Descargar la aplicación
22.22% Love Chef | Jung Jaehyun / Chapter 6: Welcoming Party 2

Capítulo 6: Welcoming Party 2

Happy reading~

•••

Unexpected Meetings, Such as Destiny.

•••

Terima kasih telah membuatku merasa lebih baik. Ah, maksudku berkat makanan pembuka yang kau masak.

— LOVE CHEF —

Kim Mingyu; pemuda berkulit tan itu sedang termenung di balik meja kerjanya. Ia sedang menimang - nimang untuk hadir atau tidak.

Ya, baru saja ia mendapat telepon dari sahabatnya —Johnny. Laki - laki itu mengundangnya ke acara pesta di restaurant and bar La Bosseade.

Menurut penuturan yang diberikan oleh Johnny, bahwa pesta itu khusus diadakan untuk Jaehyun. Ya, sahabat lamanya yang sekarang tengah menjadi musuh. Ah, bukan. Hanya saja mereka berdua sudah tak pernah bertukar kabar sama sekali.

Mingyu sebenarnya sangat ingin persahabatan mereka kembali seperti dulu. Namun, rasa gengsinya yang tinggi membuatnya enggan untuk mengatakan permintaan maaf berulang kali.

Pasalnya, ia sudah pernah minta maaf pada Jaehyun tapi pemuda itu tidak menerimanya dan malah pergi ke luar negeri tanpa memberitahu ia lebih dulu. Ia pun tahu dari Johnny.

"Ayolah, ini sudah tiga tahun lebih dan kau masih saja gengsi. Ingat, usiamu sudah menginjak dua puluh tiga. Dewasalah!" monolognya.

Akhirnya Mingyu memutuskan untuk datang ke acara tersebut dan bertekad akan meminta maaf pada sahabat lamanya itu. Lelaki sejati mengakui kesalahannya dan berani meminta maaf. Menurutnya.

"Baiklah, hwaiting!" pekiknya sambil beranjak dari atas kasur dan melangkahkan tungkainya menuju walk in - closet.

Namun, saat ia hendak membuka lemari pakaian, ekor matanya tak sengaja melihat sebuah bingkai foto yang ada di atas meja rak jam tangan.

Ya, itu foto dirinya dan Aya; gadis yang selama ini masih tersimpan di dalam hatinya.

Mingyu mengurungkan niatnya untuk mengambil pakaian formal dan beralih ke foto tersebut. Ia menyentuh bingkai tersebut dan tersenyum miris.

"Maafkan aku..."

"Aku terlalu pengecut untuk mengakui kalau aku sangat mencintaimu Aya," ucap Mingyu lirih.

Pemuda itu menghela napas panjang. "Seharusnya aku bisa lebih tegas dan tidak membiarkan Yuri dengan seenaknya menyakitimu," lanjutnya, lagi.

Mingyu telah terikat dengan perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya dengan keluarga Yuri. Bagaimana bisa ia menolak? Sedang sang Ayah sampai mendapat serangan jantung saat ia tengah protes tentang semua ini.

Menurutnya, keluarga lebih penting daripada perasaannya. Walau yang terlihat adalah ketidakadilan yang pemuda itu dapatkan. Ia harus berpura - pura menyukai gadis lain dan menyakiti Aya secara tidak langsung, sebagai gantinya.

Perjodohan bisnis; itulah yang membuatnya harus mengakhiri hubungannya dengan Aya. Mingyu tengah menjalani hari - harinya dengan topeng yang ia perankan untuk membuat orang tuanya bahagia.

"Kuharap kau bisa menemukan pria yang lebih baik dariku..."

Ia menembuskan napas panjang dan meyakinkan hatinya, bahwa keputusan yang ia ambil adalah untuk kebaikan Aya juga. Ia pun kembali untuk mengambil kemeja formal yang ada di almari pakaian.

Beberapa menit kemudian, Mingyu telah mengganti pakaiannya dengan kemeja warna cokelat susu dan celana bahan hitam, dipadukan dengan sepatu kulit senada.

Setelah sekiranya penampilannya sudah rapi, ia langsung menuju mobil dan melajukannya ke kawasan Gangnam —La Bosseade.

"Memang apa yang kau bicarakan pada Jaehyun, eoh?" tanya Johnny setelah memberikan plester terakhir pada Mingyu.

Pemuda itu hanya menggedikkan bahunya. "Kurasa timing-nya tidak tepat tadi. Aku hanya mengutarakan permintaan maafku tapi dia malah salah paham dan berakhir dengan menghajarku," sahutnya.

Johnny mengernyitkan keningnya. "Maksudmu?"

"Ya, tadi aku minta maaf padanya tentang waktu itu. Juga, bercerita kalau sebentar lagi aku akan bertunangan dengan gadis pilihan orang tuaku," sahut Mingyu lalu menghela napas pelan.

Johnny mengangguk mengerti. Ya, ia sudah tidak kaget lagi dengan kenyataan itu. Ia sudah mengetahui kalau sahabatnya itu terikat dengan perjodohan bisnis keluarganya.

"Lantas apa yang membuat Jaehyun sampai menghajarmu?" tanya Johnny, lagi.

Mingyu memijat keningnya pelan. "Kau belum tahu 'kan siapa yang akan dijodohkan padaku?"

"Seorang wanita 'kan? Hey, tidak mungkin nenek - nenek," jawabnya bergurau.

"Ck, aku serius. Wanita itu, yang menjadi masa lalunya Jaehyun." Mingyu memejamkan matanya dan menghela napas panjang.

Sedang, Johnny diam beberapa detik. "Hah? Maksudmu, kau akan dijodohkan dengan Hwang Yuri?" pekiknya tertahan.

