Mobil melaju ke Bandara Hang Nahdim, selama itu pula tidak ada percakapan! Emang apa yang perlu dibicarakan dengan manusia seperti dia! Terlebih ia sukses membuat ku ketakutan! Dan mengingat nanti malam aku kembali 1 ranjang dengan nya rasanya aku benar benar takut ia akan memperkosa ku! Tidak pernah aku kira kalau ia bisa juga melihat ku sebagai wanita! Karena sebelum nya jangan kan menyentuh ku. Bicara saja perlu perantara. Aku yakin ia hanya menggertak ku! Asli nya dia tidak akan pernah bernafsu dengan wanita seperti aku!
Sedari tadi telepon ku sudah penuh isi chat dari J, Nita dan Susan. Aku terlalu sibuk mengurusi mental ku sampai melupakan mereka semua.
" Bisakah kamu mengangkat nya! Berisik sekali" Bentak Devan tidak hanya aku tapi juga Deni,supirnya di depan sana.
" Jadi boleh aku mengangkat nya? Tanya ku sekali lagi.
Devan membuang muka ke jendela! Mengusap wajah nya dengan kasar. Pertanyaan ku terdengar tolol baginya.
Jadi itu aku anggap iya.
Lalu ku angkat saja telepon dari J.
" Alena.. Kenapa susah sekali menghubungi mu! Apa kamu baik baik saja?" Tanya nya disana, terdengar cemas.
" Ya aku baik! Sorry ga bisa menemui mu! Bagaimana keadaan mu ? Apakah luka nya membaik?"
" Aku merasa tidak baik Alena! Bisa kamu menemui ku?"
Ini terdengar seperti rengekan yang menuntut. Kasian sekali J. Luka nya pasti semakin parah. Masih teringat jelas bagaimana tongkat itu memukul keras lutut nya, sobekan di wajah nya. Oh J.. Maafkan aku!
" Aku akan kesana tapi tidak sekarang.. , nanti aku hubungi lagi.. Ya.. " Kututup telepon dengan rasa sedih yang mendalam. Bahkan gigitan bibir ku tidak berasa sama sekali.
" Kamu sudah janji patuh kan! Suara tinggi ini membangunkn ku dari lamunan, bahkan Deni merem mendadak karena kaget lagi.
Kulirik ia, aku salah apa lagi!
" Ya aku akan patuh! "
" Lalu tadi! Kenapa masih saja berhubungan?"
" Siapa? Tadi? Bukan nya anda yang meminta saya mengangkat nya?
Devan malah terlihat marah aku menjawab nya.
" Aku mencoba patuh, jaga sikap dan mengikuti point point di perjanjian itu! Jadi kamu tenang saja. Nama mu tidak akan tercoreng lagi. Tidak tersangkut paut lagi. Tapi tidak hubungan ku dengan orang lain! Selama orang orang tidak tau! Kamu tenang saja...tidak ada lagi video seperti kemaren. Nama baik mu aman" Cicit ku kesal membuang muka ke jendela sulit sekali bersikap manis didepan pria ini. Emosi ku selalu naik dratis.
" Heh.. Kalian memang pasangan yang serasi! Sama sama busuk"
Aku berpaling mehadap kearah nya.
"Plak"
" Siapa yang busuk? Aku dan siapa? Jordan? Emang dia kenapa? Kamu kenal dia? Dia sebusuk apa?" Cecar ku sangat marah. Bahkan ingin aku tampar sekali lagi wajah nya. Aku tak tau kenapa tangan ku langsng menampar nya.
Devan menatap ku buas.
" Menepi Den... Dan kamu keluar" Perintah Devan dengan amarah yang tertahan.
Deni menghentikan mobil itu, ia juga langsung keluar.
" Kamu mau tau siapa Jordan?" Tanya Devan lagi.
" Cih.. Kamu bahkan lupa dengan dia kan! Aku kasih satu kunci!" Devan maju dan memojokkan ku ke sisi kursi.
Mata nya mengunci mataku.
