Descargar la aplicación
53.21% Memory Of Love / Chapter 58: Bingkisan Sepesial

Capítulo 58: Bingkisan Sepesial

Ahirnya karena melihat kepanikan Bila, Edwin tak tega menjahili gadis yang ia sayangi itu lebih jauh, iapun menjelaskan yang sebenarnya pada bu Anis bahwa dulu mereka pernah jadi sepasang kekasih dan mungkin jika tidak ada halangan mereka saat ini sudah menikah, namun ia tidak menjelaskan apa halangan yang dimaksut.

Ia juga bercerita bahwa mereka sudah tiga tahun tidak bertemu, sehingga begitu bertemu Bila Edwin tak bisa menggendalikan diri untuk memeluknya.

Bu Anis memeluk Bila dan menjelaskan bahwa ia percaya sepenuhnya pada gadis itu, ia juga berkata kalau ia hanya ikut mengerhainya, mendengar pengakuan bu Anis Bila justru menangis makin menjadi.

"Bu....Anis kok tega" air matanya menetes lebih deras.

"Maaf mbak...."

"Aku juga minta maaf Bil, ga papa lah sekali-kali biar".

"Kak Edwin jahat" Bila memanyunkan bibirnya lalu kemudian segera mengusap air matanya.

Mereka ber tiga duduk dalam ruangan Edwin cukup lama menunggu Bila tenang kembali, setelah Bila tenang dan dan mata sembapnya berkurang ia digandeng bu Anis keluar, kebetulan Adzan Dhuhur sudah berkumandang sehingga mereka ber dua kangsung menuju Mushola untuk Sholat setelah itu mereka menuju kantin untuk makan siang.

Ditengah acara makan siang tiba-tiba bu Anis bertanya "mbak Nisa...kok mas Edwin bisa ya jadi jahil gitu".

Bila bingung harus men jawab apa "setahu saya sih, emang jahil dari dulu buk"

"Emang lama ya mbak pacarannya dulu?"

"Dua tahun buk" Bila menjawab dengan pelan "udah ah bu, saya lapar"

Bu Anis cemberut mendengar pernyataan Bila, karena dia tidak bisa kepo lebih banyak lagi "Mbak Bila pelit amat"

"Bu...Nisa, buk ini jadi rahasia kita ya"

"Iya.... saya juga berdo'a semoga kalian berdua bersama lagi, biar bos kecil ga galak, soalnya dia jadi manis kalau deket mbk Bila".

"Ih ibuk....."

Setelah pertemuan tadi, hari ini Edwin jadi sering beralasan agar bisa masuk ke ruang kerja Bila, sikap kakunya juga agak melunak, dari selesai istirahat sampai jam empat sore sudah tiga kali Edwin masuk ke bagian keuangan hanya untuk melakukan hal-hal sepele dua rekan Bila merasa aneh dengan sikap Edwin.

"Mbak Nisa... mas Edwin kelihatannya naksir kamu" pak Wijaya menduga.

"Pak Wi apaan sih?" wajah Bila memerah karena malu.

Tawa riang terdengar dari ruanag kerja Bila, dan sesaat kemudian bu Anis yang tahu apa yang sebenarnya terjadi masuk untuk menyap mereka.

"Wih...yang ditengok bos mulu, pada seneng amat, dikasih apa sih?".

"Kayaknya ada yg dikasih hati bu Anis" pak Hadi meledek.

"Oh...ada yg udah punya hatinya bos kecil ya?"

"Ih bapak-bapak dan ibu ini pada suka gosip deh, saya duluan ya sudah jam empat, sampai jumpa besok" Bila bergegas keluar dari ruangan itu tak tahan mendengar ledekan mereka.

Akan tetapi ketika ia sampai di depan pintu ia berpapasan dengan seorang yang sedang mereka gosipkan, Bila kembali memasang wajah jutek, saat ia berbalik untuk melihat rekan-rekannya yang sedang menahan tawa.

"Selamat sore mas Edwin" sapa orang-orang itu dengan ramah.

"Sore, apa sudah mau pulang?"

"Ya... mas" jawab bu Anis.

Bila kesal dengan situasi yang ia hadapi, ia membayangkan paling besok ia akan jadi bual-bualan trio senior dikantor ini, semua gara-gara Edwin.

"Nisa kamu juga sudah mau pulang".

"Ya pak" Bila menjawab dengan semangat "pak maaf permisi, saya mau lewat" ia meminta ijin agar Edwin bergeser dari pintu, karna ia menghalangi jalan Bila.

"Oh ya..., tapi sebelumnya saya minta waktunya sebentar" Edwin menggandeng tangan Bila untuk masuk kembali.

Dengan berat Bila mematuhi bos kecilnya, walau dengan rasa kesal dan wajah cemberut ia mengikuti laki-laki itu, yang terus memegang tangannya selama dalam ruangan itu.

