Descargar la aplicación
84.37% JEJAK WAKTU / Chapter 81: BAB 80. APA YANG TERJADI?

Capítulo 81: BAB 80. APA YANG TERJADI?

Tidak banyak yang harus kukemasi. Aku hampir tidak membawa apapun saat mencari Aryo. Tapi nenek menyerahkan buntelan berisi pakaian untukku dan makanan untuk kami selama di perjalanan.

"Semoga ukurannya sesuai dengan Noni." katanya tak acuh.

Tapi kali ini dia memanggilku dengan sebutan Noni, tidak seperti sebelumnya. Mungkin karena ada Aryo bersamaku.

"Terimakasih, Nek."

Aku tetap harus mengucapkannya, sekalipun dia tidak menyukaiku dan memperlakukanku dengan buruk.

"Pakai kerudungmu dengan baik. Jangan sampai rambutmu yang warnanya mencolok itu terlihat."

Nada kasarnya mulai muncul lagi, setelah dia tersenyum penuh kasih sayang kepada Aryo.

Setelah kami berpamitan. Aryo memacu kudanya.

Kami berkuda bersama.

"Aryo." panggilku saat dalam perjalanan.

"Ya?"

"Aku merasa nenek itu tidak menyukaiku."

Aryo tersenyum.

"Itu hanya perasaanmu saja."

Perasaan apa? Kenapa Aryo jadi ikut menyebalkan begini. Dia tidak tahu bagaimana nenek itu selalu bersikap buruk kepadaku.

Aku berdecak kesal.

"Kelihatannya dia sangat sayang kepadamu. Sebenarnya siapakah dia?"

"Kenapa kau penasaran sekali? Bukankah sudah kubilang dia kerabatku. Dia masih terhitung bibi ibuku. Dia seharusnya masih dipanggil dengan sebutan Raden Ayu."

"Kenapa dia tinggal di tempat seperti itu, jika dia seorang ningrat?"

"Setelah suaminya meninggal, dia memilih menjauhi semua urusan politik dan tinggal terpencil di pondok itu. Sesekali aku mengunjunginya." jelasnya, "Sampai sekarangpun terkadang aku juga heran, dia bisa bertahan di tempat seperti itu tanpa membawa satu pun pelayan bersamanya. Dia benar-benar ingin hidup bersahaja di tempat itu. Dulu ibu sempat memprotesnya dan terus mengirimkan orang untuk melayaninya, tapi dia menolak. Dia sangat keras kepala."

"Lalu kenapa dia tampak membenciku?" "Nenek memiliki pengalaman buruk dengan orang asing. Anak lelaki satu-satunya meninggal ditangan kumpeni. Dan dia meninggal karena menyelamatkanku." Suaranya melirih.

Jadi karena itu, Aryo selalu meminta maaf kepadanya.

Walaupun kejadian itu terjadi saat Aryo masih kecil dan tentunya dalam hal ini Aryo tidak bersalah. Tapi dia merasa bertanggung jawab atas nenek itu. Aryo memang orang yang seperti itu. Karenanya aku mencintainya.

"Jadi seperti itu." gumamku, "Bukannya sangat tidak adil jika dia memukul rata bahwa semua orang asing itu penjahat."

Aryo mencium rambutku dan berkata, "Margaret, bangsamu disini, berusaha menguasai kami, menjajah negeri kami."

Ya, aku paham itu.

"Walaupun aku yakin kau tidak seperti mereka, tapi asal usulmu tidak merubah itu semua."

Itu benar. Aku juga orang Belanda.

"Aryo..."

"Yaa?"

Nafasnya yang hangat menerpa daun telingaku. Sesekali bahkan bibirnya menempel disana.

"Lalu apa yang mereka bawa dalam karung-karung itu?"

"Rumah nenek kita fungsikan sebagai lumbung rahasia kami. Dibawah rumah nenek kita buat ruangan penyimpanan, yang menyimpan beras dan bubuk mesiu."

"Bubuk mesiu?!"

Pantas saja nenek kemarin sangat marah ketika aku dengan seenaknya mendorong karung-karung itu dengan kakiku.

Jika salah sedikit bisa-bisa aku kehilangan kakiku atau bahkan kehilangan nyawaku.

"Kita punya beberapa tempat seperti rumah nenek." lanjutnya.

