"Bagaimana? Kau menerimanya?" tanya Neptunus.
"Tentu, meskipun 'ukuranmu' tidak penting bagiku," ucap Nuansa.
"Itu hanya hadiah kecil-kecilan, aku ikhlas jika kau mengetahuinya."
"Jika kau keberatan tidak apa-apa, aku malah merasa jijik jika tahu 'ukuranmu'."
"Tidak apa, tidak apa, aku ikhlas."
"Aku tidak tahu kenapa manusia ini bisa sangat senang bila orang lain tahu 'ukurannya'. Benar-benar tidak waras," gumam Nuansa.
"Hah?"
"Eh? Apa?"
"Kau bilang apa tadi?"
"Apa."
"Iya, apa?"
"Iya, apa."
"Ck, apa?"
"Iya, apa."
"Grrh, aku bertanya, kau bilang apa tadi?"
"Iya, apa."
"Kenapa kau malah bertanya balik?!"
"Aku tidak bertanya balik. Aku kan mengakui kalau aku bilang 'apa' tadi."
"Apa?"
"Iya, apa."
"Argh! Apa yang kau bilang tadi?!"
"'Iya apa.'."
"Ya, Tuhan!"
'Huft, selamat, kalau aku tidak mempermainkannya, dia bisa tahu kalau aku membicarakan dirinya tadi,' batin Nuansa.
"Sekarang, jawab aku dengan serius, atau akan kuraba seluruh tubuhmu!" Neptunus mengancam Nuansa karena ia terlanjur kesal dengan Nuansa yang mempermainkannya.
"Boleh, tapi kau harus bayar 80 juta," canda Nuansa.
"Serius?"
"EH!! KAU INI! KENAPA KAU SANGAT CEPAT MENANGGAPI HAL-HAL JOROK?!"
"Kau memberi tawaran, kan? Aku sanggup memenuhinya."
"Argh, kau gila."
"Hei!"
"Baiklah, baiklah. Aku minta maaf."
"Aku memaafkanmu, tapi ada syaratnya.".
"Apa syaratnya?"
"Kuraba tubuhmu tanpa 80 juta."
Nuansa secara spontan menampar Neptunus lagi dan pergi meninggalkannya. Neptunus lantas tertawa geli dengan hal itu, padahal tamparan Nuansa cukup menyakitkan, tapi itu memang pantas diterimanya.
"Hei! Hei! Aku hanya bercanda!" Neptunus berseru sembari mengejar Nuansa. "Lagi pula, siapa juga yang mau meraba tubuh ratamu. Lebih baik aku jadi begal payudara dari pada harus meraba seluruh tubuhmu," sambung Neptunus.
"Rata tapi asli, karena aku mensyukuri apa yang Tuhan berikan padaku," ujar Nuansa.
"Apa maksudmu?"
"Kau bilang ukuran dada mantan-mantanmu diatas rata-rata, kan?"
"Ya, tidak seperti kau."
"Itu cukup menyinggung hatiku, tapi tak apalah, kau memang kurang waras."
"Hei!"
"Ok, ok. Jadi, aku paham bagaimana ukuran yang rata-rata bagimu, dan pasti tolak ukurnya bukan perempuan Asia, jika mereka memiliki ukuran yang di atas rata-rata, maka bisa dipastikan bahwa itu adalah silikon."
"Silikon?"
"Atau operasi."
"Operasi?"
"Ya, dan itu sama saja dengan tidak mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita."
"Permisi, tapi milik mereka asli semua."
"Tahu dari mana kau? Kau pernah menanyakannya pada mereka?"
"Eh? Ti-tidak, tapi..."
"Hahaha, berisi tapi palsu, siapa tahu aslinya mereka tidak lebih rata dari kertas."
"Tahu dari mana kau? Kau pernah menanyakannya pada mereka?" Neptunus bertanya balik.
"Engh ... Aku ini kan perempuan, jadi cukup paham lah untuk hal-hal seperti itu."
"Sok tahu."
"Lebih baik sok tahu dari pada pura-pura tidak tahu."
"Dasar tidak tahu."
"Aku tahu!"
"Tahu dari mana?"
"Ya ... Aku tahu."
"Sok tahu."
"Hei! Jangan memutar-mutar pembicaraannya!"
"Sok tahu."
"Ayolah, itu tidak nyambung sama sekali."
"Sok tahu."
"Grrrh, hentikan itu! Itu sama sekali tidak nyambung!"
"Yang barusan itu nyambung!"
"Sok tahu." Nuansa akhirnya memiliki kesempatan untuk membalas Neptunus dengan sangat bagus sampai membuat pria itu terdiam dan tampak kesal, sementara Nuansa hanya tertawa geli melihat itu.
Saat keduanya sampai di depan pintu sebuah bus berhenti di depan gerbang dan membuat Nuansa juga Neptunus menoleh ke arah gerbang.
"Bus sekolah?" ucap Nuansa.
"Ya, memangnya kenapa?" tanya Neptunus.
"Adikmu masih SD?"
"Tidak, bulan depan dia akan berulang tahun ke tujuh belas."
"Lalu kenapa dia masih menggunakan bus sekolah?"
"Itu namanya fasilitas tanpa batas."
"Sok tahu."
"Oh, astaga."
"Hahahaha."
Vega kemudian turun dari bus sekolahnya dan masuk menghampiri Neptunus dan Nuansa.
"Hei, katakan padaku," ujar Nuansa pada Neptunus.
"Apa?" tanya Neptunus.
"Apa kau juga diantar jemput ke kampus menggunakan bus?"
