"Lho, kamu kok marah, toh, Sayang? Aku kan ingin memberimu kejutan dengan memberi bunga. Kenapa kamu malah marah-marah denganku?" tanyaku yang masih ndhak terima.
Aku masuk ke kamar, sementara Manis sudah mendiamiku. Duh gusti, salah apa aku ini, sampai dia mendiamiku seperti ini. Hanya masalah bunga mawar saja, lho, dia sampai semarah itu. Apa benar kata Paklik Sobirin, kalau marahnya perempuan itu menular? Jika benar, amit-amit sekali, lebih baik aku ndhak berteman dengan Paklik Sobirin agar dia ndhak menularkan hal-hal buruk kepadaku.
"Tapi kasihan bunganya, Kangmas."
"Sayang, tanaman ini adalah tanaman liar. Dari pada aku ndhak tega melihatnya mati dengan sia-sia bukankah lebih baik kupetik? Nanti, kita bisa menaruhnya dibotol yang diberi air, agar dia awet sebagai hiasan kamar kita. Lagi pula, aku sudah mengambil beberapa pohonnya, agar kamu bisa menanamnya di taman rumah kita."