Keesokan harinya, Ayu membahas penemuan surat wasiatnya kepada teman - temannya. Mereka langsung menghubungi keluarganya masing - masing untuk dimintai pendapat orang dewasa yang lebih mengerti mengenai hukum. Apalagi sekarang mereka berhati - hati dalam bertindak, untuk menghindari perkara persidangan yang berujung kekalahan yang telah dialami oleh Kakek Xinxin.
Namun karena mereka menyayangi Ayu bagaikan anggota keluarga, maka mereka semua berkonsultasi kepada seorang pengacara handal dari luar kota yang tidak mengenal pamannya sehingga tidak berpihak kepada bibinya maupun suami barunya yang merupakan pengacara juga.
Hasil konsultasinya bahwa surat yang ditemukan Ayu belumlah sah dimata hukum karena tidak ada tanda tangan pemberi wasiatnya dan tidak tahu apakah ada saksi dan notaris ketika pamannya menuliskan surat wasiat bertuliskan tangan ini. Sedangkan surat wasiat yang diprint dan ditandatangani oleh pamannya, berkekuatan hukum karena ada tanda tangan pamannya, ada saksi dan notarisnya sehingga akan sulit diperkarakan di meja persidangan. Oleh sebab itu, Ayu harus mencari dan menemukan notaris yang dulu mengurusi surat wasiat pamannya itu dan saksi lainnya selain pengacara dan notaris itu karena saksi haruslah minimal 2 orang (notaris tak terhitung).
Siapakah saksi lainnya itu? Ayupun tak tahu karena ia hanya melihat sekali surat wasiat hasil ketikan komputer itu. Sewaktu pembacaan surat wasiat oleh pengacara itu, ia tidak mendengar secara seksama detailnya karena pikirannya sedang kacau saat itu.
Apabila menanyakan kepada pengacara yang dinikahi bibinya ini, maka sudah jelas mereka tidak akan mendapatkan jawabannya karena pengacara itu bersekongkol dengan bibinya, malahan mereka akan curiga dan tahu bahwa Ayu menemukan surat wasiat bertuliskan tangan pamannya ini. Satu - satunya jalan yaitu Ayu harus diam - diam mencuri surat wasiat palsu itu dan mengetahui siapa saksi dan notarisnya. Ia menebak bahwa surat wasiat palsu itu berada antara kamar tidur bibinya atau di kantor pengacara suami bibinya itu.
Masih ada sedikit harapan walaupun akan sulit dilakukan karena kamar tidur bibinya selalu dikuncinya dan kantor pengacara paman tirinya itu berada di gedung Lippo Kuningan yang dijaga ketat oleh penjaga, orang tak berkepentingan tidak dapat memasuki gedung ini.
Maka mereka dibagi tugas, tugas Ayu mencari surat wasiat palsu di kamar bibinya sedangkan orang tua Aminah yang akan pergi ke gedung Lippo Kuningan dengan alasan konsultasi perkara hukum, tapi biaya konsultasinya akan ditanggung oleh kakek nenek Xinxin.
Hal ini disebabkan karena bibi dan paman tiri Ayu kenal kakek nenek Xinxin sewaktu perkara persidangan itu, dan ibu Kirana pernah menghadiri dan jadi saksinya sehingga takut mereka mengenalinya. Sedangkan bibi dan paman tiri Ayu belum pernah bertemu dengan orang tua Aminah dan mereka bersedia membantu Ayu secara sukarela demi mendapatkan keadilan bagi Ayu sang sahabat anaknya di sekolah.
Rencanapun disusun, lalu seminggu kemudian orang tua Aminah menemui pengacara tiri Ayu di kantor firma hukumnya di Lippo Kuningan. Mereka berkonsultasi mengenai masalah ijin usaha konveksi dari tekstil yang sebelumnya mereka hanya berjualan pakaian jadi di Thamrin City sekarang mereka merambah usaha konveksi tekstil (industri membuat pakaian dari kain tenun/rajutan lalu dipotong, dijahit sehingga siap pakai seperti kemeja, celana, rok, kebaya, pakaian olahraga, dsb). Karena mereka belum berpengalaman dalam usaha konveksi tekstil itu, maka mereka perlu konsultasi beberapa kali.
