"Kak ayo pulang, dan sekolah!" Bujuk Jessika pelan. Sean masih memejamkan matanya, mukanya bersembunyi di dada Jessi. Sean sudah sangat nyaman dengan posisi ini. Seolah Sean tidak mau beranjak sama sekali.
"Ayo dong kak, aku sudah baikan ko!" Bujuk gadis itu. Namun Sean masih belum menjawab ucapan Jessika.
"Kalo begitu, aku tidak mau bertemu dengan kamu lagi kak."
Ucapan Jessika membuat Sean terkejut. Sean membuka matanya. Sean menatap Jessi dengan mata yang sendu.
"Sayang, biarkan aku bermain dulu disini, hari ini biarkan aku menemanimu!" Sean menatap Jessi dengan tatapan yang penuh cinta.
"Aku mau kakak sekolah, lagian kita tidak bisa terus-menerus tiduran disini kak, nanti ada yang masuk bagaimana?" Ucao Jessi manja.
Sean masih menatap Jessi " Siapa yang akan masuk, Papa kamu tidak ada sayang!"
Jessi terdiam, matanya mulai berkaca-kaca.
"Mama kamu selalu seperti itu?" Ucap Sean dengan serius. Jessi mengangguk dengan pelan. Wajahnya terlihat pedih dan pilu. Sean begitu tersakiti melihat kekasih hatinya begitu sedih seperti itu. Sean merasa sangat kasihan. Sean mengelus rambut Jessi dengan sangat lembut.
"Jangan sedih kan masih ada aku yang, aku akan menemani kamu selamanya." Sean tersenyum manis mencoba menghibur sang kekasih hati.
"Selamanya?"
"Iya, selamanya." Sean tersenyum manis.
"Aku tidak yakin, mana mungkin ada hal yang seperti itu, bahkan Papa saja menikahi dua orang istri." Ucap Jessi dengan tatapan pilu.
"Aku akan jadi kekasihmu selamanya!" Sean mengecup kening Jessi.
"Apa, aku tidak percaya kak, jadi bagaimana kalo kelak aku menikah dengan Selo?" Ucap Jessi.
Sean terdiam sejenak mendengar ucapan Jessi. Hati Sean begitu sakit ketika Jessi mengucapkan sebuah pernikahan bersama dengan selo. Entah harus apa yang sean katakan atas pertanyaan Jessi barusan. Yang pasti dadanya saat ini terasa amat sesak. Dia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk melarang semua yang jessi inginkan.
"Kita akan menikah." Ucap Sean.
"Apa, kakak gila?" Jessi tersentak.
"Iya aku sudah gila sayang, ini semua karena kamu, jadi_."
Ucapan Sean terhenti.
"Jadi apa?"
"Jadi, sebelum aku benar-benar gila, biarkan aku bermain dulu dengan kamu sayang, biarkan aku bahagia denganmu, biarkan aku mencintaimu , dan memberikan kamu seluruh kasih sayangku, bisakah kamu menemaniku bermain?" Ucap Sean menatap Jessika dengan tatapan penuh harap. Berharap Jessi mau menemaninya bermain sebuah permainan cinta di belakang Selo.
"Bermain?"
"Hmm."
"Asalkan itu tidak menggangu hubunganku dengan Selo, aku akan menemani kamu bermain kak, asal kamu selalu mengingat batasan."
"Batasan!"
"Iya, tidak ada yang boleh tau soal hubungan kita, jika itu sampai terjadi maka, maaf kak, aku akan pergi meninggalkan semua permainan ini!"
Jessi berkata dengan menatap mata Sean yang mulai memerah. Mata Sean memerah dan dia begitu terpukul dengan ucapan Jessi. Namun itu adalah sebuah perjanjian yang harus sean sanggupi. Mau atau tidak mau. Sean harus tetap mengikuti ucapan Jessika. Jika Sean masih ingin bersama maka Sean harus mengerti batas dirinya.
Sean terdiam, dia hanya mengeratkan pelukanya kepada Jessika. Sean begitu sakit hati. Dengan status dirinya yang hanya bisa memeluk Jessika dibelakang semua orang. Mungkin ini nasibnya harus menjadi kekasih gelap dari gadis itu. Itu semua Sean lakukan atas nama cinta. Sean mencintai Jessi dengan sepenuh hati. Karena itu dia berusaha diam dan bertahan dengan apapun yang Jessika inginkan.