"Begini pak bu, kan wakil dari induk perusahaan kita baru saja datang, maksut saya Bila....maaf Nisa, tapi kita tidak melakukan penyambutan"

"Ga papa kok pak, ga perlu" Bila berkata sembari berusaha melepaskan pegangan Edwin. Edwin justru memegang tangan Bila lebih kencang "pak maaf tangan saya sakit"

orang-orang dalam ruangan itu tersenyum tipis, melihat kejadian menggelikan itu, Bila mengetahui hal tersebut sehingga ia memanyunkan bibir berwarna orensnya.

"Oke kita tidak akan melakukan penyambutan yang berlebihan, mungkin hanya kita ber lima saja"

"Maksutnya?" tanya pak Wijaya.

"Maaf pak, tapi saya harus pulang sekarang" Bila menyela.

"Oke ga harus hari ini, besok kita akan makan bersama setelah pulang kerja".

"Setuju pak" sahut mereka.

Setelah mengucapkan selamat sore Bila segera keluar dari ruangan itu.

Keesokan hari Bila berangkat ke kantor dengan membawa beberapa bungkus makanan yang akan ia berikan pada trio senior dan yang terutama untuk Edwin.

Setiba di kantor trio seniornya belum sampai, agar tak jadi bahan ledekan ia segera mengambil dua bungkus makanan, untuk ia letakkan di ruangan Edwin, dengan segera ia menaruh makanan itu, ia beri secarik kertas "terimakasih sudah menjelaskan semua pada bu Anis, selamat menikmati".

Bila keluar dengan mengendap-endap sampai ia merasa aman ia segera berlari menuju ruangannya, sesaat kemuadian pak Wijaya masuk disusul pak Hadi.

"Selamat pagi pak" Bila menyapa dengan ramah, sebelum ia mendekati meja dua bapak-bapak itu untuk memberikan satu kotak makanan buatannya "pak ini tadi saya buat nasi uduk, dicicipi ya"

"Wah... enak, tahu aja mbk Nisa kalau bapak belum makan, trimakasih ya" Pak Hadi berterimakasih.

Pak wijaya juga mengucapkan hal yang sama, kemudian mereka mulai menikmati sarapannya "wih enak, mbak Nisa pinter masak ya ternyata" pak Wijaya memujinya.

Seper empat kemudian Edwin sampai dikantor dan langsung menuju ruangan Bila untuk melihat apakah Bila sudah datang, ketika ia masuk dua rekan Bila sedang menikmati sarapan, sambil sesekali memuji Bila.

Setelah Edwin menyapa mereka, ke dua bapak itu berhenti sejenak untuk ber basa basi, Edwin menatap mkanan yang ada diatas meja mereka lalu melirik Bila, agar Edwin segera pergi Bila berkat tanpa suara, dengan maksut mengatakan bahwa makanan untuknya sudah ada di ruangannya.

Edwin tersenyum lalu pergi ke ruangannya, ketika melewati meja bu Anis ia juga melihat sekertarisnya sedang makan makanan yang sama, iaemgerutkan alisnya tampak kecewa "sial gua kira dia masak sepesial buat gua, ternyata buat rame-rame" ia menggerutu dalam hati.

Masuk ke dalam ruangannya ia segera duduk, ketika melihat bingkisan sepesial di atas mejanya, segera ia buka, dan terntata berisi dua box makanan ia berguman "Bila...emang dia kira aku rakus banget, ngasih nasi uduk dua kotak" ia meraih sterofoam dan membukanya,dan senyumnya mengembang ketika kotak pertama ia buka, ternyata itu adalah ayam goreng kremes dengan lalap dan sambal terasi kesukaannya, "ternyata kamu masih ingat kesukaanku ya Bil" Edwin segera menikmati sarapannya dengan penuh semangat, sambil senyum-senyum membayangkan seandainya ia bisa menikah dengan Bila, pasti setiap hari ia bisa menikmati makanan sepesial srperti ini setiap hari.

Hari ini berlalu dengan lancar, Edwin mengingat momor yang diberikan oleh bu Anis ia mencarinya kemudian dishave pada phone book, ketika ia buka melalui media sosial ternyata itu merupakan nomor ponsel Bila, ia segera mengirim pesan.

Bila mbuka pesan tersebut, ia memyembunyikan senyum bahagianya agar tidak jadi bahan lededekan dua rekannya.

📩"Makasih sarapannya enak banget 😘😘😘"

📨"Sama-sama".

📩"Nanti sore setelah makan-makan jangan langsung pulang ya, aku ada sesuatu buat kamu".

📨"Ga ah, mau jadi apa aku pasti besok Senin habis aku diledek wek-wek di kantor".

📩"Kamu pura-pura pulang, nanti aku jemput kamu nunggu di food court mall aja".

📨"Coba nanti".

📩"Pliss, kalau ga mau awas".

📨"Ih ngancam".

📩"Makanya say yes".

📨"Ya".

📩"Makasih".

Bila menutup ponselnya lalu melanjutkan pekerjaannya, yang sempat tertunda.

Pukul 16 Bila, Edwin trio wek-wek pergi ke sebuah restoran sea food sebagai simbol penyambutan untuk Bila


REFLEXIONES DE LOS CREADORES
Bubu_Zaza11 Bubu_Zaza11

Hmmmmm........muach.

Pelan-palan pemirsah.

Happy reading and love you all ???

Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C58
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión