"Jadi, kapan Romo, dan Biung akan menikahkanku dengan Manis?" tanyaku. Pada suatu sore di dipan belakang rumah saat kami sedang berbincang bertiga. Tentunya dengan ditemani dengan mendoan anget-anget, ndhak lupa wedang ronde menjadi pelengkap yang sangat nikmat. "Sebelum Manis kembali ke Jakarta dan pasti dia akan bali ke sini lama lagi," dengusku lagi. Aku benar-benar ndhak sabar untuk menjadikan Manis sebagai pendamping hidupku, agar aku ndhak lagi melakukan dosa-dosa yang malah semakin bertambah runyam. Lebih-lebih aku takut, kalau sampai Arjuna juniorku akan jadi lagi, sebelum Manis kuperistri.
Tapi lihatlah mereka, tampak tenang dan mengabaikannku. Ini benar-benar membuatku kesal. Apa mereka ndhak mau, toh, melihatku bahagia dengan menikahi Manis? Atau malah mereka sengaja membuatku sengasara seperti ini? Atau jangan-jangan mereka ingin aku melakukan dosa lagi? Jika iya, maka aku akan dengan senang hati melakukannya. Toh, bagiku itu nikmat.