Bukan lagi suara putrinya melainkan suara berat yang punya penekanan kuat di setiap ujung kalimat, Wiryo mengetuk pintu dan memanggil namanya.
Sukma terpaku, sekian menit sudah dia biarkan pintu kamar yang tertutup dari dalam menyuarakan benturan ruas-ruas jari dengan kayu jati.
Anehnya, Wiryo tidak sedikit pun mengurungkan niatnya. Hati lembut perempuan tersebut tersentuh -sudah. Sukma pada akhirnya membuka pintu.
Mata Sukma masih enggan menatap pria yang menjalankan kursi rodanya. Wiryo masuk, dan mengikuti gerakan Sukma. Perempuan itu duduk di sofa yang letaknya tak jauh dari ranjang.
Sofa empuk dilengkapi meja rendah tepat di hadapan Sukma duduk.
Matanya masih menatap arah lain sambil memegangi lengkungan tepian sofa yang bentuknya mirip kue gulung.
Dehem Wiryo tak membuahkan hasil. Lelaki paruh baya itu mendekatkan kursi roda otomatis sampai ujung kursi membentur lirih meja di hadapan Sukma.