"Kalau sudah begini..." kata Amiko.
"Jika aku tak sengaja membunuhnya.... maaf.... aku harus menyelamatkan teman-temanku... sepertinya dia kuat, jadi dia tidak akan terbunuh..." pikir Amiko.
Amiko menggunakan sihirnya, ia mengangkat reruntuhan gedung-gedung dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Gadis itu menerjang ke arah Amiko, hendak meracuni jantungnya.
Amiko melompat mundur, lalu melemparkan semua benda itu pada gadis itu. Tetapi gadis itu masih tetap bisa maju. Tangan gadis itu hampir meracuni jantung Amiko, untungnya Amiko masih bisa menghindarinya.
Amiko mengangkat tubuhnya dengan sihirnya. Amiko mengambil benda-benda dan pecahan-pecahan gedung-gedung.
"Poison breath." Kata gadis itu.
Dari nafas mulutnya, keluarlah udara yang sangat beracun, lebih beracun dari sebelumnya.
Amiko menarik nafas sebentar lalu menahannya.
"Ini harus berhasil... kalau tidak... tamatlah kita.." pikir Amiko.
Amiko melemparkan semua benda itu ke arah gadis itu. Gadis itu terjebak, tetapi ia belum kalah.
Amiko meluncur ke arah gadis itu. Amiko menjebaknya di dalam sihirnya. Gadis itu tidak bisa bergerak, tetapi hal itu membuat tangan Amiko teracuni.
Amiko melepaskannya, lalu Amiko terbang lagi.
"Stamina teman-teman.... tinggal 50 an..." pikir Amiko panik.
.
.
Amiko menyalurkan semua sihirnya pada tangan kanannya. Amiko meluncur ke tanah di mana gadis itu berdiri. Amiko memukul tanah itu dengan sangat kuat. Tanah itu langsung hancur, dan karena kekuatannya sangat kuat, beberapa bongkahan tanah melayang ke langit-langit.
Gadis itu juga melayang ke langit.
Amiko menggunakan sihirnya untuk membawa bongkahan-bongkaha tanah yang berterbangan.
Amiko membanting semua bongkahan-bongkahan tanah itu ke arah gadis itu. Gadis itu dapat menghindarinya.
.
.
Amiko mengumpulkan tanah-tanah itu lagi.
"Poison breath." Kata gadis itu.
Nafas beracun yang lebih mematikan dikeluarkan dari mulutnya.
"Teman-teman tidak akan tahan jika begini..." pikir Amiko.
.
.
Amiko memutuskan...
"Force trap!" Kata Amiko.
Amiko menjebak gadis itu bersama dengan semua udara racunnya, tangan kanan Amiko semakin keracunan hingga tangan kanannya berwarna merah keunguan busuk.
Dengan tangan kirinya, ia mengumpulkan sihirnya. Semua sihirnya yang tersisa ia salurkan kepada tangan kirinya, bersama-sama dengan bongkahan-bongkahan tanah tadi.
Amiko meluncur, lalu memukulkan tangan kirinya pada gadis itu. Sebuah ledakan besar terjadi, hingga tanah di bawah mereka semakin rusak.
Gadis itu terpukul dengan kuat.
Perangkap Amiko hancur oleh karena pukulannya sendiri.
Amiko terjatuh dengan kedua lututnya ke atas tanah. Tubuh gadis itu mengeluarkan banyak darah.
Tubuh Amiko tidak kesakitan lagi, tetapi bekas racunnya masih ada.
Udara beracun makin lama makin sirna.
Amiko mengalirkan sedikit staminanya pada teman-temannya yang staminanya rata-rata sudah tinggal 30 an.
.
.
Amiko mengeluarkan keringat yang banyak, Amiko terjatuh di atas tanah dengan menunduk.
.
.
Amiko berusaha untuk berdiri lagi dan ia membalikkan tubuhnya dari gadis itu.
.
.
.
"Ah.... aku bodoh...." pikir gadis itu.
Gadis itu memejamkan kedua matanya.
