Setelah aku sampai di rumah, Pandu benar-benar masih di sana. Bahkan dia masih mengenakan seragam yang dari kemarin ndhak ganti itu. Wajahnya tampak lesu dan panik, dan itu berhasil membuatku merasa iba karenanya. Melihatnya seperti ini, kok ya aku merasa telah menganiaya anak orang, toh.
"Juragan, katanya Ningrum sakit. Apa itu benar? Bagaimana keadaannya, Juragan? Apa itu karenaku?" tanyanya.
Aku hanya memandangnya, sementara Ningrum tampak memeluk tubuh Manis melihat ke arah Pandu takut-takut kemudian dia menundukkan wajahnya.
"Iya, dia semalam demam tinggi. Mungkin karena sangat katkutan denganku, dan ditambah juga sedari sore sampai malam dia tidur di lantai. Jadi, aku harus membawanya ke rumah sakit untuk melakukan pertolongan pertama...," jawabku. Pandu tampak diam, menundukkan wajahnya dalam-dalam. "Sudah makan kamu?" kutanya lagi. Pandu pun menggeleng.