Dilain pihak, Ayu berusaha memasuki kamar bibinya namun tak pernah berhasil karena kamarnya selalu dikunci apabila bibi atau paman tirinya tak ada di rumah. Hingga suatu hari bibinya lupa mengunci pintu kamar ketika ia buru - buru berangkat bersama anaknya Liza ke sekolah. Disekolahnya sedang ada acara pertemuan orangtua murid.
Ayu yang melihat itu tersadar saat yang ditunggu - tunggu telah tiba sehingga ia sengaja tidak berangkat sekolah pagi itu demi mencari surat wasiat palsu di kamar bibinya. Sejam lamanya Ayu mencari tiap sudut kamar bibinya seteliti mungkin, tapi surat itu tak ditemukannya. Dengan perasaan frustasi akhirnya ia menyerah, membereskan kembali barang - barangnya seperti semula.
Lalu berangkat ke sekolah walaupun telat dengan alasan tadi sakit perut hingga harus ke toilet berkali kali pagi harinya jadi telat ke sekolah. Karena Ayu murid teladan yang tak pernah nakal dan ekspresi lemas yang ditunjukannya seperti orang yang habis sakit diare, guru yang mengajarpun mengasihaninya dan tidak menghukumnya atas keterlambatan sekolah.
Secercah harapan yang ditunggu - tunggupun akhirnya datang juga. Suatu kali pertemuan, paman tiri Ayu sedang berada di luar dan belum kembali ke kantor firmanya sedangkan mereka sudah menjadwalkan temu janji yang ditentukan, mereka disuruh menunggu di ruangannya oleh sekretaris paman tiri Ayu. Ketika ada kesempatan, mereka segera bertindak mencari tiap rak lemari dan meja kerja di ruangan itu hingga akhirnya ditemukanlah fotokopi surat wasiat palsu itu. Di berkas lampiran itu tercantum nama - nama saksi dan notarisnya. Segera mereka lipat berkas surat itu lalu dimasukan ke dalam tas ibunya Aminah. Lalu buru - buru mereka membereskan ruangannya seperti semula hingga tak menimbulkan kecurigaan.
5 menit kemudian paman tiri Ayu datang, tanpa mengetok pintu, pintu langsung dibuka. Paman tiri Ayu langsung duduk di kursinya dan berkata "Maaf telat, persidangan kasus lainnya ternyata menyita waktu. Apakah kalian sudah menunggu lama?" tanyanya.
"Oh tidak, tidak lama kok" dengan gugup ibunya Aminah menjawab, karena didalam hatinya jantungnya berdegup kencang, takut perbuatan mereka tadi diketahui oleh orang yang bersangkutan.
"Ada apa?" tanya paman tiri Ayu sambil lalu tanpa curiga, pergi mengambil air minum karena pikirannya terpusat dengan cuaca luar yang panas dan tadi habis lari ngejar waktu agar tidak telat pada pertemuan dengan klien sehingga kehausan.
Demi menutupi kecurigaan terhadap istrinya yang gugup dan tak bisa berbohong, ayah Aminah berkata "Sebenarnya pertemuan ini kami mau menyampaikan bahwa permohonan uang pinjaman kami ke bank untuk buka usaha konveksi ini, tidak dikabulkan oleh bank. Pihak bank meragukan kami dapat membayar uang angsuran banknya tiap bulan hingga lunas bertahun - tahun lamanya. Padahal sebelumnya mereka awalnya bilang tak masalah, tapi sekarang entah kenapa mereka menolaknya secara sepihak. Sehingga kami dengan terpaksa menghentikan konsultasi ini" jawab Ayah Aminah dengan lancar dan raut muka seakan - akan kecewa terhadap putusan bank.
"Oh begitu. Sayang sekali ya. Tapi maaf, biaya konsultasinya tak dapat dikembalikan" komentar paman tiri Ayu tanpa rasa ada simpati atas penolakan pinjaman bank.
