Descargar la aplicación
72.97% My Teacher My Husband / Chapter 135: Ch. 135

Capítulo 135: Ch. 135

Suasana meja makan kali ini terasa menegangkan. Bukan untuk semua sebenarnya, hanya Lucas. Niatnya tadi langsung pulang setelah bertemu Sehun, tapi apa mau dikata. Sehun memintanya tinggal untuk makan malam.

Pluk.

"Tidak usah terlalu tegang. Kau membuat suasana menjadi kaku." Jesper menepuk pelan pundak Lucas yang menegang karena Sehun berada dalam satu meja makan bersamanya. Mimpi indah apa dia tadi malam?

"Jadi kau teman Jesper?" Tanya Sehun basa-basi. Sedikit lucu memang melihat Lucas yang duduk tegap bagai patung di sebelahnya.

"Ah benar." Jawab Lucas kaku. Lucas seperti seoarang gadis kasmaran yang tengah melakukan acara makan malam berdua dengan pujaan hatinya.

"Tidak usah terlalu tegang, santai saja." Ujar Sehun. Tersenyum tipis dengan sebelah tangan yang mengusap remah di pipi Haowen.

"Baiklah." Sekalinya kaku ya tetap kaku. Bahkan raut wajahnya sudah seperti papan telenan. Lucas sepertinya terkena Sehundrom.

"Daddy, bithakah bethok Haowen pergi berthama Baekhyun hyung?" Tanya Haowen setelah menyeruput habis susu coklatnya. Menatap mata tajam Sehun yang tengah menatapnya juga.

"Benarkah? Kemana?" Sehun menjauhkan piringnya, pertanda bahwa ia sudah selesai dengan makanannya.

"Baekhyun hyung belum memberi tau." Haowen mengendikan bahunya kecil. Seingatnya Baekhyun memang belum memberi tau.

"Baiklah. Katakan pada Baekhyun hyung untuk tidak pulang larut. Mengerti?"

"Mengerti."

Sehun tersenyum kecil. Mengacak surai arang anaknya dan berlalu menuju ruang tamu karena panggilan yang baru saja masuk ke ponselnya.

"Hari ini yang mencuci piring Jinyoung."

"Heee?"

Hening.

"Waeeee?" Jinyoung menjerit tertahan. Mencak-mencak di atas kursinya karena merasa kesal dengan keputusan Jesper. Si tembok berjalan itu!

"Hyung kemarin sudah mencuci piring." Jawab Jesper santai. Mengacak asal surai hitam Jinyoung yang hanya bisa merosot dari kursinya. Bathinnya benar-benar terpuruk jika seperti ini.

"Fightiiing." Kekeh Jesper. Menyeret kerah belakang Lucas yang masih terdiam duduk di bangkunya.

"Fightiiing!" Ini lagi. Si Kulkas juga ikut membully dirinya. Jinyoung kesal 'kan.

"Tenang thaja hyung, Haowen akan membantu." Ujar Haowen mengacak surai Jinyoung. Dan Jinyoung hanya bisa mengehela nafas lelah. Kata membantu dalam kamus Haowen itu hanya berarti dia yang duduk manis di atas meja pantry tanpa melakukan apapun kecuali memperhatikan dirinya yang sibuk menggosok piring dengan kaki yang mengayun bebas di udara.

"Terserah padamu adik kecil." Jinyoung pasrah saja jika sudah seperti ini.

**

"Ada apa?" Sehun bersandar nyaman pada kursi empuk di belakangnya. Entah ada gerangan apa hingga tiba-tiba saja si Kim Jajangmyeon menelponnya malam-malam begini.

"Irene tadi ke kampus Jesper." Suara Suho di sebrang sana terdengar pelan.

"Lalu?" Masalahnya apa? Selagi si sialan itu tidak mengganggu anaknya ya terserah saja. Bukan urusan Sehun.

"Dia mengganggu tiga pangeranmu bodoh! Berseru kencang bahwa kau ah, maksudku, Jesper dan Jinyoung hanya angkatmu. Sebenarnya dia mengatakan dengan kata-kata yang lebih kasar." Jelas Suho. Mata-matanya banyak ngomong-ngomong, bukan perihal sulit untuk hal seperti ini.

