Haii, ini adalah bab terakhir yang bakalan aku publis untuk kalian. Dan maaf jika bab ini engak sesuai dengan permintaan kalian😅😅 (tapi tetep happy ending kok)
Jujur aku engak kepikiran sampe harus kasih nganjaran ke ayah Jimin, Hyejin dan Hae In. Karena jujur di cerita ini (bakalan aku jelasin alasannya di capter selanjutnya)
Dari pada aku banyak ngomong lebih baik langsung baca aja ya.
Happy Ending!!!
****
Seperti sebuah keajaiban dalam pernikahanku dan Jimin. Sekarang aku dan Jimin sudah bisa menjalani pernikahan normal layaknya pasangan lain. Yang menikah bukan karena kepalsuan melainkan karena cinta.
Bahkan kami telah di karuniai seorang putri yang cantik bernama Park Semi, nama itu aku dan Jimin berikan dari singkatan nama kami berdua.
Wajah putri kami memiliki kombinasi dari diriku dan juga Jimin.
Semi memiliki wajah kecilku, mata indah Jimin, hidung mancung Jimin, lesung pipi Jimin, dan bibir tipisku. Meskipun aku sedikit iri karena Semi lebih banyak mengambil wajah dari ayahnya dibanding diriku. Tapi setidaknya ia akan cantik seperti diriku.
Waktu yang kami jalani tanpa terasa sudah akan memasuki 5 tahun dari usia pernikahan kami. Bahkan Semi saat ini sudah berusia 3 tahun setengah.
Banyak hal yang kami lalui di 3 setengah tahun ini terlepas dari usia pernikahanku dan Jimin. Mengigat jika Jimin sudah tidak memiliki apa-apa lagi setelah ia kalah dalam taruhannya. Kami harus berusaha untuk bangkit agar kami bisa menghidupi Semi dengan baik.
Untung saja, Jimin memiliki relasi yang baik dengan rekan bisnisnya waktu itu, sehingga Jimin masih di perbolehkan untuk bekerja di salah satu cabang perusahan milik rekan bisnis Jimin itu.
Meskipun sekarang Jimin bukan lagi seorang CEO di suatu perusahaan, tapi Jimin tetap terlihat sangat menawan saat ia menggunakan setelan Jasnya. Dan itu akan selalu membuat aku terpesona pada Jimin.
Kini aku sedang terburu-buru mengancinggi kemeja Jimin, setelahnya aku berangsur memasangkan dasi di kera baju Jimin. Mengigat jika sekarang kami sudah memiliki anak, aku dan Jimin tidak bisa bermesran seperti yang biasa kami lakukan saat sedang dalam keadaan seperti ini. Terutama Jimin yang selalu akan memintaku untuk menciumnya.
Jimin juga tak akan bisa meminta untuk mendekapku lebih lama sambil melingkarkan tangan kekeranya di pingangku. Karena Jimin pasti akan ditegur jika ia datang terlambat saat bekerja.
"Selesai"
Ucapku lalu aku berangsur ke ruang tamu saat aku mendengar Semi terus memanggil diriku dan Jimin.
"Iya sanyang sebentar"
Ucapku dan Jimin berbarengan sembari menuju kearah putri tercinta kami yang sudah duduk manis di meja makan.
"Oh, putri Appa. Sudah mandi ya? "
Tanya Jimin seraya mencium pipi kanan Semi.
Semi terlihat tertawa geli disana, pasalnya Jimin menciumnya tanpa henti. Meskipun Semi sudah meminta agar Jimin menghentikan ciumannya Jimin tetap saja menciumi Semi sampai malaikat kecil itu berangsur mendekat kearahku dan mengaduhi perbuatan ayahnya itu.
"Eomma, lihat Appa"
Ucap Semi dengan suara lucunya dan itu berhasil membuat aku dan Jimin tertawa.
"Kenapa?, apa Appa nakal? "
Tanyaku seraya membungkuk dan menatap Semi penuh cinta.
