"Sekali-kali makan di kantin nggak bikin gue miskin kan?"
Mereka bertiga, Lamanda, Kaila, dan Arsya sedang duduk di kantin, enggan memesan makanan karena sebagian stand masih penuh antrean. Lamanda sibuk dengan game piano tiles di ponselnya. Padahal ia masih level 34, tapi not-not yang berjalan di layar ponselnya itu bergerak cepat menciptakan alunan musik The Fountain, membuat jari-jari Lamanda kelimpungan. Hal itu membuat kepalanya pusing, sesekali ia mengerjapkan matanya yang memburam karena layar dihadapannya.
"Enggak Kai, lo jangan terlalu hemat. Entar jatuhnya pelit," jawab Arsya.
Setelah melihat salah satu stand agak lengang Arsya beranjak memesankan makanan untuk kedua temannya. Ia hanya membeli jus alpukat karena sedang proses diet, bulan depan berat badannya harus turun tiga kilogram karena posisinya di team cheersleader ganti jadi flyer.
Arsya melambaikan tangan ke arah dua temannya saat pesanannya sudah selesai, memberi isyarat agar membawa makanannya sendiri. Melihat itu, Kaila menarik lengan Lamanda membuat Lamanda menggerutu karena gerakan Kaila membuatnya salah pencet not dan nyawa gamenya hilang satu.
Saat mereka duduk kembali Lamanda menunduk, mencoba mengalihkan perhatiannya dengan game di ponselnya. Ia risih karena sejak kemarin-kemarin ia selalu jadi perhatian. Apalagi saat di kantin seperti ini, Lamanda bahkan dapat mendengar jelas ocehan-ocehan mereka yang mengatainya.
"Kalau lo dengerin kata mereka terus disimpan di hati yang ada lo bakal kurus. Udah lah makan. Kalau keterlaluan gue bakalan lempar mereka pake gelas biar kapok, " ucap Arsya menenangkan Lamanda.
Lamanda tersenyum kecil lalu meletakkan ponselnya di saku. Ia meminum tehnya perlahan lantas mulai memakan mie ayamnya. Belum sempat memakan suapan keduanya, tiba-tiba saja ia melihat Arsya melemparkan gelas jusnya ke meja di sebrangnya. Suara pecahan menggema di seantero kantin bersamaan dengan dentingan garpu miliknya yang jatuh ke lantai karena ia kaget. Ia melihat Arsya sudah menghampiri segerombolan siswi itu lalu menendang kursi yang diduduki mereka. Membuat para siswi itu memekik.
"Ngomong apa lo tadi?! Lo ngatain temen gue jal*ng?" tanya Arsya sinis.
"Iya. Kenapa?" jawab Laudi, cewek berambut dark blue yang sejak tadi memang mengoceh tentang Lamanda bersama teman-temannya.
Tubuh gadis itu memang lebih tinggi dari Arsya tapi Arsya lebih menakutkan jika marah seperti ini.
"Ngaca!! Lo tuh yang jal*ng!!" teriak Arsya. Gadis itu diliputi amarah, ia sudah hendak menampar Laudi ketika Liora yang baru saja datang menariknya dan menghempaskannya begitu saja membuat Arsya semakin emosi.
"Lo apaan sih, anj*r!!" umpat Arsya. Kepalanya sekaan mendidih melihat Laudi begitu menyebalkan bahkan terlihat meremehkannya, apalagi di depannya ada tamengnya, si Liora.
"Sya, udah. Mending kita balik ke kelas aja," kata Lamanda yang sudah menghampiri Arsya. Gadis itu sudah mencekal lengannya dan ini yang paling tidak disukai Arsya dari Lamanda. Lamanda terlalu sering mengalah dan begitu lemah, padahal ia tidak salah.
"Denger ya, Lam. Kalau mereka nggak dikasih pelajaran mulutnya bakalan tetep nyerocos nggak jelas. Kalau lo mau ke kelas, lo ke kelas aja sana biar gue yang urus bucin-bucin ini," kata Arsya. Ia melepaskan tangan Lamanda dan mendekati Laudi yang tersenyum meremehkan ke arahnya.
"Nggak usah senyum-senyum lo, sini lawan gue kalau berani!!"
"Gue nggak takut ya sama lo!!"
"Halah modal dada gede aja belagu lo!"
Laudi menerobos Liora dan menjambak rambut Arsya, membuat seisi kantin memekik dan mendekat ke arah mereka apalagi setelah terdengar suara tamparan yang diciptakan Arsya di pipi Laudi.
"Enak aja lo jambak gue, lo pikir perawatan rambut murah apa?! Mahal coy, lebih mahal dari harga lo!"
