Salsabila mendekati orangtuanya yang sedang menonton TV, setelah meletakkan dua bungkusan yang ia bawa, dan menaruh sisa kue diatas meja ia duduk didekat ayah dan menyandarkan tubuhnya pada lengan ayah.
" Ndak terasa kamu wes gedi nduk, sudah 17 tahun, sudah punya pacar juga" ibu meledek Bila.
" Ih.... ibu ngaco, Bila belum punya pacar sumpah buk" Bila menjelaskan dengan sungguh-sungguh.
" Masak..... , terus dua lelaki tampan itu memangnnya bukan pacar kamu? ibu menggoda " kalau ibuk mah pasti sudah milih salah satu dari mereka" pertanyaan ibu seolah menyudutkan Bila.
Bila tersipu malu namun segera menjawab " seandainya Bila ga punya janji sama ayah.... mungkin Bila sudah memilihnya dari dulu buk, tapi Insyaallah Bila akan selalu mengingat janji Bila" dengan penuh percaya diri ia menjelaskan.
Melihat kejujuran dan keteguhan hati putrinya ayahpun memeluknya " terimakasih ya nak, kamu sudah menepati janji, ayah percaya sama kamu nduk"
Ibu tersenyum dengan keteguhan hati Bila, ia tahu benar bahwa Bila juga menyukai Edwin, namun ia tetap bertahan dengan janji dan memendam perasaannya " ibu juga percaya, tadi ibu cuma bercanda nduk " sambil memegang tangan Bila.
" Bil.... sekarang janjimu sudah terpenuhi, ayah memberi kebebasan untukmu, dengan catatan kamu tidak boleh melampaui batas norma ataupun adat istiadat " ayah menasehati dengan lembut dan penuh kasih sayang.
" Baik yah, Bila pasti akan menjaga kepercayaan ayah dan ibu " Bila menjawab dengan yakin
" Eh.... ibu penasaran lho siapa to yang kamu pilih?" ibu bertanya dengan nada meledek.
" Ih....ibu kepo " mereka tertawa bersama.
Sebelum pergi ke kamar ia meminta ijin bahwa besok ia akan pergi bersama Edwin, wajah manisnya begitu berseri setelah orang tuanya dengan tulus mengijinkannya.
Pukul 22.00 Bila masuk ke kamarnya dengan dua kado ditangannya, ia menaruhnya dikasur dan mengamati dua bungkusan itu, dengan berdebar ia mebgambil paper back pemberian Edwin dan membukanya, ternyata berisi baju terusan berwarna hijau tosca, dengan hiasan bunga dan pita dibagian samping perut, dan ada pasmina panjang dengan warna senada, Bila memeluk baju itu dengan bahagia dan langsung mencobanya, iapun memakai jam tangan dan kalung pemberian Edwin, sambil berdiri didepan kaca ia melihat pantulan bayangannya terlihat manis.
Setelah melepas baju dan merapikannya ia memungut kado dari Khafiz dan membukannya ternyata itu adalah sepasang sepatu sport berwarna Abu-abu , ia meletakkan kembali sepatu itu dan menaruhnya di bawah meja, lalu bersiap tidur.
Sebelum ia membaringkan tubuhnya ia mengambil ponselnya untuk memberikan pesan pada Edwin dan Khafis sebuah ucapan terimakasih atas pemberian mereka, dan ungkapan bahwa ia menyukai apa yang diberikan pada Bila.
🕊🕊🕊🕊🕊
Kicau burung membangunkannya pagi ini, raut wajahnya begitu berseri, setelah membersihkan diri dan melaksanakan Sholat ia membantu pekerjaan ibu.
Pukul 07.30 ia menyiapkan sarapan lalu makan bersama keluarganya, setelah menaruh piring kotor ibu mencucinya dan menyuruh bila bersiap-siap.
" Katanya mau pergi, udah biar ibu yang cuci "
Bila mencium ibu lalu dengan semangat ia menuju kamarnya.
Setelah mandi dan memakai baju pemberian Edwin, tiba-tiba ia mengurungkan niatnya ia berencana memberi Edwin sebuah jawaban yang mengejutkan, senyum jahil tampak menghiasi wajahnya membayangkan raut muka Edwin yang kesal.
Ia mengganti bajunya dengan celana hareem hitam dengan atasan berbahan katun selutut bermotif bunga berwarna biru muda dengan jilbap instan berwarna hitam, dan flat soes hitam berpita, panampilannya biasa seolah tak ada sesuatu yang srpesial namun terlihat manis, akan tetapi ia menata baju, jam tangan, dan kalung pemberian Edwin kedalam tasnya, ia juga membawa beberapa peralatan make up.
