Sekumpulan prajurit berdatangan, mereka membentuk lingkaran yang mengitari makhluk bersayap merah juga seorang gadis yang terdiri diam sambil terus berusaha menutupi tubuhnya yang setengah telanjang itu.
Sekumpulan prajurit itu mengacungkan senjata mereka pada dua sosok yang mereka tahan dalam posisi lingkaran bulat sempurna itu.
"Beginikah rasa terima kasih kalian setelah aku memperbolehkan kalian bersenang-senang dengan gadis-gadis di sini." ucap sosok yang menyerupai Elf merah itu, suaranya halus namun penuh penekanan.
"Diam Monster." hardik seorang prajurit, ia menggunakan senjata tombak yang telah terancung tepat di depan mata sang Elf merah. "Kau berhianat pada Raja."
"Ah, manusia-manusia menyebalkan." Elf merah itu memutar lehernya ke arah Monster besar yang masih menikmati makanannya, memakan gadis-gadis persembahan yang memang diperuntukkan untuknya.
"Tuan, apa boleh sekarang aku membunuh manusia-manusia ini?" Tatapan Elf merah itu bukan asli tertuju pada monster besar itu, melainkan pada sosok lain yang bersembunyi di belakang monster besar itu.
"Ritual ini sudah selesai, jadi lakukanlah sesukamu." Aksen berat dengan nada yang begitu dingin, membuat siapa saja yang mendengarnya merinding ketakutan.
Sosok Elf merah itu terseringai mengerikan, kedua sayapnya dikepakkan hingga membuat kedua kakinya menjutai, dia terbang tapi tidak terlalu tinggi. Kemudian sang Elf merah itu terbang dengan begitu cepat, mengitari selaras dengan bentuk lingkaran para prajurit-prajurit itu, lalu dia kembali di tempat posisi awalnya, dan kembali menginjakkan kakinya di lantai istana, sedetik kemudian, semua prajurit di sana mati dengan tubuh mereka terbelah menjadi dua.
Sang Elf merah tertawa ria, jari-jarinya yang panjang berlumuran darah dia jilat penuh kepuasan. Sampai setelahnya, bola mata merahnya melirik ke arah gadis yang begitu ketakutan.
"Aku hampir melupakanmu." Tatapannya tajam dan ia mulai mendekat. "Kau ingat dengan wujud manusiaku? Kau terus memukulku waktu itu. Sekarang biarkan aku membalasnya dengan mencabik-cabik tubuhmu." Dia tertawa lepas yang menggema seisi ruangan istana.
Alviena sendiri terdiam ketakutan, dia sama sekali tidak bisa bergerak, ketakutan yang ia rasakan amat begitu mengerikan hingga membuatnya lupa bagaimana cara menggerakan tubuh. Tanpa bisa melakukan apa-apa, Alviena hanya bisa terdiri diam seraya terus menutupi tubuh bagian atasnya dengan lengan. Pikirannya kosong, dia sama sekali tidak bisa mengingat apa-apa selain percakapan sewaktu di alam bawah sadarnya. Ya, bagaimana pun sekarang nyawanya tergantung pada sosok hitam berbentuk bulat yang menyebut dirinya sebagai, Dark.
"Kau akan melindungiku kan?" ucap Alviena pelan.
"Aku tidak suka dengan cara bicaramu." imbuh Dark, memberitahukan. "Tanpa diberitahu pun, aku pasti melakukannya."
Hanya dengan sekejap saja, Dark telah muncul di depan wajah Elf merah itu.
"Jangan melupakan aku, jelek." ucap Dark diberangi dengan kebiasaannya yang menyeringai lebar.
Melihat makhluk kecil berbentuk bola yang tiba-tiba muncul di depan mata, membuat Elf merah itu terkejut, namun kemudian ia kembali tertawa. "Makhluk kecil sepertimu ingin melawanku! Jangan bercanda."