"Jaga omongan lo sial*n!!"
"Lo emang murah kan? Coba bilang sama gue, dibayar berapa lo sama Keral? Palingan gocap sejam."
Kantin mendadak hening mendengar ucapan Arsya. Gadis itu merasakan tubuhnya ditarik kasar dan satu tamparan keras mendarat di pipinya. Terdengar begitu jelas dan menyakitkan, Arsya sampai limbung dan hampir jatuh kalau saja Raskal -yang entah sejak kapan berada di belakangnya- tidak menahan tubuh gadis itu.
Lamanda dan Kaila terperangah, mereka segera menghampiri temannya dan menenangkan gadis itu untuk tidak terbawa emosi. Tapi, Arsya tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia memandang sengit orang yang menamparnya dan mengeratkan pegangannya pada kemeja Raskal yang wajahnya sudah memerah.
"Lo jahat!!" teriak Arsya pada Keral. Orang yang menamparnya tadi.
Hanya itu yang ia katakan padahal ia ingin memaki Keral dan menyumpah serapahi lelaki itu tapi suaranya tercekat di tenggorokan.
"Lo keterlaluan, Sya. Omongan lo bikin gue.." Keral menghentikan ucapannya dan memandang Arsya lelah. Tangannya masih bergetar usai menampar Arsya tadi. Ia hendak meraih Arsya tapi Raskal menghalanginya.
"Arsya emang keterluan tapi yang dia bilang emang bener kan?" kata Raskal.
"Diem lo, mending lo minggir dan nggak usah sok jadi pahlawan!" perintah Keral.
"Sayangnya gue nggak mau," ucap Raskal.
Liora menggebrak meja sangat keras bahkan buku-buku tanganya sampai memerah, membuat semua murid tersentak kaget.
"Drama tahu nggak?!" sentak Liora. Ia meraih mie ayamnya lalu menyiramkan tepat di seragam Lamanda, membuat Lamanda terperangah kaget karena sasarannya tiba-tiba dirinya.
"Ra," desis Arsya, ia menahan emosinya untuk tidak menjambak Liora atau mematahkan hidung plastik gadis itu, ia memilih menarik Lamanda menjauh dari Liora.
"Kenapa? Lo udah nyakitin temen gue tadi, sekarang waktunya gue main-main sama temen lo," kata Liora menyeringai.
Melihat Liora mendekat Arsya segera membawa Lamanda ke belakang tubuhnya bermaksud melindungi. Liora tersenyum sinis, ia menarik lengan Arsya kasar, membuat Arsya berada di ambang batas sabar.
Arsya menatap Liora nyalang, "Gue pastiin lo mati di tangan gue kalau sampai lo nyakitin Lamanda," desis Arsya.
"Nggak usah sok jadi tameng lo! Temen lo tuh nggak pantes disini. Kalau dia nggak sekolah disini, semuanya nggak bakal kayak gini. Temen lo itu pembawa sial."
Liora mendekat ke arah Arsya lalu mendorong gadis itu. Dengan segera ia menarik lengan kemeja Lamanda yang sudah tidak terhalang Arsya dengan kasar dan menghempaskan tubuh Lamanda sampai menabrak meja kantin dengan keras. Melihat itu, Arsya segera menghampiri Lamanda dan membantunya untuk duduk. Mata Lamanda sudah berkaca-kaca dan Arsya maklum akan hal itu, karena Liora sudah keterlaluan. Bahkan sudut mata Lamanda memerah karena terbentur meja.
Liora sudah hendak menghampiri Lamanda kembali namun Arsya lebih dulu menjambak rambut Liora dan menghempaskannya ke lantai.
Belum cukup, Arsya segera menghampiri Liora yang masih tersungkur lalu menamparnya, Arsya menatap tajam Liora, "Lo bisa mati di tangan gue sekarang!"
Liora berdecih. "Nggak usah ikut campur deh lo sialan!"
Arsya segera mencekik leher Liora, membuat Lamanda dan Kaila kaget. Beruntung Raskal bergerak cepat menarik Arsya dari Liora, meskipun gadis itu sempat berontak.
Liora segera berdiri dibantu Laudi dan Marsha, terlihat Liora mengatur nafasnya susah payah. Ia mendekat ke arah Lamanda lalu menunjuk gadis itu, "Semuanya gara-gara lo. Dasar pembawa sial."
Lamanda hampir menangis, ia malu dan merasa sakit di beberaa bagian tubuhnya. Namun, ia mencoba menahannya dan menatap Liora, "Maaf."
