"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Manis. Sembari mengelus lembut punggungku.
Ya, seperti inilah istriku. Selalu bisa menjadi sosok Biung yang paling mengerti aku, dan paling dewasa. Aku benar-benar merasa nyaman jika bersamanya. Benar-benar seperti telah menemukan jalan pulang.
Aku ndhak menjawab pertanyaan Manis. Entah kenapa dadaku mendadak terasa begitu sesak dan pengap. Bahkan untuk sekadar bernapas pun aku merasa ndhak bisa.
"Menangislah, kalau kamu merasa ingin menangis. Ndhak ada yang salah dari seorang laki-laki yang menangis. Ndhak akan pernah dianggap rendah, dan hina, toh?"