"Amiko.... kamu tidak akan mengetahuiku... jikalaupun kamu mengetahuiku, kamu akan sangat marah padaku.... aku memang bodoh." Kata gadis itu di dalam hatinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hei, Amiko! Lihat!"
"Waaah, apa ini, Peny?" Tanya Amiko.
Peny menunjukkan sebuah botol yang berisi ramuan.
Peny menyiramkannya ke udara. Racun itu berubah menjadi serbuk-serbuk emas yang indah.
"Waaah, Peny hebat!" Kata Amiko.
.
.
.
"Aneh sekali ya, mengapa Amiko mau bersahabat dengan Peny yang lemah itu?"
"Iya, padahal Amiko adalah juara kelas... mengapa ia mau ya?"
Peny mulai berpikir.
"Mengapa ya..."
Amiko datang kepada Peny.
"Peny! Ayo makan bersama!"
.
.
Mereka makan bersama.
"Saat sudah lulus SD, aku ingin masuk ke sekolah baru itu!" Kata Amiko bersemangat.
"Memangnya ada apa dengan sekolah baru itu? Bukannya ada sekolah yang lebih baik, seperti Kenichi Kitaro, sekolah kita? Ada juga Aldora Academy, dan kalau kamu mampu, kamu bisa masuk ke sekolah Alanis Junior High School yang jelas-jelas sangat mahal.... mengapa sekolah baru itu... mengapa?" Tanya Peny.
"Kudengar di sana mengajarkan banyak hal, aku ingin tahu! Mereka juga menerapkan beberapa aturan-aturan yang aku suka." Kata Amiko.
"Apa itu?" Tanya Peny.
Amiko tersenyum.
"Tidak boleh ada pembulian, jika ada, murid akan ditegur, jika masih ada lagi, akan diberikan pelajaran... hehehe... jika kita bersama-sama ke sana, kita akan mendapatkan banyak teman! Mereka juga mengajarkan teori yang menarik!" Kata Amiko.
"Apa maksudmu... kamu berkata bahwa aku terlalu banyak dikucilkan sehingga kamu menyuruhku untuk pergi bersamamu ke sekolah yang belum aku ketahui itu? Jadi, maksudmu aku tidak akan mendapatkan teman begitu, sampai-sampai kamu mau memasukkan aku ke dalam sekolah yang memiliki peraturan kekanak-kanakan begitu.... memangnya aku anak kecil?!" Pikir Peny.
"Peny, ada apa?" Tanya Amiko.
Peny hanya diam saja.
"Sekolah itu kekanak-kanakan.... sepertinya kamu jangan masuk sekolah itu deh." Kata Peny.
"Kekanak-kanakan?" Tanya Amiko.
"Ya, benar... untuk apa peraturan tidak berguna itu? Aneh sekali, aku tidak suka sekolah itu." Kata Peny.
Amiko membuat muka ekspresi sedih.
"Ada apa dengan tatapan itu?" Tanya Peny.
"Bukan... hanya... aku merasa bahwa di sana akan banyak persahabatan dan kehangatan bersama dengan teman-teman baru.... jika ada kehangatan, kesenangan, keceriaan setiap hari... aku ingin mengalaminya bersamamu! Ayo, masuk ke Kannoya Academy!" Kata Amiko.
"Apa-apaan kamu? Aneh sekali.. mana mungkin aku akan masuk ke dalam sekolah kekanak-kanakan itu? Dan juga, kau pikir aku tidak bisa mencari teman begitu hingga kamu mencarikan aku sebuah sekolah yang sangat kekanak-kanakan? Sudahlah! Ibuku sudah mendaftarkanku di sekolah Kenichi Kitaro." Kata Peny dengan nada yang sedikit tinggi.
Amiko terkejut.
"..... maaf..." kata Peny.
"Peny, akhir-akhir ini kamu banyak berubah.... jika kamu mendengar sekolah Kannoya Academy, aku kira kamu akan senang.... tapi.... ya sudahlah... aku pulang dulu." Kata Amiko yang meninggalkan Peny.
.
.
.
.
.
.
Beberapa tahun kemudian.