Aryo sudah mempersiapkan semuanya. Ya, dia memang seperti itu.

Kita melintasi tempat-tempat yang aku belum pernah lihat sebelumnya. Tempat-tempat alami yang menurutku mempunyai pemandangan yang luar biasa. Aku yang dulu pasti sudah mengabadikannya dan mengunggahnya di akun media sosialku. Dan seandainya situasinya berbeda, mungkin aku akan mengajak Aryo untuk singgah di tempat-tempat itu. Kami tidak sedang pelesir. Bahkan boleh dikatakan kami semacam pasangan pelarian. Kami jalan dengan kewaspadaan tinggi. Dan setiap saat ada kemungkinan kami bertemu dengan musuh.

"Kita akan tiba di kamp pertama. Disana kamu bukan satu-satunya wanita. Ada banyak wanita yang berjuang bersama kami."

Aku hanya mengangguk.

"Tempat ini relatif paling aman dibanding tempat yang lain."

Ya, tempat itu lebih mirip desa kecil dibandingkan kamp yang kubayangkan. Bahkan aku melihat beberapa anak kecil berlarian disana.

"Raden..."

Orang-orang segera memberi hormat kepada kami, begitu kami memasuki gerbang benteng.

Seorang pria berumur bertubuh besar menyambut kami.

"Paman.." sapa Aryo sambil memberi hormat.

Kening pria itu berkerut begitu melihatku.

"Apakah semua baik-baik saja?" tanyanya kepada Aryo.

"Baik, paman." jawab Aryo. "Pasukan dari selatan sudah bergabung di perbatasan."

Orang yang dipanggil Paman hanya mengangguk kemudian mengajak Aryo menuju salah satu pondok.

"Aku perlu bicara denganmu." kata paman kepada Aryo.

"Mbok, bawa Noni ini untuk beristirahat!" seru paman kepada seorang wanita tua yang melintas sambil membawa bakul.

"Iya, Ndoro." sahutnya penuh hormat.

Aryo memasuki pondok setelah beberapa saat bicara dengan pamannya. Wajahnya tampak gusar.

"Ada apa?" tanyaku

Dia berusaha tersenyum dan menjawab, "Tidak... Tidak ada apa-apa. Hanya masalah pasukan."

Aku mengangguk tanpa berusaha untuk mendesaknya menjelaskan masalahnya.

Wajahnya masih belum berubah. Ada sesuatu yang berat dan sepertinya tidak bisa diberitahukan kepadaku.

"Margaret..."

Akhirnya dia berkata sesuatu.

"Ya?"

"Aku mencintaimu." ujarnya sambil mengecup keningku.

Ada kesedihan dalam suaranya.

Apalagi masalahnya?

Margaret van Jurrien kisahmu benar-benar buruk! umpatku dalam hati.

Ingin rasanya aku mengutuk arwah gadis van Jurrien ini, karena membuatku terjebak dalam situasi mengerikan ini. Dan wahai dukun brengsek tahukah kau bahwa hidupku rasanya jungkir balik gara-gara matra bodohmu

"Kita akan pergi besok pagi."

Kemana? Kenapa? Apakah pamannya mengusirku? Apa itu yang membuat Aryo menjadi sedih?

Tidak satupun pertanyaan keluar dari mulutku. Aku hanya mengangguk.

Sore itu Aryo pamit untuk pergi ke suatu tempat, tapi hingga malam sudah sangat larut dia masih juga belum kembali.

Hingga dini hari ada seseorang yang mengetuk pintuku.

"Siapa?!" seruku terkejut.

"Noni, ini saya!"

Suara itu seperti aku kenal. Aku membuka pintu dan melihat Suwoto berdiri didepan pintu. Aku tidak bisa bilang dia baik-baik saja. Wajahnya tampak lelah. Dan ada luka di beberapa lengan dan pipinya. Pakaiannya tampak kotor karena lumpur yang sudah mengering.

"Kau kenapa?" tanyaku sambil menarik lengannya yang terluka.

Aku panik. Apakah ada yang terjadi dengan Aryo?

"Raden belum bisa kembali. Dia mengirim saya kemari untuk memberitahukan hal itu kepada Noni, agar Noni tidak mencemaskannya." jelasnya.

Aku semakin panik.

"Apa yang terjadi?!" tanyaku menuntut. "Jangan mencoba menutupi apapun dariku!"


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C81
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión