Pagi ini, Biung sudah bisa sekadar berjalan-jalan pelan mengitari rumah. Dan bahkan setelah dia mandi pun, dia langsung masuk ke kamar Rianti. Berpura-pura ndhak mendengar apa pun yang dikatakan Rianti waktu itu. kemudian dia memposisikan diri menjadi seorang Biung yang sempurna di dunia. Dia mengabaikan rasa sakitnya, dia mengabaikan rasa kecewanya. Rasa hancur yang telah diperlakukan seperti itu oleh putrinya sendiri. Namun sejatinya, aku juga paham. Jika apa yang diucapkan Rianti karena dia sedang emosi. Rianti juga sedang hancur. Yang ia butuhkan bukanlah kecaman dan hukuman dari apa yang telah diucapkan. Melainkan dukungan penuh dari keluarganya agar dia bisa bangkit.
"Kenapa kamu ndhak menemui adikmu?" tanya Romo Nathan, yang tahu jika aku memilih berdiri di depan pintu utama kediaman kami.