Elf merah itu hendak langsung mencakar, namun terkejut ketika mendapat sambutan dari mulut lawannya yang begitu elastis, membuka sangat lebar dan langsung melahap Elf merah itu secara utuh.
"Sial, sudah aku duga Elf merah sama sekali tidak enak." gumam Dark, lalu memuntahkan tulang belulang dari Elf merah itu. "Bahkan tulang mereka tak layak untuk dijilat."
Lolos dari situasi tegang itu, sama sekali tidak membuat Alviena tenang. Karena apa yang barusan dia lihat, jelas Dark adalah yang paling harus dia waspadai. Ditambah sosok monster besar yang menyerupai iblis dengan tubuh gelapnya itu masih ada di sana.
Aura mencengkam, tiba-tiba melingkupi seisi ruangan istana itu. Bayangan kegelapan yang begitu pekat menguar dari sosok yang bersembunyi di belakang bayangan monster besar itu. Melingkupi seluruh area istana.
"Perasaan apaan ini?" Dark terbang, mendekat ke belakang monster besar itu. Dan di salah satu sudut itulah Dark melihatnya.
"Aku tak menyangka, jika ada manusia yang dapat menyimpan energi kegelapan sepekat ini."
Sosok di sana adalah Arma Agalta, dia berdiri begitu tenangnya. Arma menggunakan jubah hitam panjang yang membaluti dirinya sampai ujung kaki. Dia tersenyum dan melangkah mendekat kepada Dark.
Alviena hampir tak bisa merasakan detak jantungnya ketika sosok itu keluar dari bayangan kegelapan si monster besar berupa iblis itu.
Sosok lelaki yang sangat tampan seperti malaikat tapi matanya hitam gelam, tidak begitu kontras dengan bula mata gelapnya, dan riap-riap rambutnya yang sedikit keluar dari tudung hitamnya memberikan kesan misterius juga hawa yang sangat mencekam.
"Sungguh sebuah keberuntungan dapat bertemu dengan dua Penguasa Kegelapan." Arma berucap dengan mata hitamnya yang mengintimidasi. "Apa kau mau bergabung denganku?"
Arma mengulurkan tangannya ke depan Dark. Ini sama seperti memberikannya makanan. Tapi entah mengapa Dark sama sekali tidak berani untuk menggigit tangan di depannya itu atau bahkan menyentuhnya. Kegelapan dalam diri Arma begitu kuat, kebencian dalam dirinya telah membekukan hati, dan dendam yang kian berkecamuk bersemayam di hatinya terus menambah kegelapan pada dirinya
Seharusnya itu adalah sesuatu yang disukai. Manusia dengan sisi kegelapan akan sangat bagus untuk membangkitkan kekuatannya. Tapi Dark meyakini kalau lelaki di depannya itu tidak lebih baik dari Elf merah atau mungkin lebih buruk.
Tak hayal gigi-gigi Dark bergemelutuk, dia sedang tertawa, berusaha menyakinkan kalau dia lah sang kegelapan.
"Sayang sekali aku bukan boneka, seperti kakakku."
Sejak tadi makhluk besar itu sama sekali tidak peduli dengan suara apapun, ia hanya terus memakan korbannya tanpa memperdulikan hal apapun. Tapi ketika Dark memanggil makhluk besar itu dengan sebutan 'kakak', dia merespon.
Makhluk besar itu menundukan tubuhnya hingga membuat mata merah bernyala meraka saling bertemu. Mata mereka tidak serasi dalam hal bentuk. Itu jelas, karena mata Dark hanya terlihat seperti titik merah kecil, berbanding balik dengan kakaknya yang memiliki mata menyerupai manusia dengan ukuran besar serta sorot tatapan yang sangat tajam.
Namun, Dark sama sekali tidak peduli dengan itu. "Yo, kakak, jadi seorang budak lagi." suaranya pelan namun jelas meremehkan. "Terlebih seorang manusia yang mengendalikanmu. Apa kau sudah menjadi begitu lemah, kakak?"