Peny membuka ponselnya dan melihat twitter milik Amiko.
"Aku sangat senang sekali bersekolah di Kannoya Academy! Friendship Power! Hahaha"
Peny membaca konten twitter itu.
"Sejak kapan ia menjadi kekanak-kanakan...." pikir Peny.
.
.
"Hei hei... kamu mendengar kan, bahwa Amiko pindah sekolah? Aku penasaran sekarang apa yang terjadi pada Peny."
"Aku taruhan, selama 3 tahun ini ia tidak akan memiliki teman."
"Kamu jahat sekali hahahaha, aku taruhan ia tidak akan naik kelas dan dikeluarkan oleh sekolah kita."
"Hei, kalian ini, pasti dia akan mengalami keduanya. Hahahaha bodoh sekali, lihat saja."
.
.
"....."
Peny hanya melihat semua postingan Amiko.
"Aino sangat menipu, aku bahkan hampir mengira ia adalah lelaki mesum yang memasuki kamar mandi perempuan! Hahaha, Aino, panjangkan rambutmu, aku akan tertipu lho kalau tidak."
Peny diam saja.
"Dia sangat bahagia ya..." pikir Peny.
"Karena kekuatan sihirnya... ia bisa mendapatkan banyak sekali teman.... tetapi aku, dengan sihir pembuat ramuanku... aku yang terlemah... aku tidak akan mendapatkan teman..." pikir Peny.
.
.
"Tetapi tanpa Amiko... sepertinya mereka tidak akan membandingkan diriku dengannya lagi.... mengesalkan." Pikir Peny.
.
.
"Maaf, dengan nilaimu yang tidak dapat mencapai target, terpaksa kamu dikeluarkan."
Peny terkejut.
"Benarkan! Hahaha! Aku benar, aku menang taruhan!"
"Duh... dasar lemah sih..."
.
.
Peny merasa kesal, Peny pergi dari sekolah Kenichi Kitaro.
"Andaikan aku lebih kuat.... aku tidak akan dibandingkan dengan brokoli lepek itu..." pikir Peny.
"Jangan pikir dengan kamu kuat kamu bisa menjadi terkenal dan menjadi pahlawan... enak sekali jadi orang yang mempunyai kekuatan besar.... jangan-jangan... selama ini kamu berpikir bahwa aku ini lemah, sehingga kamu merasa kasihan dan menjadi sahabatku, tetapi kamu berusaha untuk membawaku ke sekolah yang kekanak-kanakan agar aku tidak bisa menjadi pahlawan, dan juga dengan sengaja kamu meninggalkan aku dan bermain dengan teman-teman barumu yang lebih kuat ya? Huh... untung saja aku tidak masuk perangkapmu yang sangat jahat... aku menyadarinya dari perkataan teman-teman yang selalu merendahkanku." Pikir Peny.
Peny berjalan di sebuah gang sempit dan gelap.
Sebuah kelompok gangster mengerubunginya.
"Waaah ada cewek ini.."
"Ayo main sini..."
Peny tidak bisa berbuat apa-apa karena sihirnya hanya membuat ramuan.
Peny cepat-cepat membuat racun dan menyiramkannya pada orang-orang itu, tetapi meleset.
"Bagaimana ini.... dasar...." pikir Peny.
"Dasar lelaki sampah..."
Tiba-tiba semua orang-orang itu terbakar hingga hangus.
"Fuuuh...."
"Siapa itu?" Tanya Peny.
Seorang wanita berambut kebiruan muncul.
"Aku sedang ingin membunuh lelaki, jadi aku membunuh mereka.. dasar lelaki sampah.." kata wanita itu.
"J-Jangan bunuh aku! Kumohon! Aku akan memberikan apapun!" Kata Peny ketakutan.
"Kalau begitu.... kemarilah." Kata wanita itu.
Peny mendekat, wanita itu memegang kepalanya.
