Dengan masih menahan kantuk, Karin bangun dari tidurnya. Semalaman Karin menjaga Aska yang tidak mau di biarkan sendiri di kamarnya.
Karin baru bisa meloloskan diri saat Aska sudah tertidur pulas efek dari obatnya. Karin keluar kamar dan turun ke dapur.
Hari ini Karin akan mempersiapkan menu khusus Aska dengan menu yang lebih lengkap. Karena dari kondisi Aska kemarin, Aska harus mendapatkan asupan makanan yang lebih besar lagi. Agar daya tahan tubuh Aska bisa lebih kuat.
Sambil bernyanyi pelan Karin memotong beberapa macam sayuran, dan tak lupa juga Karin membuatkan juice bit khusus di pagi hari.
Hampir satu jam lebih Karin sibuk di dapur. Dengan sentuhan terakhir Karin sudah menyelesaikan masakan khusus buat Aska yang sudah tertata rapi di meja makan.
"Non Karin, pagi sekali bangunnya, dan ini masakan buat Den Aska sudah siap semua. Pasti Den Aska senang jika tahu yang memasak adalah Non Karin." puji Bik Imah.
Karin tersipu malu dengan pujian Bik Imah.
"Ahhh, Bik Imah bikin saya malu. Oh ya Bik, apakah Aska sudah bangun Bik?" tanya Karin
"Belum Non. Non...Den Aska pasti bisa sembuh kan Non?" tanya Bik Imah sedih dengan penyakit Tuannya yang sangat parah.
"Doain aja Bik, agar Aska bisa melewati masa kemoterapinya." jawab Karin pelan.
"Nonnn, Nonnnn Karin." panggil Pak Damar dengan wajah pucat dan tergopoh-gopoh.
Karin dan Bik Imah menoleh bersamaan ke arah Pak Damar.
"Gawat Non, gawat!" ucap Pak Damar masih dengan nafas terengah.
"Ada apa pak Damar?" tanya Karin heran.
"Itu Nonnn, Non Karin di cari Nyonya besar Mommy Den Aska, dan juga ada tunangan Den Aska Sonya. Mereka mencari Non Karin." jelas Pak Damar dengan takut-takut.
"Di mana sekarang mereka Pak?" tanya Karin dengan hati berdebar.
"Tadi masih di halaman Non, mungkin sekarang sudah masuk ke dalam." jawab Pak Damar lagi, hatinya sudah tak tenang.
Dengan melepas nafasnya, Karin keluar dari dapur untuk menemui Mommy Aska dan juga Sonya.
Karin baru masuk ke ruangan utama, Mommy Aska dan Sonya sudah berdiri di pintu.
Amirah berjalan ke arah Karin dengan anggunnya, di ikuti Sonya yang di belakangnya.
Amirah menatap Karin dan memberikan senyum manisnya. Sonya melengos melihat Amirah tersenyum manis pada Karin.
Karin membungkuk hormat pada Amirah di raihnya tangan Amirah kemudian di ciumnya punggung tangan Amirah.
Dalam hati Amirah memberikan nilai plus akan sikap Karin yang sopan dan menghormatinya.
Amirah duduk di kursi panjang, di susul Sonya duduk dekat dengan amirah. Karinpum duduk di depan Amirah dengan wajah menunduk karena sedikit malu, Karin belum mandi dan juga baru selesai memasak jadi pasti bau tubuhnya tak jauh beda dengan bau bumbu dapur.
Amirah menatap Karin dengan penuh wibawa. Senyumannya masih menghias di bibirnya.
"Siapa namamu Nak?" tanya Amirah.
"Karin tante." jawab Karin singkat namun hormat.
"Kalau Tante boleh tanya, sudah berapa lama Nak Karin tinggal bersama Aska anak Tante?"
Bibir Karin terasa keluh, suaranya terasa tercekat di tenggorakannya.
"Hampir dua bulan Tante." jawab Karin mulai takut.
"Apakah kamu kekasih Aska? apakah Nak Karin mencintai Aska?" tanya Amirah menatap mata Karin mencari kejujuran di sana.
