Alta menguci pintu dari dalam. Lalu ia berdiri menyender sambil memandang kaki kirinya yang diperban. Ia merutuki kecelakaan yang menimpanya waktu itu. Jika saja ia bisa mengontrol emosinya mungkin rencana awalnya akan berjalan lancar dan tidak menjadi berantakan seperti sekarang.
"Kenapa pintunya dikunci?"
Alta mendongak. Di depannya, Lamanda berdiri dengan mata memerah. Entah kenapa ia selalu tidak bisa melihat perempuan menangis apalagi jika ia penyebabnya. Dan Alta membenci itu.
"Berhenti nangis. Gue muak," ketus Alta tanpa perlu menjawab pertanyaan Lamanda. Ia berjalan dan duduk di sofa. Tongkatnya ia letakkan di samping.
Sambil menghapus air matanya Lamanda memalingkan wajahnya dan beranjak ke samping brankar lalu duduk berlutut disana. Tangangnya menggenggam erat tangan seseorang yang terbaring disana. Davino.
"Dav.. ini aku"