"Romo... Biung, maafkan aku."
Ya, maaf. Bahkan, beribu kali aku mengatakan maaf pun percuma, sebab beribu kali maaf itu kuucap benar-benar ndhak akan memiliki arti apa-apa. Sebab kurasa, kesalahanku kali ini adalah besar adanya. Aku telah dengan egois meninggalkan orangtuaku, aku telah dengan egois mencampakan mereka begitu saja. Dan aku dengan egois hidup bahagia sendiri, tanpa peduli debgan semua yang mereka rasakan.
Hancur, sedih, kecewa, dan sakit hati. Kurasa, orangtuaku telah merasakan itu semua karenaku. Dan kurasa, jika mereka ndhak memaafkanku adalah perkara yang sangat wajar adanya.
Tapi aku langsung terdiam, saat tangan kokoh itu mengelus kepalaku. Mengelus kepalaku dengan begitu lembut. Elusan yang selalu aku terima tatkala aku kecil dulu, dan elusan yang akan selalu kurindu bahkan sampai ajal menjemputku. Sebab bagaimanapun, elusan itu adalah elusan yang ndhak akan pernah digantikan oleh manusia mana pun di dunia ini.