"Cara?" ulang Jen saat ia sudah berada di depanku. "Ada apa? Kau terlihat sangat pucat."
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku dengan suara serak walaupun aku sudah tahu jawabannya.
Jen terlihat terkejut saat mendengar pertanyaanku. "Ah... maafkan aku, Cara. Aku tidak bisa memberitahumu sebelumnya... Dane adalah anggota pack ini." Jen menoleh ke arah Dane yang berdiri tidak jauh darinya sekilas, "Dan aku adalah matenya." katanya dengan senyuman malu.
Aku tidak membalas senyumannya. "Sejak kapan?"
"Huh?"
"Sejak kapan kau tahu semua ini?" nada suaraku mulai meninggi. Jadi hanya aku satu-satunya yang tidak tahu apa-apa. Bahkan sahabatku sendiri membohongiku selama ini. Bagaimana bisa Jenna tega melakukan semua ini? Apa ia juga tahu aku mate Alex sejak lama? Aku merasa mual saat mengingat beberapa hari yang lalu Jen bertanya tentang kabar Alex. Apa ia sudah tahu saat itu?
"Jen, apa kau sudah tahu aku mate Alex?" suaraku terdengar asing di telingku sendiri.
Jenna akhirnya menyadari suasana hatiku, dengan ekspresi bersalah ia mengangguk padaku.
Aku menggeleng dengan tidak percaya lalu mundur beberapa langkah, menjauh dari Jen. Di tengah obrolannya Alex menoleh ke arahku bersamaan dengan tatapanku ke arahnya, kedua matanya yang sebelumnya terlihat dingin kini sedikit membesar karena terkejut.
Ini dia, aku tidak bisa menahannya lagi.
Setetes air mata panas jatuh di pipiku tanpa bisa kucegah lagi. Kubalikkan badanku dan berlari melalui jalan yang sama dengan saat kami datang. Gelungan rambutku terlepas saat aku berlari, membuat rambutku terurai di belakangku dan tersapu angin.
Aku mendengar Jen yang memanggil namaku dari belakangku. Kedua kakiku berlari semakin cepat, berusaha menjauh dari tempat ini. Tanpa menoleh sekalipun aku bisa merasakan Alex yang mengejar di belakangku. Kupercepat kakiku melewati deretan mobil-mobil di halaman menuju jalanan yang sepi. Aku tidak tahu berapa lama kakiku melangkah, yang jelas aku ingin berada sejauhnya dari tempat itu.
"Cara, berhenti!" Sekarang suara Alex terdengar sangat dekat di belakangku. Kuhentikan kakiku tiba-tiba lalu kubalikkan badanku, sejumput rambut menempel di pipiku yang basah. Alex berdiri beberapa meter di belakangku, wajahnya terlihat stress dan lelah. Ia memandangku sejenak lalu ekspresinya berubah seperti seseorang yang sudah membulatkan tekad.
"Aku tahu aku sudah mengacaukan segalanya... Katakan padaku," Alex berjalan semakin mendekat ke arahku, "Katakan padaku apa yang harus kulakukan." Ia berhenti tepat di depanku, matanya menjelajahi setiap jengkal wajahku seakan-akan berusaha mencari jawaban. Kutelan ludahku, tiba-tiba tenggorokanku terasa sakit.
"Aku tidak menginginkan ini semua." balasku dengan suara serak.
"Apa?"
"Ini—Kau, packmu, keluargamu."
Alex terhenyak mendengar ucapanku, sekilas ekspresi terluka terlintas di wajahnya sebelum ia tutupi dengan wajah kakunya. "Mum dan Dad akan terluka jika mendengar apa yang baru saja kau ucapkan."
"Keluargamu—Mum, Dad, Jen, Mr. Turner, dan yang lainnya, mereka adalah Pack dan keluargamu! Bukan keluargaku... aku tidak memiliki siapapun."
Alex menggertak rahangnya, kedua mata coklatnya berkilat marah. "Bagaimana denganku? Apa aku juga bukan siapa-siapa bagimu?"
Beberapa tetes air mata kembali jatuh dari sudut mataku. Apa yang kulakukan saat ini? Aku sangat ingin membuat Alex terluka tapi aku juga tidak ingin melihat ekspresi di wajahnya saat ini. "Kau—ini adalah sebuah kesalahan, Alex. Aku bukan matemu."
"Kau adalah mateku." Ia menggeram padaku, "Kemarin, saat ini, besok, dan selamanya."
Aku menggeleng, berusaha keras membuatnya mengerti tapi aku sendiri tidak bisa mengatakannya. "Kau salah."
"Ada apa denganmu—"
"Apa Jen werewolf juga?" potongku tiba-tiba.
Alex mengerutkan keningnya lalu menggeleng, "Apa kau marah karena kami menyembunyikan identitas kami darimu? Cara, werewolf dilarang memberitahu manusia tentang identitas kami kecuali pada manusia yang menjadi mate. "
Saat aku tidak menjawabnya Alex melanjutkan,"Ini semua bukan salah mereka, ini adalah permintaanku. Sebagai Alpha aku harus berhati-hati. Aku tidak ingin ada yang menyadari bahwa kau adalah mateku, selain orang-orang di dalam Pack ini."