"Bukan Tante, saya hanya teman Aska. Dan saya juga tidak mencintai Aska." jawab Karin jujur, karena bagi dirinya Aska memang bukanlah kekasihnya.
"Nak Karin sudah tahu belum, kalau Aska tiga bulan yang lalu telah bertunangan dengan Sonya? Tante tidak melarang Nak Karin berteman dengan Aska, namun kalau boleh Tante menasihati. Tidak pantas seorang wanita baik-baik yang tanpa ada hubungan mau tinggal bersama dengan seorang laki-laki yang sudah bertunangan." jelas Mommy Aska, menasihati Karin.
"Ya Tante, tante benar." ucap Karin dengan hati yang sakit dan menjadi malu, karena telah menuruti kemauan Aska.
"Kalau memang Nak Karin menganggap Aska sebagai teman atau sahabat, baiknya Nak karin bisa menjaga nama baik Aska. Karena jika media tahu hal ini usaha Aska pasti akan hancur, dan Nak Karin sendiri pasti nanti akan malu." ucap Amirah panjang lebar.
Karin terdiam, wajahnya menunduk tanpa mampu menatap wajah Mommy Aska, Sonya yang duduk diam di samping Amirah hatinya bersorak sorai, rencananya telah berhasil.
"Kamu mengerti kan Nak Karin dengan perkataan Tante?" tanya Amirah dengan menatap Karin dalam-dalam. Amirah tahu Karin sudah paham dengan maksud ucapannya.
"Karin mengerti Tante, Karin akan pergi sekarang juga." jawab Karin dengan hati terluka. Harga dirinya sebagai wanita terkoyak sudah.
Tanpa membawa apapun Karin pamit pada Amirah, Karin pergi dengan harga dirinya yang terinjak-injak di sana.
Bik Imah dan Pak Damar yang menguping di balik tembok, ikut bersedih atas ketidak adilan yang di alami Karin.
Pak Damar masih mengingat dengan jelas saat Aska menyuruhnya menjemput Karin, Karin sudah menolak mentah-mentah.
Hanya karena Karin terlalu baik hatinya, melihat Aska yang hidupnya tidak lama, Karin rela tinggal bersama Aska dan menjaga Aska. Bik Imah meneteskan airmatanya.
Di lihatnya langkah-langkah Karin yang semakin menjauh dari rumah Aska. Pak Damar dan Bik Imah tidak tahu harus menjawab apa jika Aska terbangun dari tidurnya dan mencari-cari Karin.
Bik Imah kembali ke dapur, dan Pak Damar kembali ke depan lewat pintu samping.
"Mommy, Makasih ya." Sonya memeluk Amirah.
"Mom Sonya pulang dulu ya, nanti sore Sonya ke sini lagi." ucap Sonya dengan senyum kemenangan.
Amirah mengangguk , dan mengantar Sonya sampai keluar pintu.
Sebenarnya hati Amirah sedikit tersentuh dengan sikap Karin yang sangat sopan. Apalagi saat Karin mencium punggung tangannya, hal itu menunjukkan jika Karin adalah wanita baik-baik.
Dengan perasaan sedikit bersalah , Amirah naik tangga, berjalan ke kamar Aska. Di lihatnya Aska yang masih terlelap.
Amirah merasa ada perbedaan pada diri Aska. Wajah Aska yang terlihat lelah dan pucat, dan tubuh Aska yang terlihat sedikit kurus.
Hati Amirah terasa sakit.
"Ada apa denganmu Aska, apa kamu sakit?" tanya Amirah dalam hati.
Di usapnya pipi Aska yang sedikit tirus. Aska membuka matanya berlahan saat merasakan usapan pada pipinya.
"Karin." panggil Aska dengan mata yang sedikit terbuka.
Hati Amirah mencelos, kenapa dari panggilan Aska memanggil nama Karin seakan panggilan itu dengan perasaan sayang.
Amirah menepuk pipi Aska pelan dan memberikan senyuman sayang pada putranya.
"Ini Mommy sayang, bukan Karin." bisik Amirah.
Aska membuka matanya lebar tak percaya dengan penglihatannya. Aska segera duduk dan beranjak mau turun dari ranjangnya,
"Kamu mau ke mana Aska?" tanya Amirah melihat Aska sama sekali tak menghiraukan kedatangannya.