"Lihat saja sayang, suatu saat kamu akan menjadi milikku sepenuhnya. Aku akan membuat kamu mengandung bayiku, aku tidak perduli dengan usia kita, karena aku sangat mencintaimu." Ucap Sean dalam hatinya. Sambil terus membenamkan wajahnya di dada sang kekasih hati.
"Ayo bangun kak?" Kita makan yuk!" Ajak Jessi.
"Tidak mau yang."
"Kenapa?"
"Aku masih ingin memeluk kamu seperti ini!" Ucap Sean masih membenamkan wajahnya dan memeluk Jessika semakin erat.
"Kakak ko manja begini?"
"Iya, aku sedang ingin kamu manjakan sayang!"
"Tapi kak, aku sudah sangat lapar,dari semalam aku tidak makan apapun karena kesakitan." Rengek Jessi manja. Sean langsung bangun saat mendengar bahwa Jessi merasa lapar. Sean ingat Betul semalam memang Jessi tidak memakan apapun. Sean langsung beranjak dan hendak keluar dari kamar Jessi. Tetapi Jessi menelepon bibi dulu. Jessi bertanya apakan di rumah ada orang. Karena jika ada orang. Maka Sean harus bersembunyi.
Ternyata bibi mengatakan bahwa semua orang sudah berangkat. Malika sudah berangkat sekolah. Dan Mama Jessi sudah berangkat entah kemana. Yang pasti mama bahkan tidak melihat Jessi sama sekali. Padahal dia tau bahwa Jessi semalam kesakitan. Jessi dan Sean lalu turun dan hendak sarapan. Jessi makan dengan lahap. Begitupula dengan Sean. Sean begitu senang Jessi sudah sehat. Sean semalam sangat khawatir melihat keadaan Jessi sehingga Sean tak bisa meninggalkan Jessi sendirian.
Setelah sarapan lalu Jessi kembali ke kamarnya. Sean malah ikut kembali masuk ke kamar Jessi.
"Eh kenapa tidak pulang?" Tanya Jessi.
Sean tersenyum nakal dan langsung memeluk Jessi dengan erat.
"Tidak mau pulang, mau disini saja!"
"Tapi kak, kakak harus istrirahat!"
"Aku akan istirahat disini saja."
"Tapi kak, mungkin Papa akan datang sebentar lagi, karena bibi sudah memberitahu Papa kalo aku sakit kak." Ujar Jessi.
"Ya, sayang sekali, padahal aku masih ingin disini memeluk kamu sayang!"
"Dasar mesum kamu kak!" Jessi terkekeh. Dan sean tersenyum manis menatap sang kekasih.
"Kita akan bertemu besok di sekolah ya!" Ucap Sean. Jessi mengangguk. Lalu Sean mengecup kening Jessi dengan lembut. Sean pun pergi meninggalkan Jessi sendiri. Sepeninggal Sean Jessi merebahkan diri kembali di kasur kesayanganya.
Dia begitu senang karena ada seseorang yang menemaninya di saat dirinya sakit.
"Selo, andai kamu dekat, aku juga yakin kamu pasti akan seperti kakak mu." Ucap Jessi sambil menatap poto Selo yang terpajang di nakas. Jessi tidak bisa memilih Sean dan meninggalkan Selo. Itu karena Selo adalah amanat almarhum Mama tersayang. Walau Jessi sempat ragu, apakah dia bisa mencintai Selo dengan sepenuh hati.
Jessi akan selalu bersama dengan Selo. Apapun yang terjadi. Jessi tidak akan mungkin memilih Sean. Karena dia ingin mamanya melihat dari surga. Bahwa Jessi anak yang baik yang menurut kepada Mamanya. Walau Jessi sama sekali belum pernah merasakan sentuhan lembut sang Mama, karena Mama Jessi meninggal di saat dia melahirkan Jessi.
Hanya potret sang Mama yang ada di dalam kamarnya. Yang selama ini menemani setiap harinya. Hari-hari Jessi yang sepi tanpa kasih sayang seorang Ibu.
"Mama." Jessi kini menitikan air matanya sambil menatap lembut potret almarhum mama Jessika.
Bersambung