" Dia.. Pria busuk yang harusnya mati dikecelakaan itu! Dan.. Dia.. Tidak seharusnya ada disini.. " Telunjuk Devan menunjuk dadaku! Tepat nya letak jantung ku.
Perkataan nya masih membingungkan kan. Siapa dia. Aku? Apa yang dia maksud itu aku atau...
Kenapa jantung ku terasa sakit.
Sepintas ada bayangan lagi. Kulihat aku yang dimasa itu di larikan ke rumah sakit, wajah ku sangat pucat dan orang yang mengantar ku itu Papa. Wajah nya sangat ketakutan. Hingga tak jauh dari sana ada keributan lagi. Orang orang berpakaian putih berlarian menyambut pasien baru yang tampak kritis. Ada dua. Dan tampak darah ikut mengejar bangkar itu.
Jiwa ku saat ini seperti hantu yang bisa ditembus.
Kulihat wajah kepanikan dari para medis. Seorang pasien itu sepertinya baru mengalami kecelakaan hebat. Tubuh tak bergerak dan saat melewati ku. Kulihat wajah nya yang tersirat darah segar. Nafas ku rasanya berhenti. Aku mengenali wajah pria itu. Dia Jordan. Jordan pada masa itu lalu bayangan anak laki laki ditengah lapangan basket itu dan yang berantem dengan ku di depan sekolah itu dia! Wajah nya jelas sekarang. Wajah yang sama dengan pasien kecelakaan ini.
Lalu di belakang nya juga ada pasien lain yang sama laju nya di dorong. Tangan nya sampai jatuh. Kulihat gelang yang sangat familiar. Ada inisial AD. Aku tunggu bangkar itu dengan firasat tak enak. Disana kulihat seorang gadis dengan rambut panjang, kulit nya putih sangat pucat terbatuk beberapa kali mengeluarkan darah segar. Wajah gadis ini...
" Devi..." Lutut ku gemetar menyebut nama itu. Dia Devi gadis yang mengalami kecelakaan ini dan wajah ini yang ada disaat aku dan dia menonton pertandingan basket Jordan masa sekolah, jadi yang mendonorkan jantung baru ini Devi?? Sahabat ku juga mantan tunangan Devan!!
Hingga kejadian itu lagi lagi seperti rollercoaster. Kepala ku sakit sekali sampai aku berteriak kencang dan menggigil.
Apa yang terjadi pada ku? Apa yang salah dengan ku! Kenapa kenangan ini muncul? Dan kenapa aku melupakan nya.
Nafas ku sesak. Sampai sampai sampai di depan ku ini seprti mau roboh. Hingga pandangan ku semakin gelap. Aku pingsan saat itu juga.
*
Saat aku membuka mata yang pertama aku lihat adalah Mbok Wiss.
Kepala ku sakit sekali sampai mendengung.
" Ya ampun cah ayu.. Jangan gerak dulu... , pelan pelan sini mbok bantu.." Kata wanita ini memapah ku lalu memberi ku segelas air. Kulihat aku berada di kamar Devan.
" Apa yang terjadi dengan saya Mbok?" Tanya ku mencoba menekan bagian tengah kening ku.
" Nyonya pingsan. Jadi di bawa pulang" Jawab Mbok Wiss.
Aku ingat bagian itu, aku pikir aku akan di buang di pinggir jalan sama Devan tapi ternyata dia masih punya sisi kemanusian.
Sesaat aku diam. Mengingat lebih lagi. Detak jantung ku berdenyut! Jantung Devi? Bagaimana bisa aku memiliki jantung Devi? Apakah aku menerima nya saat malam ia menghembuskan nafas terakhir. Kenapa ingatan ku hanya sampai itu.
" Mbok ini jam berapa?" Tanya ku.
" Sudah malam nyonya! Di ruang makan ada Ibu juga Den Dave sama Tuan Devan! Apa saya kasih tahu mereka cah ayu sudah bangun?"
" Ga usah mbok"
Mbok Wiss menurut dan kembali duduk memijit jari ku.
" Mbok Wiss, ikut sama keluarga Devan sejak kapan?"