Pukul 10.15 ibu tampak sedang merawat tanaman dipekarangan dengan serius sampai mobil hitam milik Edwin berhenti didepan rumah, Edwin keluar dari mobil tersebut dengan penampilan yang rapi, dengan celana hitam, dan kemeja polos berwarna putih, namun ada motif hijau toska pada sakunya, dipadukan dengan jam tangan couple dan sepatu kulit berwarna hitam ia terlihat tampan dan lebih dewasa.
Edwin mendekati ibu dan mencium tangnnya.
" Buk saya minta ijin mau ajak Bila jalan "
" Boleh....semalam Bila juga sudah bilang, tadi ibu lihat juga sudah siap-siap, sebebtar lagi paling keluar"
Tepat setelah ibu menyelesaikan kalimatnya Bila keluar dan mendekati mereka dengan wajah yang ceria, Edwin yang sedari tadi sebenarnya menunggu dengan harapan Bila akan keluar dengan Baju pemberiannya harus kecewa.
" Maaf kak udah lama nunggunya" Bila bertanya dengan ramah.
" Ga kok baru aja " jawab Edwin datar ia tak dapat menyembunyikan wajah kecewanya, ia berdiri lemas semangat yang tadi begitu membara tiba-tiba raib.
" Kak ayo.... " tanpa wajah berdosa Bila mengajak Edwin untuk segera pergi.
" Yuk " Edwin menjawab dengan lemah.
Setah berpamitan mereka segera masuk ke mobil dan pergi, saat itu pastinya hatinya sangat terluka.
Sepanjang perjalaan mereka saling membisu, tak ada candaan yang biasanya Edwin lontarkan pada Bila, yang saat ini ia rasakan hannya kekecewaan yang dalam, ingin rasanya ia pergi meninggalkan gadis itu, dan tak pernah melihatnya lagi, dengan mudah dan seolah tanpa dosa gadis itu menghempaskan hatinya.
Melihat tingkah Edwin rasanya Bila ingin tertawa sekeras mungkin, lalu menjelaskan yang sesungguhnya, saat itu sebenarnya is tak tega nsmun ia juga harus menahan semua itu.
" Kak...., kak Edwin aku perhatiin dari tadi manyun terus, sakit kak " Bila bertanya seakan tak tahu luka yang Edwin rasakan " kalau kakak sakit ga jadi ga pspa"
"..... " Edwin tak menjawab hanya melirik bila dan memasamkan mukanya.
" Kak kita mau kemana? "
" Lihat aja bentar lagi juga sampai " Edwin menjawab dengan dingin.
Tak berselang lama Edwin memarkirkan mobilnya disebuah kafe, ia turun dan berjalan setelah mengajak Bila tanpa menunggu Bila turun, Bila tersenyum geli melihat ekspresi Edwin sambil memegang perutnya yang mulas karena menahan tawa.
" Kak tungguin dong, masak ngajak jalan jalannya ga bareng?" Bila berlari mengikuti Edwin.
" Dasar cewek bengis, emang dia ga ngerti perasaanku udah nolak, masih mau juga jalan sama gua" ia bergumam dalam hati, ia memperlambat langkahnya menunggu Bila.
Mereka masuk dan memilih tempat duduk menunggu, pesanan mereka, Bila terlihat biasa seolah tanpa beban membuat Edwin semakin kesal.
Dengan senyum ramah seorang pelayan mendekati meja mereka dan meletakkan pesanan, saat ini didepan mereka telah tertata dua porsi nasi, satu mangkuk sop buntut, sepiring iga bakar, dengan dua gelas es jeruk, Bila mengucapkan terimakasih setelah semua pesanannya diletakkan, sedang pelayan itu menganggukan krpala dan mempersilahkan mereka menikmati lalu pergi.
Edwin sama sekali tak menyetuh makanan itu, hatinya masih sangat terluka, Bila sebenarnya sudah tidak tahan melihat luka yang Edwin rasakan tapi ia tetap bertahan sampai waktu indah itu tiba.
" Kak tuh disana ada panggung, kakak kan pinter nyanyi, nyanyi dong kak!" Bila meminta dengan manja.
" Gampang " jawab Edwin ketus.
" Kakak kenapa sih, dari tadi jutek amat, ada yang salah sama aku ?" Bila bertanya seolah tak mengerti.
" Kamu masih nanya, kamu ini amnesia atau emang ga punya perasaan sih, selalu....seperi ini setelah"
" Kak.....maaf aku mau pipis, aku ke toilet dulu ya"
Belum sempat Edwin menyelesaikan kslimatnya Bila menyahut, lalu mengambil tadnya dan berlalu meninggaljan Edwin yang mulai menunjukan amarahnya.
Baper beneran deh.
Ish..... ternyata Bila jahil juga ya, kebayang deh wajah mamas Edwin saat itu, pasti asem banget.
Sabar ya mamaskuh sebentar lagi ada kejutan spesial buat kamu ya sayang.
Tetep ditunggu saran, kritik, bintang dan votenya ya kak.
Happy reading.