"Kamu ingin menjadi kuat? Tetapi ingin menjadi pahlawan melawan teman brokoli lepek itu? Kusarankan jangan jadi pahlawan untuk melawannya, karena pahlawan tidak bisa bersaing satu dengan yang lainnya. Bagaimana kalau begini, kamu akan kuberi kekuatan yang cocok dengan sihirmu, tetapi kamu harus ikut denganku dan janganlah jadi pahlawan. Aku yakin jika kamu ikut denganku, kamu bisa mengalahkan sang brokoli lepek menjijikkan yang hendak menjebakmu itu.... cih.. aku jadi ingat dengan stroberi busuk itu." Kata wanita itu.
"Baiklah.... lakukanlah apapun yang kamu mau, asalkan jangan bunuh aku..." kata Peny.
"Ikut denganku ya... jika kamu memberontak, kamu akan tahu akibatnya..." kata wanita itu.
.
.
Wanita itu meremas kepala Peny sedikit, tetapi Peny merasa sangat kesakitan.
"Tenanglah... aku mengubah penampilanmu sedikit agar teman brokolimu tidak mengetahuimu. Dan juga, dengan begini... kamu akan menjadi sangat kuat." Kata wanita itu.
Tubuh Peny mulai menjadi putih pucat.
"Sudah cukup, sekarang, berlatihlah... kamu sekarang adalah bawahanku, panggilah aku tuan Rei... atau Rei saja tidak apa-apa." Kata wanita itu.
"Aku... tidak ingat apa-apa... kecuali si brokoli lepek busuk itu... misiku adalah menbunuhnya, tetapi aku harus berlatih dahulu." Kata Peny.
"Benar sekali. Sekarang, berlatihlah." Kata Rei.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Akhirnya, aku juga yang kalah... Amiko memang kuat... dan pikiranku... entah mengapa aku jadi ingat semuanya..." pikir Peny, sang gadis racun itu.
Kulit Peny yang pucat, dan rambut Peny yang berwarna putih keunguan, mulai memudar dan berubah menjadi darah. Rambut Peny kembali menjadi hitam, dan kulit Peny tidak pucat lagi.
"A... miko..." kata Peny terakhir kalinya, suaranya juga kembali seperti semula.
.
.
Amiko terkejut, Amiko segera melihat ke arah Peny.
"Ternyata.... kamu masih mengetahuiku..." kata Peny.
Amiko berlari ke arah Peny dengan segera. Amiko memeluk Peny.
"P-Peny! Mengapa kamu berdarah-darah seperti itu? Mengapa? Ada apa? Tunggulah! Aku akan mencari bala bantuan!" Kata Amiko panik.
Peny tersenyum.
"Ternyata kamu tidak berubah ya...." kata Peny.
"Tunggulah Peny! Aku berjanji akan menyela---"
"Amiko... jika kamu mengetahui ini... kamu akan membenciku... aku adalah gadis racun itu.... dan aku di sini untuk membunuhmu... karena kebodohanku... aku terhasut oleh kebencian palsu itu..." kata Peny.
"Hah? Tak mungkin... Peny tidak membenci dengan mudah! Peny, kamu adalah orang yang sangat baik hati, hampir mustahil kamu membenci orang lain! Bertahanlah!" Kata Amiko.
"Amiko.... kamu memang tidak berubah..." kata Peny.
Peny memegang pipi Amiko.
"Kamu... menjadi kekanak-kanakan ya... sangat peduli dengan teman... tetapi... aku suka itu.... padahal aku tidak pantas menerimanya." Kata Peny.
"Tidak, Peny... semua orang, terlebih dirimu, pantas mendapatkan kasih sahabat... semua orang..." kata Amiko.
"Ah..." kata Peny.
"Peny! Bertahanlah!" Kata Amiko.
"Maaf.... tapi... terimakasih..." kata Peny.
Lalu dengan hembusan nafas terakhirnya, Peny meninggalkan dunia ini.
"Peny! Peny! Pen... y.." kata Amiko yang menyadari bahwa sahabatnya sudah tidak ada lagi.
Amiko menjadi lemas.
"Aku yang membunuhnya..." kata Amiko.
Amiko meletakkan tubuhnya di atas tanah, lalu menangisinya.