"Apa hanya ini rencana produksi yang bisa kau ajukan padaku?" tanya Monica dengan marah pada salah seorang karyawannya saat rapat sedang berlangsung. Ia tidak tahu ini sudah berapa kalinya ia marah dengan semua orang yang hadir di sana.
Karyawan itu terlihat ketakutan. Begitu pula dengan semua orang yang hadir dalam rapat. Semuanya merasakan ketegangan yang amat mencekam akibat tidak ada satupun orang yang tidak mendapatkan teguran dari atasannya, Monica.
Monica memandang semuanya dengan kesal.
"Apa hanya ini yang bisa kalian lakukan untuk melakukan perubahan dalam hal pemasaran? Bukankah aku sudah mengatakan berulang kali, kalian harus melakukan peninjauan ulang secara menyeluruh. Semuanya tanpa terkecuali. Tapi apa yang sudah kalian kerjakan? Hanya memberikan laporan yang sama dengan yang sebelumnya? Apa kalian sungguh menyimak apa yang sudah aku katakan pada kalian sebelum ini?" teriak Monica penuh kemarahan.
Ia menembakkan bidikan amarahnya pada semua karyawannya tanpa terkecuali.
Monica kembali menolehkan wajahnya kepada salah seorang karyawannya yang lain bernama Gladys. Ia mulai menyerangnya.
"Gladys, aku sudah bilang 'kan untuk tidak mengunakan kompenen pendistribusian tahap satu dalam memasarkan produk Junggle's. Ini adalah era digital. Kau seharusnya hanya perlu fokus pada pemasaran digital yang selalu aku tekankan untuk kau kontribusikan. Kenapa kau selalu saja melakukan hal yang melenceng yang tidak aku suruh untuk kau kerjakan? Apa kau tidak menganggapku ada??" seru Monica tanpa terbantahkan.
Ia sungguh menganggap masalah ini serius mengingat Gladys sering sekali lebih senang mengerjakan hal-hal tambahan yang dirasa Monica tidak diperlukan tapi menurut wanita itu tidak pernah ada salahnya bila ia kerjakan.
Tentu saja ini membuat sudut pandang keduanya menjadi sangat bertolak-belakang. Ia jelas tidak suka hal itu.
Monica mengalihkan pandangannya ke yang lain.
"Lalu kau Jhonny. Aku sudah memintamu untuk mengumpulkan materi publik Warounds segera. Tapi sampai saat ini kenapa kau masih belum juga menyerahkannya?"
Seorang pria dengan kacamata bulat terlihat panik. Tidak menyangka dirinya akan mendapat teguran dengan cepat. Ia buru-buru menjawab dengan takut-takut.
"M-materi itu masih dalam proses pengerjaan dan baru akan rampung minggu depan. Karena saat ini saya masih harus mengerjakan materi mengenai pengembangan produk dan mengulas pemakaian produk, maka saya perlu waktu yang lebih untuk menyelesaikannya, Bu Monica."
Laki-laki yang bernama Jhony itu merasa yakin jawabannya ini pasti tidak akan membuat bosnya itu puas. Dan benar saja, bosnya itu langsung menyoroti dirinya dengan alis yang terangkat.
"Minggu depan?" ulang Monica tidak percaya, "Apa kau tidak bisa mengerjakannya dengan lebih cekatan? Ini sudah tenggat waktu dan kau masih bisa mengatakan bahwa kau baru akan bisa menyelesaikan itu semua, minggu depan?"
Jhonny menggangguk. Bagaimanapun juga, sulit baginya untuk menyelesaikan materi itu dalam waktu dekat mengingat masih banyak pekerjaan menumpuk yang menunggunya. Menerima anggukan kepasrahan Jhonny, Monica hanya bisa menghelah napas.
Ia kembali membuka beberapa laporan yang ada di atas meja di depannya.
"Lalu bagaimana dengan masalah outsourcing? Apa bagian humas sudah memberi kabar?" tanya Monica sambil tetap membaca laporannya.
Seorang wanita lain dengan cemas angkat bicara.
"Belum, bu. Mereka masih menunggu pihak terkait untuk mengumpulkan sejumlah pekerja yang bisa memenuhi keinginan kita. Karena jumlah lapangan pekerjaan yang banyak sekarang ini dan jumlah pekerja yang mendaftar sedikit, sangat sulit untuk menemukan pekerja yang bisa kita rekrut," jawab karyawan itu dengan gelisah.