Tak ada tanggapan dari si monster besar itu, tetapi jelas sekali jika monster besar itu sekarang begitu marah. Dia seperti mengaum bak singa. Hingga membuat istana seperti berguncang diterka gempa, puing-puing bangunan di sana berjatuhan, hampir pula merobahkan tiang penjaga atap kerajaan yang posisinya sekarang sedikit miring.
Alviena hanya bisa bersingkuk sambil berusaha terus menutupi dadanya, dan berharap puing yang berjatuhan itu tidak mengenai dirinya.
"Bukankah kau juga boneka yang dikendalikan oleh gadis itu?" gumam Arma halus, masih mengulurkan tangannya.
"Haha." Dark tertawa sekeras mungkin. "Jangan salah paham." Dark terbang mendekat ke Arma, bukan untuk menerima uluran tangannya tapi untuk meletakkan wujud bulatnya tepat di depan mata Arma. "Aku lah yang mengendalikan gadis itu." tukasnya dengan senyuman selebar mungkin.
Arma hanya menatap tenang sosok di depan matanya. Tangannya yang terulur, ia gerakkan untuk menangkup makhluk di depannya itu. Arma sama sekali tidak merasa telah menggenggam sesuatu, itu karena wujud Dark seperti gas hitam. Walau begitu, Arma yang telah menguasai ilmu kegelapan dapat dengan mudah pula membuat kegelapan menempel pada dirinya.
Dark mungkin tidak seperti ditangkap, namun karena kekuatan Arma dengan mudah menarik Dark, hingga membuat makhluk bulat itu seperti dicengkram kuat oleh tangan Arma.
"Sial!!!" Dark mencoba untuk melahap Arma, tetapi saat dia ingin membuka mulutnya selebar mungkin. Ada tarikan kuat dari telapak tangan Arma, seolah ada lubang hitam yang menyedotnya hingga membuat Dark, sama sekali tidak bisa membuka mulutnya.
"Apa yang membuatmu tertarik dengan gadis itu?" Alunan suaranya lembut tapi terasa mengerikan karena diucapkan dengan intonasi yang datar. "Dengan kekuatanku ini, aku dapat dengan mudah mewujudkan keberadaan kalian di seluruh dunia Synetsa."
Dark terkesiap, sejak pertama kali melihat Arma, Dark sudah mengetahui jika lelaki itu punya kekuatan begitu besar yang sudah melampui manusia bahkan dewa. Kekuatan Arma sudah melenceng jauh dari hukum Alam, dia terlalu kuat. Bahkan Dark meragukan jika sosok di depannya itu manusia! Dark dapat melihat semua kegelapan manusia, dan baru pertama kali ini Dark melihat sisi kegelapan manusia yang begitu pekat, karena Dark dapat melihat jika Arma yang sesungguhnya telah mati, lelaki itu hanya digerakan oleh perasaan dendamnya, tidak hanya satu dendam tapi dia mengambil jutaan dendam orang lain.
Apa yang menyebabkan dia sampai seperti itu?
Memikirkan segela hal yang terlintas dipikirannya membuat Dark tertawa keras. "Ya, kau memang kuat...."
"....tapi tetap aku tidak akan pernah menjadi bonekamu." kaulnya bernada tinggi. "Gadis itu, ibarat pohon yang masih belum berbuah. Ketika ia sudah siap dipetik, dia akan jadi jauh lebih kuat darimu."
Arma melempar pandanganya pada gadis yang masih meringkuk ketakutan itu.
"Benarkah?" Lelaki itu kemudian melempar Dark, tepat masuk ke dalam mulut monster besar itu. Sang monster pun langsung menelannya dengan senyum kepuasan.
"Tidak apa jika kau tidak mau bergabung denganku." Bola mata kiri Arma mengeluarkan api hitam yang membara di sana. "Lagi pula hanya ada boleh satu Penguasa Kegelapan di dunia ini."
Arma mulai melangkah, meninggalkan suara halus jubahnya yang berdesir pelan dan mengeluarkan aroma harum yang khas tapi membuat merinding.