"Mau mencari Karin Mom. Mommy sudah bertemu Karin kan?" tanya Aska balik.
Amirah mengganggukkan kepalanya.
Aska bergegas keluar dari kamarnya segera membuka pintu kamar Karin. Karin tidak ada di sana.
Dengan sedikit berlari Aska turun tangga menuju dapur, di lihatnya di meja banyak menu makanan yang sudah tersedia.
Apakah Karin yang masak?" pikir Aska.
"Bik Imah, apakah ini semua Karin yang masak?" tanya Aska sambil menatap semua makanan dan minuman di atas meja.
"Ya Den, pagi-pagi sekali Non Karin sudah bangun, dan memasak semua ini untuk den Aska."
"Di mana Karin sekarang Bik? di kamarnya dia tidak ada?"
Bik Imah diam tak mampu menjawab.
Aska berlari ke kamar mandi, melongokkan wajahnya ke dalam, tidak ada juga Karin di sana.
Aska berlari-lari ke seluruh ruangan, ke samping rumah, ke taman belakang, tidak ada Karin.
Rasa capek sudah menyelimuti tubuh Aska, keringat dingin sudah menetes dari keningnya.
Amirah yang mengikuti terus Aska dari belakang merasakan sesuatu.
"Apakah Aska jatuh cinta sama Karin, Apakah putranya yang selama ini hatinya tidak tersentuh telah mencintai Karin?"
Aska masih mencari-cari Karin dan memanggil terus nama Karin.
Aska berniat membuka pintu depan untuk mencari Karin di halaman rumah, namun saat Aska membuka pintu suara Mommynya terdengar.
"Karin tidak ada di luar. Karin sudah pergi dari rumah ini Aska." ucap Amirah dengan pelan, Namun masih terdengar jelas di telinga Aska. Tangan dan tubuh Aska tak bergerak. Detak jantungnya terasa berhenti, dengan nafasnya yang masih tersengal Aska menatap Mommynya. Ada kilatan amarah dan kecewa di mata Aska.
"Apakah Mommy mengusirnya?" tanya Aska dengan suara bergetar.
"Mommy tidak mengusirnya, dia pergi sendiri. Setelah mommy menasihatinya tidak baik seorang wanita yang tidak mempunyai hubungan mau tinggal bersama dengan seorang laki-laki yang sudah bertunangan." jawab Amirah jujur.
Tubuh Aska merosot ke lantai, hatinya hancur, jiwanya serasa melayang.
Amirah menghampiri Aska, dan memeluknya erat. Amirah sudah yakin jika putranya benar-benar mencintai Karin.
Aska terisak menahan tangis.
"Kenapa Mommy bicara seperti itu. Karin wanita baik-baik Mom? Aska sangat mencintainya." ratap Aska di pelukan Amirah.
"Tapi Aska, Karin tidak mencintaimu? Karin sendiri yang bilang sama Mom." jelas Amirah ikut sedih melihat Aska sedih.
Mendengar ucapan Mommynya Aska berusaha bangun dan tertatih menuju ke dapur.
Di lihatnya lagi semua masakan yang telah di siapkan Karin untuknya. Dengan kesedihan yang dalam, dan hati yang terluka, Aska menjatuhkan semua makanan dan minuman yang di atasnya dengan kedua tangannya, suara pecah piring dan gelas terdengar ke seluruh ruangan, pecahan piring dan gelas serta isinya berserakan di mana-mana.
Aska beringsut jatuh terduduk di lantai, tubuhnya bersandar di kaki meja makan, kedua tangannya yang berdarah tak di rasakannya.
Aska menangis lirih.
"Kenapa kamu tega meninggalkanku Karin? bukankah kamu sudah berjanji tidak akan meninggalkanku?" ratap Aska.
Tubuhnya bergetar, nafasnya terasa mulai sesak, matanya mulai berkunang-kunang, tubuhnya terasa dingin dan melemah.
"Kenapa kamu tidak bisa mencintaiku Karin." rintih Aska lirih sebelum tubuhnya ambruk ke lantai.
"BRUKKK"