjadi pelan.
"I-Iya, kami tidak perlu berbicara dengan kakek kamu," balas Su yang sudah mematikan sambungan teleponnya.
"Tidak kok! Tadi kami berbicara begitu, mereka tidak jadi ingin meminjam uang pada tuan Ethan jadi ingin meminjamnya pada kakek kamu saja, tapi kamu sendiri yang harus menelepon kakek kamu. Kamu punya nomornya, kan? Aku bisa menghubunginya untukmu," tanya Carolina yang kini mengeluarkan handphone miliknya.
"Tidak sih, tapi aku bisa meminta nomornya kakek dari papa atau mama," balas Ethan yang memang sudah lama tidak berhubungan dengan kakeknya.
"Tu-Tunggu dulu! Ini semuanya hanya salah paham!" ucap Mo lagi.
Mereka berdua sebenarnya beneran teman dari kakeknya Ethan, tapi setelah skandal mereka berdua yang melakukan pencucian uang diketahui oleh pria itu. Pria itu memutuskan untuk tidak melaporkan mereka mengingat pertemanan mereka dan hanya memutuskan hubungan mereka. Tapi jika pria itu tahu bahwa mereka berdua berusaha untuk menipu cucu laki-lakinya, melihat dari temperamen pria itu yang buruk, mereka tidak akan tahu apa yang akan dilakukan oleh pria itu.
"I-Iya! Ini hanya salah paham, kok!" Su mulai ikut-ikutan.
"Ah dasar tua bangka s*al*n! Salah paham apanya?! Selain tidak tahu malu, apakah kalian juga tidak tahu sopan santun?! Bukannya kalau kalian salah kalian harusnya minta maaf?!" bentak Carolina lagi.
"Ma-Maafkan aku," ucap Mo dan Su dengan pelan.
"Gue gak mendengarnya!" bentak Carolina lagi.
"Aku mendengarnya kok! Bukankah kamu terlalu berlebihan?" tanya Ethan ketika mendengar ucapan Carolina.
"Pak pelayan, apa kamu mendengar suara mereka?" tanya Carolina kepada pelayan yang berada di pojok ruangan, mengabaikan Ethan.
"Hei! Jangan mengabaikanku!" ucap Ethan sekali lagi karena sekali lagi Carolina mengabaikannya.
"Ti-Tidak," ucap pelayan itu dengan takut meskipun sebenarnya dia mendengarnya. Sebagai seorang pelayan di hotel, dia sudah bertemu dengan banyak pelanggan, jika bertemu dengan pelanggan yang marah-marah, sebaiknya ikuti saja. Itu caranya agar tidak disemprot oleh mereka.
"Maafkan aku!" ucap keduanya lagi secara bersamaan dengan keras.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi tidak apa-apa kok, kakek Su, kakek Mo," ucap Ethan lagi yang merasa kasihan melihat kedua pria paruh baya itu.
Kedua pria itu menatap Ethan dengan tatapan bersyukur sekaligus minta maaf.
"Ka-Kalau begitu, kami akan permisi dulu!" ucap Su tiba-tiba dan baru saja dia akan memundurkan kursi yang dia duduki, Carolina berkata.
"Apakah gue sudah mengatakan kalian boleh pergi?" tanya Carolina memandang tajam ke arah mereka. Suaranya dalam dan terdengar dominan.
Su dan Mo yang berencana pergi terdiam ditempatnya.
"Hei, sudahlah," ucap Ethan. Carolina menggeleng.
"Sepertinya permintaan maaf tadi terlalu biasa," ucap Carolina kemudian menunjuk lantai yang tadi ditunjuk oleh Mo.
"Hei! Kamu sudah keterlaluan!" ucap Ethan yang mengerti apa maksud Carolina.
"Keterlaluan?" Carolina memutar bola matanya ketika mendengar kata-kata Ethan. Seolah-olah kata-kata pria itu barusan adalah sebuah lelucon.
"Gue hanya menyuruh mereka melakukan apa yang tadi disuruh oleh mereka. Jadi para tua bangka itu boleh menyuruh gue untuk berlutut dan ketika gue mengatakan hal yang sama, gue yang keterlaluan?" tanya balik Carolina, membuat Ethan terdiam.
"Apa yang kalian tunggu?!" tanya Carolina ketika melihat Su dan Mo hanya diam saja.
"Yah, kita masih banyak waktu sih di sini," ucap Carolina lagi kemudian menatap pelayan yang diam di pojokan dan mengangkat tangannya.
"Pak pelayan! Kamu bisa membawa makanan utamanya sekarang, rendang kan?" tanya Carolina, membuat pelayan itu mengangguk kemudian mengucapkan permisi dan keluar dari ruangan.
Melihat pelayan itu yang pergi, Carolina kembali meneruskan untuk memakan sisa sup di mangkoknya. tenggorokannya terasa kering karena tadi dia harus berteriak-teriak.
Dia melirik Ethan yang tampak bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Dasar apel merah bodoh! Yah, gue juga gak berencana kasi tau sih alasannya, biar para tua bangka ini saja yang menjelaskannya," pikir Carolina.
Sementara Su dan Mo masih terdiam di tempat mereka berdiri saat ini. Mereka saling berpandangan.
"Kenapa harus terjadi seperti ini?!"
Status tantangan:
Hadiah: 6/10
Ulasan: 1/25
Jika capai target, sesuai janji akan up +1 bab kayak hari minggu kemarin xD
Jangan lupa juga untuk komen dan berikan batu kuasa, ya!
Tetap terus dukung author!
Salam,