Ia juga sangat yakin perkataannya itu akan semakin membuat atasannya itu tidak senang.
Monica langsung memukul meja, "Kalian ini kerjanya gimana sih? Jika pihak yang biasa mengumpulkan sejumlah pekerja tidak berhasil, bukankah kalian bisa mencari alternatif lain? Bukan hanya satu atau dua perusahaan yang membuka jasa oursourcing. Apa hal itu perlu juga untuk aku membantu mencarikan solusinya?"
Si karyawan langsung menunduk dan menggeleng, "Tidak, bu. Akan segera saya carikan solusi yang lain."
"Ya. Tentu saja kamu harus segera mencari solusi untuk masalah itu secepatnya sebelum permintaan semakin membludak. Jika perlu ke bagian HRD-2 dan minta mereka mencarikan orang. Apa kau mengerti?"
Karyawan itu buru-buru mengangguk.
Monica terduduk dengan lemas. Ia mengetuk-ngetuk meja beberapa kali. Dialihkannya pandangannya itu ke semua orang yang hadir dalam rapat satu per satu.
"Aku benar-benar tidak mengerti mengapa aku bisa memperkerjakan kalian sampai sejauh ini. Kalian adalah lulusan terbaik dan kalian juga sudah mengikutiku cukup lama. Tapi kenapa kalian masih saja belum melakukan kemajuan yang signifikan. Kalian selalu saja perlu untuk aku koordinasikan. Apa kalian tidak bisa melakukan hal yang lebih daripada sekedar mengikuti arahan? Bahkan terkadang walaupun kalian sudah mengikuti arahanku, kalian tetap saja masih bisa melakukan kesalahan. Aku benar-benar tak bisa percaya ini!"
Monica tahu amarahnya kali ini agaknya cukup berlebihan. Semua pegawainya memang suka membuat kesalahan tapi tidak bisa dipungkiri mereka jugalah yang banyak melakukan kontribusi dalam menggebrak penjualan dan pengembangan perusahaan.
Mereka juga selama ini sudah sangat membantu Monica dalam menyukseskan setiap proyek yang ia kerjakan. Sehingga tidak mengherankan jika perusahaannya ini bisa berkembang dengan sangat pesat dan cukup disegani oleh berbagai pihak.
Perusahaan yang dikelolanya merupakan salah satu anak cabang dari perusahaan Kakek. Monica sudah menduduki kepemilikan perusahaan sejak ia masih dibangku kuliah. Dan itu bukan waktu yang singkat mengingat ia sudah berumur 23 tahun sekarang.
Ia akui, bukan hal yang mudah untuk membagi waktunya antara pekerjaan dan sekolah. Belum lagi diusianya itu, ia masih terobsesi untuk bermain dan bersenang-senang. Tapi tidak jika Kakek sudah mengambil alih kontrol seluruh aktivitasnya tanpa pandang bulu.
Berkat itu pula, Monica akhirnya bisa menjadi wanita karir yang sukses dan berhasil. Tak hanya anak cabang perusahaan Kakek yang berada di kawasan Kuningan. Monica juga terkadang suka membantu Kakeknya bekerja di kantor pusat di kawasan Sudirman dan beberapa perusahaan lain yang bernaung di bawah PT. Agroemeda Jayalestari.
Karena arahan Kakeknya itulah, Monica selalu bersikap tegas dan serius dalam bekerja. Ia tidak pernah memandang sebelah mata siapapun atau apapun. Jika itu penting maka itu harus didahulukan terlebih dahulu.
Jika itu salah maka harus segera diperbaiki, tidak peduli jika mereka telah kehabisan waktu. Setiap rencana harus dipikirkannya matang dari segala sudut pandang dan dengan cara menyeluruh, tanpa setengah-setengah.
Dan dalam hal memarahi karyawannya jika membuat kesalahan, Monica tentu saja juga tidak akan setengah-setengah. Apalagi hari ini moodnya sedang sangat buruk. Ini membuatnya semakin tidak terkontrol.
Monica membereskan data-datanya lalu mematikan laptop. Akan percuma saja jika rapat ini masih berlangsung. Tidak ada satu hal baik yang dilaporkan dan ini semakin membuat kepala Monica pusing. Ia bangkit berdiri.
***