"Iya Appa nakal"
Jawab Semi dengan bibir manyun.
"Jangan salahkan Appa Semi, ini semua karena Eomma tak mau mencium Appa"
Kata Jimin seraya menunjuk kearahku dan Semi langsung menatapku dengan wajah cemberut.
"Eomma seharusnya mencium Appa sama halnya dengan Eomma memciumku, karena kasih sayang Eomma harus terbagi rata denganku dan Appa"
Jelas Semi sambil mengecungkan jari telunjuknya kedua, terlihat seperti guru yang sedang memarahi muridnya.
Aku sontak tertawa. Bahkan aku sempat gemas sendiri, entah kenapa Semi begitu pintar dalam berbicara. Dan kurasa semua itu turunan dari Jimin.
"Baik sayang"
Ucapku sambil mencubit pipi Semi gemas lalu aku kembali mendudukannya ke kursi. Setelahnya aku membuatkan roti isi untuk Semi.
Begitupun dengan Jimin, aku membuatkannya roti isi dan memberikan susu pada mereka berdua. Setelahnya aku kembali lagi ke dapur untuk menyiapkan bekal makan siang untuk Jimin.
"Apa kau kelelahan? "
Tanya Jimin saat ia berjalan kearah dapur tempat diriku menyibukkan diri sambil membawa piring kotor dan meletakannya kedalam westafel.
Aku hanya tersenyum sambil mengeleng pada Jimin, lalu aku merasakan Jimin menghapus setiap pelu keringatku yang berada dikeningku lalu ia membisikan satu kalimat yang membuat hatiku begitu berdetak.
"Nanti setelah aku kembali bangkit, kau tak akan kelelahan seperti ini lagi. Dan aku akan berjanji menepati hal itu untukmu Sena"
Jimin berangsur memelukku saat aku sedang memasukan lauk di bekal makanan Jimin.
Aku sedikit terkejut dengan tindakan Jimin ini, karena aku tak ingin putri kami melihat ayah dan ibunya bermesraan didepan matanya. Karena usia Semi masih kecil dan belum pantas untuk melihatnya. Jadi kusikut perut Jimin untuk segera melepaskanku tapi Jimin malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Jimin... Semi nanti akan melihat kita"
Ucapku sambil melirik Semi yang saat ini sedang bermain dilanti dengan boneka-bonekanya.
"Memang kenapa?, biarkan Semi melihatnya, agar Semi tau betapa romantis dan sayangnya aku padamu Sena"
Bisik Jimin tepat ditelingahku. Aku bisa merasakan Jimin yang mendekatkan bibirnya untuk mencium leherku.
Tapi buru-buru kudorong tubuh Jimin lalu kuberikan bekal makan ini kepada Jimin dan menyuruhnya untuk pergi. Berhubung jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat dan aku takut jika nanti Jimin akan terlambat ke kantor.
Mengigat jika Jimin bukan lagi seorang pimpinan melainkan bawahan, jadu Jimin tak bisa sesuka hatinya untuk datang kapanpun ia mau seperti dulu. Dan kulihat Jimin tersenyum di sana sambil mengacak gemas rambutku.
"Baiklah, aku akan pergi"
Ucap Jimin lalu ia mencium bibirku singkat setelahnya ia berangsur menuju kearah Semi yang sedang sibuk bermain.
Jimin lalu mengendong Semi dalam pelukannya, dan hal sama dilakukan Jimin pada Semi, ia mengacak rambut Semi lalu Jimin menciumnya dan setelahnya Jimin berpamitan pada Semi.
"Appa harus berangkat kekantor, nanti ketika Appa pulang. Appa pasti akan membacakan buku cerita untukmu dan akan bermain bersamamu"
Ucap Jimin lalu ia menurunkan Semi.
"Siap Appa, jangan lama-lama ya pulangnya. Semi sayang Appa"
Jawab Semi sambil memeluk erat Jimin sebelum Jimin benar-benar pergi.
"Appa juga sayang Semi"
Ucap Jimin seraya mencubit pipi Semi gemas.
Aku dan Semi berdiri di ambang pintu untuk mengantar kepergi Jimin kekantor. Bisa kulihat Jimin yang masih tersenyum bahagia saat ia menjalankan mobilnya. Setelahnya Jimin sekali lagi melambaikan tanganya sambil tersenyum
Beberapa detik kemudia aku membawa Semi masuk kedalam rumah. Lalu aku menyuru Semi untuk bermain sendiri dulu, sementara aku masih harus membereskan rumah.
Kubereskan segala hal yang sebenarnya jarang sekali aku lakukan dulu saat Jimin masih memiliki segalanya. Karena saat itu kami memiliki 5 orang pelayan yang melakukan semua pekerjaannya dengan benar.
Tapi sekarang, semua hal itu harus aku kerjakan sendiri. Meskipun begitu, aku tak mempermasalahkan semua itu. Karena menjadi seorang istri bagi Jimin dan ibu bagi Semi adalah hal terindah yang sangat ingin capai dalam hidupku dan aku telah mendapatkannya.
Semua pekerjaan rumah akhirnya berakhir beberapa jam yang lalu dan sekarang aku tengah menyiapkan makan malam untuk diriku, Jimin dan juga Semi. Kulihat malaikat kecilku sedang asik membantuku untuk mengocok telur.
"Semi akan memasak untuk Appa dan Eomma"
Ucapnya dengan wajah mengemaskan.
"Hati-hati ya, Semi"
Ucapku seraya mengigatkan.
Suara pintu terbuka menandakan kepulangan Jimin dirumah ini. Kulihat Jimin begitu lelah mungkin karena pekerjaan kantornya yang sangat banyak.
"Kau sudah pulang?, bagaimana harimu di kantor? "
Tanyaku seraya mengambil tas kerja Jimin lalu membantunya melepaskan dasi.
"Semuanya baik, bagaimana denganmu dan Semi? "
Tanya Jimin balik seraya berjalan menuju kearah Semi yang juga ikut berlari menghampiri Jimin.
"Appaaa"
Teriak Semi gembira. Banyak pertanyaan yang ditanyakan oleh Semi kepada Jimin.
"Putri tercinta Appa"
Ucap Jimin seraya mengendong Semi kedalam pelukannya lalu ia mengacak gemas rambut Semi.
Aku hanya bisa tersenyum menaggapi semua kelucuan Semi dan Jimin. Lalu aku kembali berjalan ke dapur dan menyelesaikan semua pekerjaan memasakku.
Kulihat Jimin kini menuruni Semi dari pelukannya dan meminta Semi untuk bermain dulu di ruang tamu, dan Semi menuruti ucapan Jimin sambil berlari kecil menuju ke arah ruang tamu.
Sedangkan Jimin, ia terlihat sedang menggulungkan lengan kemeja panjangnya lalu ia berangsur menuju kearahku dan dengan cekatan Jimin membantuku untuk memasak.
Aku sudah menyuruh Jimin untuk beristirahan karena aku tau Jimin pasti sangat lelah. Tapi Jimin menolaknya dan terus saja membantuku memasak.
"Ayolah Jimin istirahatlah, aku tau kau lelah"
Ucapku seraya memohon agar ia beristirahat sekarang.
"Tidak Sena, aku tidak lelah. Lagi pula berada di dekatmu itu bisa membuat lelahku hilang, karena aku sangat merindukanmu"
Ucap Jimin seraya tersenyum manis padaku sambil memamerkan lesung pipinya itu.
Sumpah aku sangat gemas sekali memiliki suami seperti Jimin. Ia baik, perhatian, penyangan, lemah lembut, manis dan terkadang manja.
Kehadiran Jimin dalam kehidupan keluarga kecil ini berhasil membuat tawa selalu ada di rumah ini. Bahkan sekarang aku mendegar tawa dari kamar Semi, kubuka perlahan pintu kamar itu.
Lalu aku melihat Jimin yang sedang bermain dengan Semi. Nuansa kamar ini sangat hengat dan penuh dengan tawa. Bahkan sekarang Jimin dan Semi sepertinya tidak sadar dengan kehadiran diriku yang sekarang sudah berjalan mendekat kearah mereka.
"Oh lihat sayang, itu Eomma"
Ucap Jimin seraya menunjuk diriku sambil tersenyum.
"Eomma"
Pangil Semi seraya bersandar pada dada bidang Jimin.
"Ada apa sayang? "
Tanyaku sambil duduk di dekat Jimin dan Sena.
Kulihat Jimin sedang membisikan sesuatu di telinga Semi dan aku tak tau apa yang Jimin bisikan. Dilihat dari tawa yang Semi berikan sepertinya ada sesuatu.
"Satu, dua, tiga"
Ucap Jimin dan Semi berbarengan lalu mereka mengelitikiku.
Ada tawa selama aku, Jimin dan Semi menghabiskan waktu bersama di kamar ini. Bahkan sekarang Jimin tengah membacakan buku cerita untuk Semi dan aku menjadi sandaran bagi Semi untuk tidur.
Tak butuh waktu lama bagi Semi untuk tertidur. Karena setelah Jimin selesai membacakan sebuah buku cerita untuk Semi. Semi langsung terlelap dalam tidurnya.
Aku dan Jimin secara bersamaan menatapi putri kecil kami ini, dan secara bersaman juga menciumi putri kecil kami ini.
"Jimin, pergilah tidur aku akan menemani Semi sebentar lagi"
Ucapku sambil berbisik menatap Jimin. Tapi Jimin menolak dan mengatakan bahwa ia juga ingin berada disamping Semi dan diriku.
Jimin tipe orang yang keras kepala, jadu kalian harus maklum. Meskipun begitu, Jimin adalah suami terbaik dan ayah terbaik yang pernah ada di kehidupanku dan juga Semi. Sedangkan aku dan Semi juga akan menjadi hal terbaik dalam hidup Jimin.
Setalah 30 menit lebih aku dan Jimin menemani Semi sampai malaikat kecil kamu benar-benar tertidur pulas. Sekarang giliran aku dan Jimin yang akan berangasur tidur.
Tapi masalahnya Jimin belum ingin tidur saat aku merasakan jari-jari Jimin menghelus lembut wajahku dan menyingkirikan setiap helai rambutku yang menutupi wajah.
"Ada apa? "
Tanyaku lembut.
"Tidak apa, hanya ingin bisa melihatmu saja dengan jelas"
Jawab Jimin seraya tersenyum, begitupun dengan diriku.
"Tidurlah"
Printahku lembut.
"Besokkan hari libur, karena itu aku ingin semalaman melihatmu"
Ucap Jimin seraya kembalu tersenyum.
Kulihat Jimin masih menatapku tanpa henti. Lalu ia berangsur memeluk diriku yang sebenarnya sudah sangat mengantuk. Tapi aku juga sangat merinduhkan Jimin dan aku setidaknya masih bisa menahan kantukku untuk Jimin.
"Terima kasih karena telah membantuku untuk bisa menepati semua janji yang dulu pernah aku buat untukmu dan anak kita"
Bisik Jimin begitu lembut.
"Aku mencintaimu Sena"
Bisik Jimin lagi seraya mencium lembut bibirku.
Bisa kurasakan Jimin yang sangat merindukan ciuman ini, pasalnya semakin lama ciuman Jimin itu semakin bergairan dan kalian taukan setelahnya tanpa perlu aku jelaskan.
"Bagaimana jika memberikan adik untuk Semi? "
Tanya Jimin yang saat ini sudah berada diatasku dan setelahnya itulah yang terjadi.
*
Kini kami sedang berjalan-jalan di dalam mol yang dulunya merupakan milik Jimin. Berhubung Jimin libur hari ini dan Semi yang ingin minta untuk dibelikan boneka. Membuat kami memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke mol.
Sejujurnya aku tak terlalu suka dengan ide membawa Semi menghabiskan hari libur di mol karena aku lebih suka jika membawa Semi liburan ke taman. Berhubung Seoul memiliki banyak taman yang sangat indah dan bagus.
Dan banyak hal yang bisa dilakukan di taman, aku sebenarnya lebih senang jika kami pergi ke sana, begitupun dengan Jimin yang langsung setuju saat aku mengusulkan satu taman.
Tapi karena Semi merengek untuk di belikan boneka panda dan berhubung aku dan Jimin yang tidak tegah pada Semi yang menangis sambil minta di belikan boneka mau tak mau kami mengubah rencana liburan keluarga ini.
Dan disinilah kami, sedang menungguh Semi memilih boneka yang ia inginkan. Terlalu banyak pilihan, dan itu membuat Semi berfikir cukup lama.
"Sepertinya gaya berbelanja Semi menurun darimu"
Bisik Jimin sambil tersenyum di sana.
Aku hanya menganguk setuju, bagaimanapun aku dan Semi itu wanita jadu wajar jika ketika kami berbelanja kami akan memikirkannya dengan matang, dan kurasa semua wanita pasti seperti itu.
"Semi mau yang ini"
Tunjuknya pada salah saru bonek panda yang memakai topi petualang sambik membawa sebatang bambu.
Setelah selesai membayar, aku, Jimin dan Semi sekarang berangsur mengelilingi mol berhubung kami sudah disini. Jadi kami putuskan setidaknya untuk melihat-lihat, mungkin saja kami menemukan barang yang ingin kami beli.
Dan sekarang kami sedang berada di toko perabotan anak. Aku dan Jimin sekarang sedang melihat-lihat meja belajar yang nantinya akan kami belikan agar Semi bisa belajar di atas meja itu.
Sedangkan Semi ia sedang bermain dengan bonek pandanya di sekitar kami, saat aku dan Jimin sedang bertanya-tanya pada penjual. Kami mendengar suara Semi menangis. Buru-buru aku dan Jimin langsung menghampiri Semi.
Kulihat Semi sekarang sedang bersama wanita asing, wanita itu memiliki penampilan elegan dan terlihat berkelas. Aku buru-buru meminta maaf pada wanita itu tanpa melihat dengan jelas wajahnya karena aku lebih kahwatir pada Semi.
"Jimin? "
Aku menoleh saat suara wanita itu memangil nama Jimin. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat Hyejin berada di toko ini.
Aku sempat lupa, jika mol ini sudah menjadu milik Hyejin jadu wajar jika aku dan Jimin akan bertemu Hyejin di setiap mol yang kami kunjungi.
"Aku kira kalian sudah bercerai"
Ucap Hyejin sinis, Jimin mengeratkanku untuk merapat padanya.
"Kenapa kami harus bercerai, jika kami saling mencintai"
Jawab Jimin dengan ketus dan dingin.
"Ck, cinta itu bukan segalanya dalam pernikahan Jimin, kau perlu harta untuk bisa bahagia"
Jelas Hyejin.
"Dan aku kasian padamu Jimin, karena melepaskan segala yang kau miliki hanya untuk wanita seperti dia! "
Jelas Hyejin lagi yang berhasil membuat emosiku memuncak.
Sebelum aku berhasil memaki Hyejin, Jimin lebih dulu mengutarakan semua hal yang ingin kusampaikan.
"Mungkin karena kau belum pernah merasakan sebuah cinta yang tulus, jadi karena itu kau bisa berbicara seperti itu"
Ucap Jimin tenang
"Tapi, jika kau bisa merasakannya. Maka harta bukanlah segala hal yang perlu kau miliki di dunia ini"
Jimin menatapku
"Untuk apa jika kau memiliki harta tapi kau tak memiliki seorangpun yang akan mencintaimu"
Kini Jimin menatap Hyejin dingin.
"Jadi Aku tidak menyesal dan tak akan pernah menyesal karena telah melapaskan segala harta yang kumiliki. Tapi, aku akan menyesal jika aku melepaskan istri dan juga anakku untuk bersanding dengan orang lain"
Jelas Jimin seraya tersenyum manis padaku.
Bisa kulihay raut wajah Hyejin yang begitu kesal dan bahkan ia pergi meniggalkan kami setelah ucapan Jimin itu.
*
Waktu berlalu dengan sangat cepat dan sekarang Jimin telah diangkat sebagai manajer di perusahan tempat ia bekerja.Dan sekarang Semi juga akan mulai bersekolah di Tk dasar.
Dulu jauh sebelum aku bertemu dengan Jimin. aku belum pernah memikirkan sedikitpun rencanaku kedepannya mau seperti apa. Karena yang menjadi prioritas utamaku saat itu adalah membahagiakan ibuku.
Karena aku tau bagaimana susahnya ibuku untuk membesarkan putri seperti diriku, aku begitu kerasa kepala, cengeng dan selalu berfikiran sempit.
Tapi setelah aku menjalani hari-hariku bersama Jimin dalam bartera pernikahan. Entah kenapa aku selalu saja memikirkan apa yang harus aku persiapkan setelah ini, dan kenagan seperti apa yang ingin aku rasakan bersama Jimin.
Banyak hal yang kurencanankan dulu saat aku belum tau apapun saat menikah dengan Jimin. Tapi setelah aku mengetahui kebenaran tentang taruhan itu, aku merasa semua rencana yang kubangun pasti akan sia-sia.
Dan aku memilih untuk menyerah dan tak mau melanjutkan rencanaku itu. Tapi setelah aku melewati banyak hal bersama Jimin aku sadar bahwa semua rencana itu harus berjalan bagaimanapun caranya, dan itu harus bersama dengan Jimin.
Mungkin aku terdegar egois sekarang, tapi kurasa aku tak akan pernah tau seperti apa diriku sekarang jika aku tak melanjutkan hidupku bersama Jimin.
Karena semua rencana itu adalah, semua hal-hal yang sangat ingin aku capai bersama dengan Jimin.
Dan sekarang semua hal yang aku rencanakan sudah berjalan satu per satu. Dan semakin lama aku semakin sadar besarnya cinta Jimin terhadap diriku dan Semi.
Dan semua itu akan menjadi kenangan bagiku dan Jimin dihari tua nanti. Bahkan sampai aku mengehmbuskan nafas terakhi dalam hidupku. Aku masih ingin bisa mengigat wajah Jimin yang tersenyum manis padaku.
Aku ingin biasa mengigat bagaimana wajah Jimin saat ia melamarku waktu itu, wajah Jimin saat ia menikahiku di altaran geraja. Dan semua hal mengenai kenagan dan momen bahagia yang telah aku, Jimin dan Semi ukir.
Aku ingin selalu mengigatnya.
kulihat Semi sekarang sedang berlari bahagia bersama Jimin di taman ini. Banyak tawa yang mereka buat dan itu membuatku sangat senang.
Setelah selesai bermain. Jimin dan Semi kini menghampiri diriku yang masih terduduk di tikar ini. Ya, kami saat ini sedang mengadakan piknik keluarga dan itu adalah sekian impianku yang terwujud.
Kuberikan kotak bekal makan siang yang telah kusiapkan bersama Jimin tadi pagi. Jujur aku sangat senang karena bisa menghabiskan waktu bersama dengan Jimin dan Semi.
Memgigat jika Jimin saat ini adalah seorang manajer, dan bos Jimin selalu memberikan banyak waktu libur bagi Jimin agar ia bisa menghabiskan waktu bersama kami. Sepertinya aku harus berterima kasih kepadanya.
"Jimin, aku senang karena kita bisa menghabiskan waktu bersama seperti ini"
Ucapku seraya mengunya buah apel.
"Aku juga, tapi kau jangan kahwatir. Saat nanti aku kembali jadi pimpinan kau dan putri kecil kita ini pasti akan lebih banyak menghabiskan hari bersamaku"
Ucapnya seraya mengacak rambut Semi.
"Appa, apa yang kau lakukan?, nanti cantik Semi berkurang"
Ucap Semi sambil sedikit memayunkan bibirnya.
"Baiklah, maafkan Appoa"
Jawab Jimin seraya merapikan kembali rambut Semi.
Aku hanya bisa tertawa lepas sambil menatap kelucuan Semi dan Jimin. Terutama Semi yang masih ngambek meskipun sudah Jimin cium berkali-kali.
"Apa Semi masih marah pada Appa? "
Tanya Jimin saat melihat pipi gelembung Semi yang masih terbentuk.
"Sebenarnya tidak, tapi sekarang Semi kesal, karena kecantikan Semi tidak lagi sama seperti Eomma"
Jawab Semi seraya berjalan mendekatkan dirinya padaku.
"Eomma, tolong buat Semi secantik Eomma"
Ucap Semi saraya duduk dipangkuanku.
Akupun membetulkan letak jepit rambur Semi yang sedikit bergeser dari tempatnya. Lalu aku menyisir lembut rambut Semi sebelum akhirnya aku terasenyum rama pada Semi.
"Semi sudah cantik sekarang"
Ucapku seraya mencubit pelan pipi Semi.
Semipun berangsur berdiri dari pangkuanku dan sekarang ia sedang berdiri di depan Jimin sambil memamerkan pesonannya di hadapan Jimin.
"Apa Semi sudah secantik Eomma? "
Tanya Semi seraya menangkup wajahnya sendiri.
"Tentu, Semi sudah secantik Eomma bahkan lebih"
Jawab Jimin sambik tersenyum lebar. Dan itu berhasil membuat Semi berlari kegirangan mengitari diriku dan Jimin.
Kebahagian seperti ini tak akan pernah bisa kurasakan kecuali bersama dengan Jimin dan Semi.
"Eomma"
Pangil Semi sambil sedikit berteriak riang di ujung sana.
Di dekat pepohonan sakura itu Jimin dan Semi sudah berdiri di sana dan sudah siap untuk berfoto. Akupun sambil tersenyum menghampiri mereka.
"Ne, Eomma akan segera datang"
Ucapku seraya berjalan kesana.
Sesampainya aku disana, Jimin langsung merangkul diriku dengan mesra sambil tersenyum manis di depan kamera. Dan Semi sudah berpose manis disana sambil memamerkan lesung pipi yang ia dapatkan dari Jimin.
"Merapatlah sedikit lagi"
Ucap sang fotografer sambil mengarahkan tangannya.
"1,2,3 cisss"
Ucap sang fotografer sambil mengambil foto keluarga kecil kami.
Kisahku dan Jimin ini tak akan lagi diingat oleh orang sebagai Fake Wedding. Karena setelah semua hal yang aku dan Jimin lalui maka kisah kami ini akan dikenang oleh banyak orang sebagai Rell Wedding dan Happy Wedding karena kami menikah bukan karena kepalsuan tapi, karena rasa cinta dan keinginan untuk saling melindungi sampai akhir.
'Aku tak pernah menyesal pada takdir yang telah mempertemukanku dengan Jimin dalam sebuah pernikahan palsu, karena dari situlah aku bisa tau dan bisa merasakan sebuah cinta dan perasaan yang sangat tulus dari suami yang sangat aku cintai'
- Park Sena
'Aku sadar bahwa tak semua janji yang kuucapkan padamu bisa kupenuhi, tapi aku tetap ingin hidup dan bernafas di sampingmu sepanjang hidupku dan aku berdoa agar kau selalu bisa bahagia saat bersamaku'
-Park Jimin
****
Disini siapa yang masih engak bisa move on dari Jimin? 😭😭😭 (yang pasti itu aku)
Oh iya maksih karena udah baca cerita ini sampai taman, dan terima kasih atas dukungan kalian. Selamat bertemu lagi di novel selanjutnya 😘😘😘
Jangan lupa vote, comment dan ulasamnya ya
BIG LOVE YOU 😘😘😘💋💋💋