Aku sangat benci mendengarnya merintih, lalu memanggil-manggil Hadyan ku dengan sebutan Hendra.
Rasa benciku kian membumbung tinggi, tatkala dia dengan berani menarik tasnya lalu menghantam wajah partnerku yang terlihat bodoh.
Aku masih asik menonton adegan dua orang yang sedang bergulat hebat.
Anehnya, partnerku tidak memiliki keberanian untuk melakukan tindakan yang lebih. Hingga akhirnya aku mendekatinya, terdengar deru nafasnya yang terengah dan aroma tubuhnya yang kian pekat menggoda indera penciumanku
Aku sudah tidak tahan ketika melihatnya seolah sedang menantangku. Yang aku tahu, satu-satunya alasan semua orang menyukainya dan mengutamakan dirinya adalah, apa yang ada di dalam perutnya.
Kemudian aku tertantang untuk menendang perutnya. Aku sempat mendengar rintihan kecil. Aku tahu, itu suara rintihan si pemilik aroma tubuh yang aku inginkan. Tapi itu bukan rintihan ketakutan, ataupun kesedihan. Suara itu memiliki emosi tersendiri.