"Semangat benar bocah bedugul satu ini!" katanya, melotot ke arahku seolah-olah ia hendak memakanku hidup-hidup. "Apa manukmu itu sudah gatal ingin kelon, iya? Makanya ndhak sabar menunggu tahun depan?" lanjutnya.
"Manukku bakal karatan, Romo!" gerutuku. "Lagi pula, apa Romo ndhak pingin, toh, cepat-cepat menimang cucu. Kok ya hobi benar itu, lho, membuat kesal anaknya sendiri. Apalagi, Manis juga sudah setuju kalau pernikahannya itu lusa,"
"Tapi, apa boleh aku meminta sesuatu kepada kalian?" Manis kembali bersuara, sambil menebarkan pandangannya kepada kami. "Bisa ndhak kalau acaranya sederhana saja? Maksudku, hanya untuk keluarga saja? Bagaimana, ya, Romo, Biung... aku ini sudah ndhak punya siapa-siapa lagi, terlebih aku seorang janda. Libur kuliahku pun sangat singkat, jika acaranya dilakukan meriah, aku benar-benar khawatir dengan perkara yang lainnya,"