Gelora 💗 SMA
Usai pelajaran olah raga, anak-anak bergegas menuju kamar mandi sekolah, termasuk aku. Di sana kami semua menghalau rasa lelah dan keringat yang mengucur deras di tubuh. Kamar mandi cuma ada beberapa, sehingga kami semua harus antre untuk menggunakan kamar mandi tersebut. Dan demi menghemat waktu, akhirnya kami terpaksa menggunakan satu kamar mandi untuk dimasuki beberapa anak. Kami mandi bersama.
Saat giliranku tiba, tersisa hanya sedikit anak yang belum mandi. Tanpa menunggu komando, kami pun langsung memasuki kamar tersebut dan segera melepaskan pakaian kami masing-masing. Kami telanjang bulat, namun tak ada satu pun yang memiliki pemikiran mesum. Kami semua sadar bahwa kami sama-sama laki-laki dan tidak ada hasrat seksual yang menyertai. Kami mandi seperti layaknya mandi pada orang kebanyakan. Gebyar-gebyur menguras bak mandi dan menyiram tubuh dengan air.
Di tengah aktivitas mandi tersebut, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran Akim yang seperti setan menampakan diri di hadapanku. Dengan refleks aku menutup alat kelaminku dengan kedua tanganku, lalu membalikan tubuhku ke arah tembok.

''He ... he ... he ...'' Dia tertawa bahagia, "tidak usah ditutupi, aku sudah melihatnya!'' Akim tersenyum mengejek.
''Shiiittt!'' Aku geram.
''Gede juga Pisang Ambon-mu, Poo ...'' ujar Akim enteng, aku tidak yakin apakah ini pujian atau ejekan.
''Ah ... Taiii!'' Aku kesal dan benar-benar marah. Aku menatap tajam ke arah Akim, tapi makhluk gendeng itu hanya cengegesan sambil melepaskan semua pakaiannya. Dia bugil. Dan dengan PD-nya cowok hitam manis itu memamerkan senjata pribadinya di depan mataku. Alat kelaminnya masih nampak terkulai, namun dengan sigap tangannya mengurut benda kejantanannya itu hingga mulai menegang dan membesar.
''Jangan marah, Poo ... aku cuma ingin mandi bareng kamu ...'' Tangan Akim mulai usil menjamah tubuh telanjangku. Tepatnya pahaku dan mulai menjalar ke bagian sensitifku.
''Enyahlah tanganmu dan menjauhlah dariku, Kim!'' Aku mengusir tangan Akim yang jahil.
''Ha ... ha ... ha ....'' Bocah tengil itu ngakak padahal aku dongkol.
Aku memandang bringas ke arah Akim. Aku benar-benar jijik melihat ulahnya.
''Apaan sih, Poo ... orang aku mau mandi juga."
''Mandi sih mandi aja, Kim ... ga usah geratakan tangannya di tubuh orang!''
''Cieee ... sensi amat sih, Poo ... kayak anak perawan yang lagi PMS."
Aku bersingut. Aku tidak berkata apa-apa lagi. Tapi, aku menatap Akim dengan pandangan permusuhan. Dan aku yakin mukaku pasti merah karena menahan amarah. Yah ... aku geram bahkan teramat geram. Aku memalingkan mukaku. Aku mempercepat aktivitas mandiku, kemudian aku meraih pakaianku dan segera memakainya.
Sebelum aku pergi meninggalkan kamar mandi aku melirik ke arah Akim, dia hanya tersenyum dan malah mempertontonkan alat vitalnya yang sedang dikocok-kocok. Benar-benar gila. Super gila. Itulah umpatku pada teman lelaki sekelasku itu.
Ah ... aku benci Akim, tapi aku merasa ada sesuatu dalam diriku saat aku melihat secara langsung dan menyaksikan sendiri bentuk dan ukuran alat kelamin Akim yang menurutku tergolong jumbo. Jantungku kala itu mendadak berdebar-debar ketika kemaluan Akim perlahan mengeras. Aku memang tidak lama menatap senjata pribadinya itu, namun demikian aku masih bisa jelas menggambarkan seperti apa model organ vital Akim. Kepalanya merona dan mengkilat seperti bentuk tanaman jamur, batangnya sedikit berurat dan skrotum-nya bergelayutan bagai dua buah salak. Menjijikan tapi indah. Aku masih terbayang area pubisnya yang ditumbuhi bulu-bulu kasar yang lebat seperti rumput alang-alang.
Ada apa dengan diriku, mengapa aku membenci sikap dan perilaku Akim, tapi aku tertarik dengan benda yang berada di antara pangkal pahanya? Sepertinya ada yang tidak normal dalam diriku. Tapi aku berharap tidak. Semoga!