Aku tertawa tanpa humor, lalu mengerjapkan kedua mataku yang kembali mulai panas. "Sepertinya kau sendiri juga tidak ingin aku tahu. Ah, tentu saja… aku hanya orang luar di tempat ini." Tiba-tiba aku benar-benar merasa sangat lelah.
"Cara... aku tidak ingin membuatmu merasa terbebani sebelum kau siap."
"Kau tahu? Aku masih belum siap saat ini." Tidak ada gunanya kami berbicara dengan keadaan seperti ini. Kupejamkan kedua mataku untuk meredam amarahku. Jantungku berdebar sngat keras di dalam dadaku seakan mengimbangi perasaanku saat ini.
"Cara—"
"Sejak kapan Jen tahu tentang werewolf dan hubunganku denganmu?"
Alex terdiam sesaat sebelum menjawabku, "Sejak ia menjadi mate Dane."
Bahkan Jen tahu sebelum aku. Selama ini Jen, Alex, dan semua orang yang kukenal berada di sisiku mengetahui semuanya…
Badanku mulai bergetar karena marah, kedua mataku yang terpejam sekarang terasa lebih panas. Kurasakan Alex mengguncang kedua bahuku dengan lembut. Nafasku mulai terputus-putus karena aku tidak bisa meredam amarah yang kurasakan.
"Cara! Apa yang terjadi?!" Guncangan tangan Alex mulai mengendur. Dari kejauhan sayup-sayup aku mendengar suara gemuruh menderu ke arah kami. Entah mengapa kedua mataku terasa semakin berat dan sulit untuk terbuka.
"Cara!" Alex mencoba menarik tanganku, kucoba kubuka kedua mataku dengan perlahan. Kedua mata Alex melebar ketika menatapku, sesaat aku melihat rasa ngeri dan tidak percaya di dalamnya.
Kemudian aku menyadari keadaan sekelilingku yang sudah berubah, kabut tebal menyelimuti jalanan sepi di sekitar kami, langit sore yang sebelumnya berwarna jingga sekarang berubah menjadi hitam pekat. Suara gemuruh sebelumnya sudah berhenti menjadi keheningan yang janggal. Aku tidak bisa mendengar suara apapun selain suara Alex dan detak jantungku yang berdebar keras. Apa yang terjadi?
"Cara, tidak—hentikan ini." Salah satu tangannya berusaha meraih untuk memelukku lalu ia mengerang kesakitan. Alex mengeluarkan umpatan sambil menyapukan tangannya ke wajahnya, saat itulah aku melihat darah di tangannya. Darah kental kembali mengucur dari hidung Alex, ekspresinya berubah teror ketika melihatku. Ia mengerang kesakitan lagi lalu meneriakkan sesuatu padaku tapi kali ini aku tidak bisa mendengarnya, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku.
Rasanya tubuhku seperti bukan milikku lagi. Aku bisa merasakan kemarahan seperti api yang membara di dalam diriku, bukan kemarahan milikku—tapi kemarahan milik seseorang yang berada di dalam diriku.
"Cara, hentikan, kumohon..." Tiba-tiba Alex berteriak di dekatku, tangannya menyentuh lenganku hanya sebentar sebelum akhirnya tubuhnya membungkuk di depanku sambil mengerang. Salah satu tangannya yang berlumuran darah kembali terulur ke arahku, berusaha untuk menyentuhku tapi sesuatu yang tidak terlihat menahannya.
Pikiranku dipenuhi oleh rasa panik dan rasa takut. Kukerahkan semua energiku untuk menggerakan tubuhku, tapi seberapa keraspun aku mencoba tetap tidak ada yang terjadi, aku masih berdiri di depan Alex yang mengerang kesakitan. Kurasakan setetes air mata panas keluar dari ujung mataku. Apa yang sedang terjadi? Aku dapat melihat genangan darah Alex di sebelah kakiku, rasa takutku semakin menjadi dan membuat dadaku sakit.
Hentikan!
"Alex?" suara yang keluar dari mulutku terdengar lain, suara ini lebih tinggi dan jernih daripada suaraku.
Alex masih mengerang kesakitan di depanku, seketika itu juga rasa panik menyelimutiku. Dengan putus asa aku berusaha berteriak, "Hentikan! Kumohon hentikan!" air mataku kini mengalir membasahi wajahku, suara yang berteriak barusan hampir terdengar seperti suaraku lagi.
Kabut di sekitar kami juga mulai memudar. Cahaya sore perlahan menembus menyinari sekitar kami lagi.
Tubuhku tersentak dengan cukup keras sebelum akhirnya aku bisa menggerakkan jari-jariku lagi. Dengan langkah gemetar kuhampiri Alex yang tersungkur di dekatku. Kedua matanya sekarang terpejam erat, dadanya bergerak naik-turun dengan sangat cepat.
"Al—Alex?" tanganku bergerak untuk menyentuhnya, lalu kudengar suara patahan yang nyaring di sekitar kami. Dalam beberapa detik perubahan mengerikan terjadi pada Alex, tulang-tulangnya menonjol seperti akan menembus kulitnya.
Hal selanjutnya yang kuingat adalah badanku yang terlempar sejauh satu meter. Seekor serigala besar berwarna coklat berjalan ke arahku. Serigala itu menyeringai marah, kedua mata keemasannya tertuju padaku.
Lalu aku tidak ingat apa-apa lagi.