"Tidak apa - apa, kami sudah menyita banyak waktu Saudara Pengacara. Walaupun akhirnya terpaksa berhenti di tengah jalan" jawab Ayah Aminah.
"Waktu bagi pengacara sangatlah penting. Untuk tidak menyita waktu lebih banyak lagi, kami permisi dulu. Terima kasih atas kerjasamanya" ucap Ayah Aminah yang berdiri dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan paman tiri Ayu.
"Terima kasih juga atas kerjasamanya. Semoga sukses usaha berdagangnya" kata paman tiri Ayu berbasa basi. Mereka berjabat tangan, dan orang tua Aminah keluar gedung. Ketika melajukan mobil, mereka menghubungi kakek nenek Xinxin dan ibu Kirana untuk berkumpul di sekolahan putri mereka.
Pada saat jam istirahat, mereka berkumpul di restoran di luar sekolah. Sebenarnya siswa dilarang keluar sekolah walaupun pada saat jam istirahat karena tersedia kantin sekolah. Namun orang tua Aminah dan Kirana serta Kakek Nenek Xinxin meminta izin kepada penjaga sekolah untuk keluar sebentar, maka mereka diperbolehkan pergi sebentar pada saat jam istirahat. Di restoran dekat sekolah, mereka membaca dan membahas surat wasiat palsu itu. Akhirnya diputuskan bahwa Kakek Xinxin menyewa jasa detektif untuk menemukan alamat para saksi dan notaris di surat wasiat itu.
Tiga bulan kemudian, akhirnya terdapat jawaban dari detektif itu bahwa saksi yang disebutkan, yang satu sudah meninggal akibat penyakit yang dideritanya, saksi lain menghilang tak ada jejak. Sedangkan notaris yang mengurusi perubahan nama kepemilikan surat wasiat dari paman dan orang tua Ayu sudah meninggal juga akibat kecelakaan lalu lintas. Sehingga harapan lenyap sudah, hanya tersisa sang pengacara yang tak lain paman tiri Ayu yang bersekongkol dengan bibinya dan tak mungkin mau mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya.
Agar tak padam harapan mereka, ibu Kirana memberikan pendapatnya "Bagaimana kalau kita sewa detektif lagi untuk menemukan keluarga Ayu di Rusia? Setelah menemukannya, maka mereka berhak mengajukan hak asuh atas Ayu".
"Wah.. ide bagus itu" ibu Aminah menyetujuinya.
"Ya ya ide yang bagus" setuju kakek nenek Xinxin. Semuanya pun menyetujuinya.
Akhirnya mereka menyewa detektif kembali untuk menemukan saudara ibunya Ayu di Rusia karena Ayu tidak tahu nomor telp mereka dan alamat mereka, hanya tau keluarga Duschenka saja dari nama akhirnya dari nama keluarga ibunya karena sang Ayah yang merupakan keturunan urang Sunda yang tidak ada nama keluarga yang diturunkan turun temurun, maka anak - anak mereka diberi nama keluarga dari pihak ibunya. Sedangkan paman Ayu walaupun sama - sama keturunan urang Sunda tapi sang paman ingin nama anaknya ada selipan bagian dari namanya seakan - akan nama marga keluarga.
Sang detektif demi menyelidiki kasusnya, ia terbang menuju Rusia, semua biaya detektif di akomodir oleh keluarga Xinxin yang kaya raya pemilik toko perhiasan.
Anak sulung malah sakit gigi disaat ky gini. Ga berani ke dokter gigi, jd cuma minum obat pereda nyeri. Gara2 takut ketularan dari peralatan dokter gigi, walaupun dibersihin dl sblm dipakai.Tp gak tau bersih/gak dr virus/kuman. Berdsrkan penelitian di Amrik, corona msh bs hidup 4 jam di logam,24 jam di kardus/karton,sdgkan stainless/plastik 3 hari. Apalagi klo ciuman dgn penderita virus,lgsg tertular. Jd sebaiknya reader puasa ciuman dl ya walaupun dgn pasangannya, kita ga tau tertular/gaknya