"Lalu?" Rahang Sehun sudah mengeras kencang. Berani-beraninya si sialan itu.

"Jesper berteriak eh maksudku berseru lebih kencang membenarkan bahwa dia dan Jinyoung hanya anak pun- maaf, maksudku anak angkatmu." Suho merutuk sendiri, mulutnya terkadang suka lupa diri jika sudah kesal seperti ini.

"Dimana si sialan itu?" Nada bicara Sehun terdengar dingin. Berani-beraninya dia.

"Sudah di bereskan oleh teman-teman satu jurusan anakmu. Para Mahasiswi." Dan jawaban Suho benar-benar membuat Sehun berseru bahagia. Bukankah anak remaja lebih labil? Jadi biarkan saja si sialan itu tau rasa.

"Biarkan saja. Terus perhatikan apa yang dia lakukan pada tiga anakku."

"Baiklah." Perintah Sehun mutlak adanya dan Suho harus menjalankannya dengan hati senang dan umpatan di mulutnya. Ini tugas terhormat.

**

Ting.

"Woooah, para gadis itu mengirim foto." Ujar Lucas antusias. Tumben sekali bukan?

"Ck." Jesper mendecak kesal. Memang apa pentingnya foto dari para mahasiswi itu, biasanya juga foto mereka saat jalan-jalan atau apalah itu.

"Hey, ini wanita merah tadi." Pekik Lucas tanpa sadar. "Dia masih hidup?"

Mata Jesper melirik sekilas, penasaran tentu saja. Seperti apa rupa beruk besar itu setelah di tawan oleh para mahasiswi jurusannya.

"Ini! Lihat!" Dan terima kasih pada Lucas yang memiliki tingkat kepekaan tinggi sehingga tidak perlu membuat Jesper repot-repot membuka suaranya.

"Karya yang bagus." Puji Jesper. Tersenyum miring karena memang ini yang ia harapkan.

"Tentu, mahasiswi jurusan kita yang terbaik." Lucas menaikan sebelah alisnya meminta persetujuan.

"Ada yang kurang." Jesper menambahkan.

"Kurang apa?" Tanya Lucas. Ini sudah benar-benar cukup.

"Dia masih bernyawa dan itu merusak nilai seninya." Lucas hampir saja terbahak keras karena jawaban Jesper. Sadis sekali. Untung bukan jodohnya.

"Katakan pada mereka bahwa mereka sudah bekerja keras. Dan aku berterima kasih."

"Okeeeey."

**

"Daddyyyyyyyy." Si kecil Haowen berteriak keras, membuat Sehun hampir saja mengumpat karena kaget.

"What's wrong son?" Tanya Sehun. Jika sudah seperti ini biasanya jika bukan Jesper ya Jinyoung yang membuat ulah.

"Daddy, bagaimana cara membuat kotak enam pada perut?" Tanya Haowen antusias. Melompat-lompat kecil karena tinggi badannya belum mencukupi untuk naik begitu saja keatas ranjang.

Sehun tergelak. Kotak enam? Yang benar saja! Jika seperti ini, Sehun yakin bahwa yang membuat ulah adalah Jesper. Tidak mungkin Jinyoung karena Jinyoung belum memiliki kotak enam.

"Daddy! Berhenti tertawa." Kesal Haowen. Dia sedang taruhan dengan Jesper saat ini, maka dari itu dia harus bisa membentuk kotak enam yang baru saja Jesper banggakan tadi padanya.

"Kau harus sedikit lebih dewasa dari ini sayang." Ujar Sehun. Mendudukan Haowen pada pangkuannya dan mengacak asal surai kelam si bungsu.

"Kenapa?" Matanya mengerjap polos dengan kepala yang sedikit di telengkan.

"Karena kau masih dalam masa pertumbuhan. Harus banyak makan." Jelas Sehun. Mengecup sayang dahi Haowen yang hanya mencibir pelan karena perkataannya.

"Apa Jesper hyung tidak dalam matha pertumbuhan?" Tanya Haowen.

Sehun menggeleng pelan. "Jesper hyung sudah mengalaminya."

Haowen mengangguk pelan, mengalungkan tangannya pada leher Sehun dan mengeratkan pelukannya hingga Sehun terbatuk pelan.