"Cih, sok minta maaf. Biar apa? Biar orang-orang ngira lo baik? " cibir Liora. Ia kemudian tersenyum sinis. "Oh iya, gomong-ngomong akting lo kemarin oke juga, ngapain aja di UKS? Godain Alta biar lo di'pake' ya?"
Arsya mengepalkan tangannya mendengar ocehan tidak berdasar Liora. Liora terlalu beropini sesukanya tanpa melihat fakta sebenarnya. Saat hendak menghapiri Liora, tangannya ditahan oleh Raskal yang menyuruhnya diam saja.
"Gitu ya kalau kebelet, nggak ada kamar, UKS pun jadi."
Liora keterlaluan dan ucapannya tadi berhasil menusuk hati Lamanda. Sedari tadi Lamanda mencoba bersabar tapi Liora semakin melunjak. Lamanda menatap Liora lekat.
"Apapun itu, itu urusan gue. Lo nggak berhak ikut campur. Apalagi lo bukan siapa-siapa gue ataupun... Alta."
Liora menatap tajam Lamanda tangannya sudah gatal untuk menampar Lamanda. Ia sudah hendak melayangkan tamparannya ketika tangannya dicekal dan ditarik ke belakang oleh Kaila. Dengan segera ia mendorong tubuh Kaila. Disisi lain Arsya yang tidak terima segera menerjang Liora.
Beruntung guru sedang rapat jadi mereka bebas sedangakan para penjual di kantin mendadak panik dan mencoba melerai. Lamanda menenangkan deru napasnya yang mulai tidak teratur. Dengan sisa tenaganya ia menghampiri Kaila dan Arsya yang mulai menjambak dan memukul Liora. Namun, Raskal menariknya menjauh.
"ARSYA, KAILA UDAH!!" teriak Raskal.
Mereka bergeming, dengan susah payah Raskal mencoba menarik tubuh keduanya. Namun nihil. Nyatanya, dua cewek yang sedang emosi tidak cukup dihadapi satu cowok.
"BERHENTI!!" Entah sejak kapan tiba-tiba saja Alta sudah berdiri diantara mereka, ia membantu Raskal menarik Arsya dan Kaila menjauh dari Liora lalu memandang Lamanda yang menunduk, wajahnya memerah. Alta memejamkan mata sejenak lalu menoleh ke arah Raskal, "Bawa dia ke kelas," perintah Alta karena ia tahu Lamanda satu kelas dengan Raskal.
Raskal segera membawa Lamada ke kelas setelah sebelumnya menarik paksa Arsya dan Kaila berdiri.
"Udah selesai pertunjukannya!! Bubar!!!" bentak Alta sambil menatap tajam gerombolan murid yang sedari tadi hanya menonton. Karena takut mereka memilih membubarkan diri daripada harus berurusan dengan Alta. Alta sedari tadi geram karena tidak satupun yang melerai tadi, bahkan yang cowok sekalipun malah ikut menonton.
Setelah itu Alta kembali menatap Liora yang sangat berantakan, ia merasa iba sekaligus kesal karena permasalahan tadi melibatkan dirinya, "Udah berapa kali gue bilang jangan bertindak tolol."
"Itu karena gue cinta sama lo," ucap Liora dengan mata berkaca-kaca.
"Bulsh*t. Kalau lo cinta sama gue, lo nggak bakal nuduh gue macem-macem dan bikin gue malu."
Liora menangis, ia bahkan rela malu berkali-kali di hadapan semua orang hanya untuk Alta tapi Alta tidak sedikitpun tersentuh hatinya lalu kemarin-kemarin ia mendengar sendiri bagaimana Alta lebih memilih wanita lain yang hanya baru beberapa hari di sekolah ini. Apakah Liora terlihat begitu tidak menarik di mata Alta? Apakah salah kalau Liora menginginkan Alta?
"Maaf. Tapi gue emang cinta sama lo."
Alta memalingkan wajahnya, ia menghela napas sejenak lalu mengadap Satya, "Pinjem hoodie lo."
Satya segera melepaskan hoodienya kemudian menyerahkannya pada Alta.
"Pakai," Alta mengulurkan hoodie tersebut ke arah Liora, "nanti lo kedinginan."
Liora memandang Alta tak percaya, ia mengerjapakan matanya berkali-kali. Alta mengkhawatirkannya dan ia sangat bahagia sekarang. Liora segera meraih hoodie tersebut, "Makasih," Liora tersenyum tulus.
Alta mengangguk. Ia menghela napas dan berkata, "Raa, berhenti cinta sama gue karena gue nggak cinta sama lo," ucap Alta lalu berbalik pergi.
***
I want you to komentar gurls haha