" Udah lama sekali Nyonya! Waktu mereka masih bocah! Mereka lucu sekali nyonya apalagi kalau Den Dave kambuh jahil nya. Pasti ujung ujung nya mereka bergulat.
" Dave? Itu sodara nya Devan yang paling kecil apa paling besar?" Tanya aku penasaran.
Mbok Wiss memandang ku singkat, tapi kayak prihatin.
" Den Deva adik nya Tuan. Mereka hanya selisih 3 tahun" Perjelas Mbok Wiss lagi
Aku hanya mengangguk angguk. Setidak nya informasi ini membantu ku bersandiwara di depan keluarga Devan!
"Oh.. Nyonya saya permisi dulu" Mbok Wiss lalu permisi, beliau tidak biasanya pergi terburu-buru begitu. Seperti ada yang disembunyikan saja.
Tapi ngomong ngomong tentang serpihan ingatan ju tentang J juga belum jelas, kalau memang kita saling mengenal kenapa ia tak mengingat ku! Ah aku lupa dia juga hilang ingatan karena kecelakaan itu kan.
Aku terdiam.
Hilang ingatan, sepintas aku ingat bisikan nya tadi malam tentang permintaan nya. Ia meminta ku mengingat nya. Jadi..
Apa aku wanita itu?
Aku segera bangun dari sana. Mengambil ponsel dan memasukan nya dalam tas.
Saat aku keluar dari kamar itu, kulihat ada pria yang belum pernah aku lihat. Tinggi nya kurang lebih Devan. Rambut nya agak botak tapi masih ada rambut nya. Mirip seorang prajurit apalagi posturnya, tapi tetap terlihat maskulin.
Jadi itu Dave? Adik Devan.
" Hey kucing liar" Panggil nya entah pada siapa. Aku mengabaikan nya tapi pemuda ini lantas mempercepat langkahnya dan langsung menarik ku kepelukan nya.
" Ya ampun kucing liar! Kenapa loe jadi wanita begini!!! Ooh beruntung sekali Devan itu ya!! Sukses sekali dia melempar gue militer di luar sana untuk menjauhkan kita" Katanya sambil mengurai pelukan kami dan memutar mutar badan ku seenak jidat hingga berhenti didepan nya lagi, kepala ku jadi pusing karena nya.
" Hey.. Kenapa melihat gue begitu. Oh.." Ia menepuk jidat nya sendiri dengan keras.
" I know ... Apa amnesia loe belum sembuh juga..! Ooh.. Sayang sekali padahal kita dulu itu sering main domino di pos ronda! Ingat tidak??
Katanya sambil tertawa heboh sendiri.
" Kamu mengenal ku? Kita sering main Dave??" Tanya ku balik tidak percaya. Ia lalu merangkul sambil menggiring ku menuju arah halaman belakang disana ada kolom renang besar.
" Bahkan Devan juga tidak menceritakan hubungan kita ya? Hah dasar pria curang. Gue mau di hapus di memori loe.. ! Liat aja nanti gue pitak kepala nya"
Aku hanya tertawa garing mengikuti tawa nya yang heboh sendiri, walau agak risih di rangkul sok akrab begitu sama dia. Dia yang katanya teman ku! Ini membuktikan kalau aku memang melupakan banyak hal.
" Seperti nya aku lupa beberapa hal saja Dave! Aku ingat kok sama kamu! Devan beberapa kali bahas! " Kata ku biar terdengar aku dan Devan sering berbagi kisah.
" Benarkah! Bagus kalau begitu! Oh.. Kata nya tadi loe pingsan? Bagaimana keadaan loe?"
" Udah ga papa, cuman kurang darah saja" Jawab ku lagi lagi berbohong.
Lantas pipi ku di cubit gemas dan di tarik tarik seperti Marshmello!
"ya ampuuu Alena... Kucing liar gue! Sumpah gue kangen banged sama loe..."
Sekali lagi Dave memeluk ku gemas sampai rasanya tubuh ku seperti di apit truk besar.
" Eheeem" Suara lain membuat kami menoleh. Secepat kilat kudorong Dave.
Disana ada Devan dengan seorang wanita setengah baya, mertua ku.