"Hei, yang benar saja."
"Tapi kukira semua yang berhubungan dengan keluargamu berhubungan dengan fasilitas tanpa batas."
"Sok tahu."
"Ayolah, itu benar-benar jawaban yang menyebalkan."
"Sok tahu."
Nuansa lantas hanya bisa mendengus sembari menutup kedua matanya. Ia baru membuka kedua matanya ketika ia merasakan kalau seseorang sedang mengendus-endus seluruh tubuhnya.
Nuansa pun terkejut dsn berteriak kecil ketika mendapati Vega yang sedang mengendus-endus tubuhnya. Ia secara spontan menghindar dari Vega.
"Wowowo, apa yang salah dariku?" tanya Nuansa sambil mencium aroma tubuhnya. "Aku baik-baik saja, aku pakai deodoran, tenang saja," lanjutnya.
"Deodoran apa yang kau pakai?" tanya Neptunus.
"Anda percaya dengan yang tidak terlihat?" jawab Nuansa.
"Aaah, Rexona, membawa kenangan yang sangat manis bagiku."
"Kau memiliki kenangan manis bersama deodoran?"
"Hei, aku sedang membicarakan salah satu mantan kekasihku, namanya Rexona."
"Ok ... Aku tidak tahu apa orangtuanya kelewat kreatif atau memang mengambil nama merk deodoran untuk nama anak mereka."
"Bisakah kita tidak membicarakan Rexona dulu?! Siapa gadis ini?!" tanya Vega pada Neptunus.
"Baiklah, Nuansa. Perkenalkan, ini Vega, ibu hiper cerewetku, dia juga sangat perhatian padaku. Oh iya, dia tercatat sebagai adikku di kartu keluarga kami," kata Neptunus.
"Aku Nuansa." Nuansa memperkenalkan dirinya pada Vega.
Vega terdiam mendengar Nuansa memperkenalkan dirinya. "Namanya jauh lebih aneh dari Rexona, bukan?" bisik Vega pada Neptunus sembari memperhatikan Nuansa.
"Indahsari nama belakangnya, jadi kurasa tidak terlalu aneh." Neptunus menyahuti adiknya.
Vega lalu mengalihkan pandangannya dari Nuansa dan menarik tangan Neptunus untuk membawanya menjauh sari Nuansa.
"Jelaskan padaku, siapa dia?!" perintah Vega.
"Dia calon kakak iparmu, jadi bersikap sopanlah padanya," jawab Neptunus.
"Calon kakak ipar?!"
"Ya."
"Tapi, siapa dia? Kenapa aku tidak mengetahui dirinya sebelumnya?!"
"Sekarang kau tahu, sayang." Neptunus lalu kembali pada Nuansa, Vega lantas menyusulnya.
"Maafkan dia, ya. Vega memang selalu seperti, ya kau tahulah ... Mungkin bisa dikatakan seperti hewan itu yang kau tahulah namanya tanpa harus kusebut. Terlebih lagi ketika dia melihatku sedang bersama seorang gadis, dia selalu memeriksa mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu dia akan menginterogasi mereka, termasuk kau, kurasa," ucap Neptunus.
"Ya, aku memiliki niat untuk melakukannya sekarang, tapi aku harus ganti pakaian dulu," ujar Vega.
"Kenapa kau pulang sangat awal hari ini?" tanya Neptunus pada Vega.
"Guru cerewet kami yang seharusnya mengajar hari ini menjadi korban penculikan pagi ini dan belum ditemukan," jawab Vega.
"Wow, ini bisa menjadi kasus untuk calon ayah sambung kalian, kan?" sambar Nuansa.
"Ya, aku akan sangat senang memberinya pekerjaan, tapi masalahnya kami berpesta di dalam kelas ketika mendengar kabar itu, beharap dia tidak akan pernah ditemukan, karena ya Tuhan, mendengarnya berbicara dan selalu marah membuat telinga kami semua kelelahan."
"Astaga."
"Tapi tentu aku akan memberitahu paman Eugene soal ini, atau mungkin aku seharusnya mulai memanggilnya dengan sebutan ayah sekarang. Terserahlah, apapun itu, aku akan mengganti pakaian dulu dan merayakan hilangnya guru yang membuat kami selalu senam telinga setiap kali dia mengajar." Vega kemudian masuk dan pergi ke kamarnya, Neptunus hendak mengikutinya, namun Nuansa menahannya.
"Kau mau ke mana?" tanya Nuansa.
"Ke toilet, aku ingin buang air besar," jawab Neptunus.
"Ini bukan karena aku dan Vega membicarakan tentang calon ayah sambung kalian, kan?"
"Tidak, tidak sama sekali."
"Ok."
"Kau boleh ke kamarku jika kau merasa bosan menunggu Vega, aku memiliki beberapa koleksi film pendek di sana dan beberapa buku yang bagus untuk dibaca."
"Baiklah."
***
Nuansa kini berada di kamar Neptunus yang sangat luas. Ia menghampiri rak buku kecil yang ada di sana. Gadis itu terkejut setengah mati ketika melihat rak tersebut, sebab isinya dipenuhi dengan majalah pria dewasa.
"Demi Tuhan, kenapa ada manusia seperti dia?" gumam Nuansa, ia pun lantas pergi ke rak tempat Neptunus menyimpan koleksi CDnya.
"HAH?! ASTAGA!!!"
Kesemua film pendek yang dimaksud oleh Neptunus ternyata hanyalah film-film porno.
Hai hai, lama gak jumpa nih, hehe, akhir akhir ini saya fokus ke Konsekuensi soalnya