"Haowen." Sehun memperingatkan. Bukannya takut, si kecil malah tertawa keras karena melihat raut wajah Sehun.

"Kau mulai nakal hmm." Ujar Sehun. Membaringkan Haowen pada ranjang dan menggelitiki pinggangnya hingga si kecil makin tertawa keras karena geli.

"Daddy! Hentikan! Ahahahahahahahahaha."

"Tidak! Haowen sudah mulai nakal."

"Daddy, ampun. Ahahahahaha."

"Apa kau akan nakal lagi?" Tanya Sehun berhenti sejenak dari kegiatannya menggelitiki Haowen.

"Iya." Jawab Haowen dengan wajah polosnya. Terkikik keras lagi saat tangan Sehun kembali bekerja di pinggangnya. Bahkan matanya mulai berair karena sakit perut akibat pergerakan tangan Sehun.

"Daddy ampun. Hentikan haha ahahaha." Haowen memohon dengan matanya yang terbenam karena pipinya yang tertarik keatas akibat tertawa.

"Tidak mau." Tolak Sehun.

"Haowen mohon. Haowen tidak akan nakal lagi ahahaha."

"Janji?"

"Janji."

Sehun baru berhenti setelah mereka melakukan pinky promise yang manis. Tentunya dengan Haowen yang masih terkikik kecil di pelukan Sehun.

**

"Oh Jesper. Aku benar-benar akan mempermalukanmu." Desis Irene dengan jalannya yang sudah terseok-seok.

Para mahasiswi tadi benar-benar brutal padanya. Entahlah, Irene benar-benar akan balas dendam nanti. Pakaiannya sudah berantakan, rambutnya sudah tidak karuan, dan yang terpenting dia benar-benar merasa di permalukan.

"Aku benar-benar akan membalasmu." Irene bertekad. Mengepalkan kedua tangannya saat bayangan pengroyokan tadi melintas di kepalanya.

"Lepas!" Irene berteriak kesal. Para mahasiswi ini benar-benar membuatnya naik darah.

"Aah, jadi kau yang mengganggu Jesper?" Yang paling tinggi diantara mereka berujar. Memperhatikan Irene dari atas sampai bawah. Menilai.

"Aku tidak sudi mengganggunya." Irene mendecih sebal. Irene akui Jesper memang tampan, tapi statusnya yang hanya anak pungut Sehun menganggunya.

"Lalu apa? Ayahnya?" Gadis tadi kembali berujar. Mengangkat dagu Irene dan kembali menghempaskannya kearah kiri.

"Sialan! Kau mencari masalah denganku! Lepaskan aku." Irene memberontak kesal. Dia benar-benar tidak terima.

"Sadar posisimu Nona." Gadis itu berdecih. Melipat tangan di depan dada dan memutar malas bola matanya.

"Kau yang sadar posisi sialan." Balas mendesis, Irene menatap balik gadis di depannya.

"Kau tak lebih dari sampah penganggu!" Irene meradang, telinganya berdengung keras saat gadis itu mengatakan sampah pengganggu.

"Sampah kau bilang? Kau tidak tau apapun tentang si anak pungut, sialan." Bukan Irene namanya jika mulut busuknya tidak mengeluarkan kata-kata yang sama busuknya.

"Anak pungut? Jesper? Lalu apa masalahnya denganmu sialan?"

"Kau bedebah kecil! Lepaskan aku!" Maki Irene tak sadar situasi. Berdoa saja semoga dia hanya akan tinggal nama setelah ini.

"Girls, kalian dengar apa yang dia katakan bukan? Membuat keributan, memaki penghuni jurusan kita, dan menganggu keluarga kita. Habisi dia." Gadis tadi mendesis lirih. Satu jurusan satu keluarga. Mengusik satu penghuni di hajar satu jurusan. Jadi, ya terima saja nasibnya setelah ini.

"Say welcome to the hell."

Irene menggeram. Lihat saja besok, dia akan merusak kantor Oh Sehun dan menyerbu rumahnya.

"Kau yang memulai perang Jesper. Sadar posisi sebagai anak pungut yang di angkat karena rasa kasihan."

TBC.

HAVE A NICE DAY.

SEE U NEXT CHAP.

THANK U.

DAP.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C135
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión