Malam itu pun Putri tidak dapat tidur dengan nyenyak. Banyak mimpi yang mendatangi tidurnya, rasanya tidak nyaman dan membuatnya sesak.
Sepintas ia bisa melihat sebuah awan hitam yang selalu mengikutinya, sebuah hamparan rumput yang luas terlihat disekelilingnya. Angin bertiup dengan sangat kencang, membuatnya sadar dari lamunannya untuk segera mencari tempat perlindungan
Ada sebuah sinar yang menyilaukan matanya, Putri berjalan mendekatinya. Ia mulai berjalan dengan cepat. Tapi seiring dia berjalan, sinar itu justru terus menjauhinya. Ia terlalu lelah untuk mengejarnya, kemudian berhenti untuk mengambil nafas.
Putri duduk bersimpuh, dan masih terlihat bingung. Masih menatap sinar yang menyilaukan, yang ikut berhenti ketika Putri berhenti mengejarnya. Putri masih menatap sinar itu cukup lama, dan kini ia sadar sinar itu mulai bergerak ke arahnya.
Semakin mendekat, Putri tidak berusaha untuk menghindar. Dan kini sinar itu menghantamnya, membuat silau matanya hingga ia harus memejamkan matanya untuk menghindari sinarnya yang menyilaukan mata.
Seketika tidak terjadi apa-apa, Putri hanya bisa melihat kegelapan. Ia sadar matanya terpejam dan mencoba membuka kelopak matanya dengan perlahan. Sungguh usaha yang berat untuk membuka kedua matanya. Tapi kini Putri bukan berada di hamparan rumput yang luas, dia berada di kamarnya.
Apa yang terjadi? Itu yang dipikirkannya, sambil mengingat hal terakhir yang bisa ia ingat. Ya dia mengingat kejadian semalam, ayah dan ibunya serta kakak-kakak laki-lakinya.
Putri menggerakkan lengan kirinya dan dia melihat ada beberapa perban yang sudah menutupi luka sayatannya. Putri melirik ke lengan kanannya, sebuah jarum infus terpasang di lengannya.
Putri mencoba bangkit dari tidurnya, bingung dengan situasi yang terjadi. Seingatnya dia hanya meminum obat penenang dari Roy.
Putri menyadari ada sosok pria yang sedang tertidur disisi tempat tidurnya. Pria itu pun ikut terbangun ketika Putri berusaha bangkit dari tidurnya. Putri melihat wajah Andi yang khawatir.
"Andi?" Ucap Putri dengan bingung, "Kok kamu ada disini?" Putri kembali bertanya. Andi langsung memegang dahi Putri dan kemudian tersenyum manis. "Syukurlah, demammu sudah turun." Ucap Andi tanpa menjawab pertanyaan Putri.
"Tunggu sebentar aku akan panggil perawat jaga." Andi pun bangun dan akan beranjak pergi. "Suster?" Tanya Putri dengan suara lirihnya. Andi pun berlalu meninggalkan Putri sendirian di kamar, tidak lama seorang wanita dengan pakaian perawat datang bersama Andi, menghampiri Putri untuk memeriksa keadaannya.
Perawatnya menempelkanalat pengukur suhu di telinga Putri, dan mengatakan suhu badan Putri sudah normal. Sedangkan luka sayatannya, juga sudah diberi obat dan tidak boleh terkena air. Perawat itu juga memberikan beberapa obat yang harus Putri minum, untuk menghindari infeksi luka yang lebih parah.
Tidak lama perawat itu pergi meninggalkan Andi dan Putri. "Andi, sebenarnya ada apa? Kok tau-tau kamu ada disini, dan kenapa juga aku harus dirawat sampai seperti ini?" Tanya Putri masih dengan bingung.
"Put, jangan pernah kamu ngelakuin hal kaya begini lagi." Andi terlihat khawatir, dan sekarang duduk disisinya. Putri hanya tertunduk dan tidak berani menatap wajah temannya. "Bi Lastri udah cerita semuanya, soal kejadian semalam dan perbuatan kamu belakangan ini." Andi menyentuh perban Putri dengan lembut. Dan Putri masih terdiam tidak berani berkata apapun.
"Kata Bi Lastri, semalaman kamu mengigau karena demammu yang tinggi. Dan semua orang menjadi sangat khawatir. Ka Roy sampai harus memanggil dokter untuk memeriksa keadaan kamu." Andi berucap tanpa melihat wajah Putri, dan mengambil makanan yang sudah berada di meja belajarnya.
"Kamu harus makan bubur ini, sebelum minum obat." Ujar Andi yang sekarang sudah menyendokkan sesendok penuh bubur. "Andi maaf, maaf kamu jadi repot gara-gara aku." Ucap Putri dengan cepat dan sedih, alih-alih mendengarkan Putri. Andi justru memasukkan sendok yang penuh bubur itu ke mulut Putri. Dan Putri pun mengunyahnya dengan hati-hati.
Wajah Andi masih terlihat sedih, "Sejak jam berapa kamu disini?" tanya Putri penasaran yang kini menerima gelas yang berisi air putih yang diberikan oleh Andi. "Cukup pagi sepertinya, aku khawatir dengan sikap kamu belakangan ini. Niatnya sih ingin menjemput kamu seperti biasa. Tapi ternyata..." Ucapan Andi terhenti dan kini menyentuh pipi Putri dengan lembut.
"Kalau ada apa-apa tuh bilang, jangan pernah dipendam sendiri. Aku ini kan teman kamu." Ucap Andi yang terlihat ingin menangis. "Maafin aku sekali lagi." Ucap Putri dengan lesu. Andi masih menyuapi Putri yang terlihat masih mau memakannya.
"Lihat, kamu kurus banget kaya tengkorak. Bubur ini harus kamu habiskan." Ucap Andi yang sekarang tersenyum. Putri pun mengangguk dan tersenyum dan melahap kembali suapan yang diberikan oleh Andi.
"Andi, kemana yang lain?" Tanya Putri yang sadar dengan ketidak hadiran kakak-kakaknya. "Yang lain?" Andi kembali bertanya dengan ragu dan bingung. "Iya yang lain. Ka Roy, Ka Wira, Ka Rian. Mereka ada dimana sekarang?" Tanya Putri dengan cepat, dan melihat ekspresi Andi yang semakin bingung untuk menjelaskan.
"Ee.. tadi pas aku pagi-pagi kesini. Mereka bertiga sudah ga ada. Aku cuman ketemu sama Bi Lastri." Jelas Andi yang masih mencoba memberikan suapan kepada Putri. "Gak ada? Kok bisa? Mereka kemana? Andi.." Ucap Putri dengan keras, dan menolak suapan yang diberikan oleh Andi.
"Put, aku belum tau persisnya bagaimana situasi dan kondisinya saat ini." Andi menatap Putri dengan wajah yang gusar. "Maksud kamu apa sih?" Putri kembali bingung dengan pernyataan Andi yang semakin aneh. "Aku udah chat ke Ka Wira, kalau aku udah dirumah dan jagain kamu disini." Andi menyerah menyuapi Putri dan meletakkan kembali mangkuk bubur ke meja.
"Andi, ada apa sebenarnya?" Ucap Putri yang mencoba bangkit dari tempat tidurnya, tapi Andi menahannya dan memaksa Putri untuk tidak beranjak dari tempat tidur. "Aku mau kamu tetap tenang OK?" Pinta Andi yang menggenggam tangan Putri dengan erat.
"Maksud kamu apa sih Ndi, jangan bikin aku jadi tambah kesal deh." Putri sekarang menjadi marah dengan pernyataan Andi yang berbelit-belit. "Aku belum ketemu dengan kakakmu, aku hanya info ke Wira kalau aku sudah dirumah. Aku dapat kabar ini dari Bi Lastri, karena dia yang semalaman jaga kamu di kamar." Andi menatap wajah Putri dengan amat dalam, tatapannya membuat Putri menjadi semakin tidak nyaman.
"Papa dan mama kamu mengalami kecelakaan tadi malam, dan jam 4 subuh tadi ada beberapa polisi yang datang ke rumah dan mengabari ini. Mobil mereka ditemukan sudah berada di pinggir jalan" Andi terhenti dari bicaranya, melihat ekpresi Putri yang tidak percaya dengan perkataannya.
"Semua kakakmu langsung menuju rumah sakit. Hanya itu saja yang aku tahu Put, belum ada kabar lagi mengenai kondisi orang tuamu saat ini." Andi melanjutkan pembicaraannya.