" Sorry Bro! Gue terlalu senang ketemu kucing gue yang ilang! Jadi ga papa ya bagi bagi peluk dikiit" Comeh Dave yang sangat jauh berbeda sifat nya dari Devan.
Aku segera menghampiri mertua ku. Bersalaman dengan manis, setidak nya aku masih tau sopan santun pada orang tua.
" Apa kabar Mami? Senang sekali bisa ketemu Mami" Kata ku lalu memeluk wanita bermata empat ini yang rambut nya sudah banyak putih nya.
" Baik sayang, kata Devan kamu sakit ya?? Mami ga sabar mau liat kalian! Sudah hampir 2 tahun kalian tidak kembali.." Kata Mami terdengar bersahabat dan seperti nya dia menyanyangi ku.
Dari dulu aku tidak pernah dapat kasih sayang seorang Ibu merasakan diperhatikan seperti ini rasanya aku ingin menangis.
" Iya mi, cuaca ekstrem.. Jadi sering flu" Jawab ku memperkuat alasan Devan. Walau sepenuhnya benar karena aku kecelakaan waktu itu.
" Kenapa bisa begitu! Kamu harus jaga kondisi mu sayang! Devan.. Bagaimana inu? Istri ga dikasih vitamin???" Omel Mami langsung kearah Devan, aku tidak mengira saja kalau Mami langsung menegurnya. Bisa bisa aku kena maki lagi ini sama Devan.
" Wah bang.. Bagaimana sih! Ngurus istri!! Kalau ga kuat sini kasih ke gue aja" Gurau Dave langsung mendapat pukulan sama Mami. " Duh Mami! Dave kan cuman bercanda! Liat noh. Si Devan. Sifat kaku nya ga berubah rubah..., heran Alena kok mau sama tuan robot ini??"
Aku sukses ketawa mendengar nya. Benar sekali sebutan untuk Devan. Ternyata bukan hanya aku menilai nya begitu. Devan melihat ku tidak suka. Saat itu juga aku diam berhenti menawakan nya.
Sekali lagi Mami memukul Dave yang ngomong nya ceplas ceplos. Mirip seseorang dan itu aku! Mungkin benar kami dulu teman. Mungkin dia yang dulu nularin virus ceplas-ceplos itu.
" Kalian baru sampai! Apa Mami mau istirahat? Tanya Devan sama sekali tak tertarik dengan gurauan saudara nya.
" Iya sih. Mami rada pegal juga! Apa Mbok Wiss masih kuat ngurut ya.. Mami mau dong di urutin Mbok Wiss.." Ujar nya menepuk punggung berkali kali.
" Aah saya bisa kok urutin mami.." Kata ku berinisiatip semoga tuan robot ini bisa kasih nilai plus..
" Hah masa sih Len? Bukan nya loe bisa nya nyakar orang??" Ledek Dave disana.
" Oh ya gitu ya! Nyakar Dave aja kalau gitu mau??"
Dave melolong menyerupai banci, menggelikan tapi humor nya bisa bikin aku dan Mami ketawa.
" Gimana Mi! Alena sering pijat Devan! Pijatan Alena enak ya kan Dev? Aah sayang..." Aku mengendik ke arah Devan yang buru buru mengiyakan. Habis ini rasanya mau kumur kumur deh nyebut Devan sayang? Ya ampun mimpi apa aku sampi harus sandiwara seperti ini
" Ya udah kalo kamu ga capek! Mami juga mau ngerasain di pijat menantu" Kata Mami menyambut tangan ku. Lalu ku giring beliau masuk kedalam. Seperti nya aku harus bertemu J lain waktu.
Aku baik sama Mami bukan pura pura atau mau cari muka semua nya natural saja kecuali tentang keharmonisan hubungan ku dengan Devan semua itu baru bohongan. Sebisa mungkin aku membuat Mami mengira kami suami istri yang kompak.
Lagi pula! Mami memperlakukan sangat baik! Bonus juga buat ku bisa dapat perhatian dari Mami dari aku yang tidak pernah dapat kasih sayang Ibu!