Bian menatap gadis berjilbab itu keluar dari ruangannya. Melihat gadis itu menggelengkan kepalanya, Ia coba menerka apa yang dipikirkan gadis itu ketika mendengar pertengkarannya dengan Ristie. Bian menduga gadis itu mungkin berfikir, dia orang yang lemah. Mungkin tidak hanya gadis itu tapi seluruh karyawan di kantor pusat ini menganggapnya lelaki yang lemah karena dia terlalu penurut pada Ristie. Bian membuang nafas kasar. Siapa yang perduli penilaian gadis itu atau mereka? Karena dia memang sangat mencintai Risti dan hanya dia yang tahu seberapa besar cintanya pada kekasihnya.
Bian memegang kepalanya yang terasa berat. Ia merasa tidak bisa berfikir untuk saat ini. Dia memang sangat mencintai Ristie, pada satu sisi dia tidak ingin membuat Ristie kecewa tapi di sisi yang lain dia juga tak ingin kehilangan kesempatan menjalin kerja sama dengan Mr. Robert.
Selama ini Bian rela melakukan semua yang Ristie inginkan tanpa berfikir. Dia tak pernah perduli tatapan aneh dan cemoohan bawahannya saat ia meninggalkan rapat penting di perusahaannya atau membatalkan meeting dengan klien saat Ristie memintanya untuk mengantar kemanapun yang gadis itu mau, bahkan meski cuma untuk merapikan penampilannya di salon!
Tapi saat ini ia merasa tak berdaya, Ristie memintanya untuk menemani menghadiri launching produk perancang busana favorit kekasihnya itu sementara klien yang ingin ditemuinya nanti malam yaitu Mr. Robert telah memintanya untuk bertemu langsung dengannya. Mr. Robert tidak ingin Bian mewakilkan dirinya kepada siapapun untuk pertemuan yang akan membahas kesepakatan proyek bernilai triliunan itu. Mr. Robert bahkan telah mengancam untuk membatalkan proyek kerjasama mereka bila dia melakukan hal itu.
Bian merasa kepalanya pusing, dia tak menduga Ristie akan semarah itu padanya ketika dia tak bisa memenuhi permintaan Ristie, padahal dia punya alasan yang tepat untuk menolak permintaan itu. Tadinya dia berharap Ristie akan paham apalagi gadis itu selalu bersikap manis padanya selama ini. Bian sama sekali tak menduga kalau ternyata Ristie ternyata sangat egois dan tak bisa menerima penolakan.
Sementara itu Mumut yang telah keluar dari ruangan sang Presdir segera membereskan peralatannya kemudian menuju pantry. Ia membuka loker miliknya kemudian mengambil sebuah buku dan membacanya. Mumut kemudian mencoret-coret di buku tulisnya membuat resume dari buku yang dibacanya, malam nanti ia bermaksud menemui dosen pembimbing untuk berkonsultasi revisi skripsinya.
Mumut sama sekali tak memperhatikan ketika salah satu Office Boy duduk di sebelahnya. Lelaki bernama Hari itu sudah lama suka pada Mumut tapi gadis itu tak pernah menanggapinya. Hari lumayan tampan dan banyak perempuan yang suka padanya tapi ketampanannya tak mampu menarik hati Mumut untuk berpaling padanya.
"Rajin amat, Mut," suara berat Hari mengagetkan Mumut yang tengah fokus pada buku yang dibacanya.
"Eh, kak Hari. Lumayan. kak daripada bengong," Mumut segera menunduk begitu tatapannya bertemu dengan tatapan Hari.
"Nanti malam ada acara, nggak?" tanya Hari penuh harap. Ia menebarkan senyum termanisnya untuk membuat Mumut tertarik.
"Nanti malam rencananya mau konsul skripsi ke dosen, Kak." Mumut bahkan tidak mengalihkan tatapannya dari buku yang dibacanya.
Ugh... Hari mengeluh dalam hati, betapa sulitnya mendapat perhatian dari gadis ini. Mumut bukan tipe gadis kebanyakan yang suka ngerumpi ketika ada waktu luang. Ia lebih suka membaca entah itu membaca buku atau membaca Al-Quran.
"Sudah skripsi, ya? Sebentar lagi Sarjana, dong!" kata Hari spontan.
"Iya, do'akan saja semoga diberi kemudahan dan kelancaran." jawab Mumut tanpa memandang laki-laki tampan di sebelahnya.
"Kalau sudah Sarjana mau tetap kerja di sini atau di luar?" Hari menatap kepala Mumut yang menunduk. Dia sangat berharap gadis itu mengangkat wajahnya sehingga dia bisa menikmati wajah cantiknya.
"Aku belum tau, kalau ada lowongan maunya sih tetap di sini."
Hari menggerutu, dari tadi Mumut tetap pada kegiatannya. Matanya tak beranjak dari buku.
"Woiii, jangan pacaran saja! Hari kamu dipanggil Bu Padma suruh ganti galon di ruangannya!" Suara bossy Harti mengagetkan mereka berdua. Harti adalah penanggungjawab pantry.
Hari menatap kesal perempuan yang baru saja memasuki pantry karena telah mengganggu kebersamaannya dengan Mumut. Kemudian dia berdiri dengan enggan, sembari bersungut-sungut dan keluar dari pantry menuju ruangan bu Padma.
Sepeninggal Hari, Harti menatap Mumut yang tampak sedang asyik mencoret-coret di atas bukunya. Harti kemudian menyeduh secangkir kopi. Bau harum kopi segera menguar di dalam ruangan itu membuat Mumut menghentikan aktivitasnya.
"Mut, antar nih, kopi pak presdir ke ruangannya!" kali ini ia memerintah Mumut.
Harti meletakan sebuah nampan dengan cangkir berisi kopi di atasnya. Harti selalu melimpahkan tugas itu pada Mumut karena ia ingin bersantai lagipula dia sangat malas bertemu dengan Ristie yang selalu menempel pada Bian. Harti tak pernah suka kalau ada orang yang menganggur selain dirinya, meski begitu dia sangat baik kepada Mumut bahkan sangat mendukung keinginan Mumut untuk kuliah, dia juga sering membantu Mumut karena Mumut tidak keberatan membantu Harti membawakan kopi Presdir ke ruangannya.
Mumut segera merapikan barang-barangnya dan meletakkan semuanya di loker kemudian tanpa bicara dia segera membawa nampan beisi kopi hitam itu ke ruang Presdir.
***