Mingyu mengerjapkan matanya. "Siapa lagi mantan Jaehyun yang licik selain dia? Aku lelah memperingati kedua orang tuaku. Mereka sudah gelap mata akan harta."

"Wow dunia begitu luas, tapi mengapa wanita itu seakan menggenggam kalian berdua sekaligus?" Johnny menggeleng - gelengkan kepalanya karena tak percaya akan takdir yang mengikat sahabat - sahabatnya itu.

Pemuda berkulit tan itu menyesap air mineral yang ada di hadapannya. "Kau harus menjelaskan pada Jaehyun, harusnya dia bersyukur karena lepas dari jeratan wanita tak baik itu."

"Kau benar... baiklah nanti akan kujelaskan padanya. Kurasa tindakan dia tadi hanya refleks dari hatinya yang masih terluka."

Mingyu mengangguk pelan. "Baiklah, kalau begitu aku pulang. Percuma di sini, sang pemilik acaranya sudah pergi."

"Masih ada aku, ayolah sebentar saja. Jangan seperti Jaehyun yang sangat kaku."

"Tidak, terima kasih," sahut Mingyu dan beranjak dari duduknya.

Johnny menggerutu tak jelas. "Gyu!"

"See you!" serunya sambil mengangkat satu tangannya tanpa menoleh.

Sedang di sisi lain.

"Omo!" pekik Aya.

Beruntung ia tak terjatuh karena pergelangan tangannya digenggam oleh seseorang yang tak sengaja ia tubruk.

"Ah, maaf aku tidak sengaja," ucap Aya dan mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa orang itu.

"KAU?!"

Ucap keduanya bersamaan.

Baru beberapa menit lalu, Jaehyun tak sengaja bertubrukan dengan Aya. Entah ini takdir baik atau tidak. Setidaknya pemuda pemilik lesung pipi itu tak merasa sendirian saat ini.

"Bagaimana kakimu? Masih sakit atau tidak?" tanya Jaehyun sedikit khawatir. Mereka berdua sedang berada di kedai tak jauh dari parkiran.

Aya menggelengkan kepalanya. Tadi, saat hampir terjatuh tidak sengaja kakinya terkilir. "Tidak apa. Ah, aku harus kembali ke restaurant and bar La Bosseade. Pasti temanku sudah menunggu."

"Kau?" Jaehyun mengernyitkan dahinya.

Gadis itu mengangguk. "Heum, aku diajak oleh temanku yang bekerja di sana. Kau pasti mengenalnya. Lee Jeno, namanya Jeno," ucapnya sambil tersenyum sumringah saat menyebutkan nama sahabatnya itu.

"Ah, chef Jeno? Baiklah, ayo kuantar ke sana," sahut Jaehyun.

"Tidak... tidak perlu merepotkan. Aku bisa sendiri. Kau sepertinya sedang terburu - buru tadi, silahkan lanjutkan aktifitasmu."

"Sudah tidak apa, kau akan tahu nanti," jawab Jaehyun. Terkesan memaksa bagi Aya, tapi apa salahnya pergi bersama ke acara tersebut. Toh, mereka berdua bukan hanya sekali bertemu.

Aya akhirnya menyetujui ajakan Jaehyun. "Baiklah... terima kasih dan maaf merepotkan karena kakiku sempat terkilir sedikit tadi."

"Santai saja." Mereka berdua beranjak dari kedai tersebut dan melangkahkan kaki menuju retaurant and bar La Bosseade.

Di sepanjang perjalanan, Aya dan Jaehyun mengobrol seputar makanan dan bagaimana bisa gadis itu mengenal Jeno.

"Terima kasih telah membuatku merasa lebih baik. Ah, maksudku berkat makanan pembuka yang kau masak," ucap Aya, mengingat suasana hatinya menjadi lebih baik sejak saat itu.

Jaehyun menoleh dan tersenyum. "Ternyata kau bisa mengucapkan kata terima kasih juga? Bagaimana? Masakanku membuatmu jatuh hati 'kan?"

"Ck, baru saja dipuji sudah merasa hebat. Ya, ya... kuakui masakanmu sangat enak. Tapi..." Aya berhenti berjalan dan otomatis membuat Jaehyun mengikutinya.

Pemuda itu mengernyit. "Ada apa?"

"Hanya saja, aku tidak bisa merasakan asin. Sejak kecil, indera pengecapku bermasalah. Padahal aku sangat menyukai rasa manis dan gurih," jawab Aya.

Pantas saja, waktu itu dia bilang tidak ada rasanya. Padahal garam yang terkandung cukup banyak dalam makanan itu. Batin Jaehyun.

Kemeja hitam lengan panjang, yang Jaehyun gulung setengah hingga menunjukkan otot - otot lengannya. Juga, surai hitam yang ia biarkan mengurai ke belakang. Menambah ketampanannya, jika disatukan saat ia sedang berpikir sesuatu sekarang.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Aya bingung.

Jaehyun mengerjap. "Ah, tidak. Tenang saja, suatu hari nanti kau akan bisa merasakan rasa asin dan fungsi indera pengecapmu akan sempurna."

"Semoga," jawab Aya singkat dan tersenyum.

Jaehyun menyunggingkan senyumnya, untuk pertama kalinya sejak beberapa tahun lalu sebelum ia kembali ke Korea.

Tanpa mereka berdua sadari, ada Jeno yang sedang memerhatikan dari kejauhan.

Biasanya, Jeno akan biasa saja saat Aya berdekatan dengan laki - laki lain. Tapi, entah kenapa saat ini ia merasakan ada yang berbeda.

Ya, Jeno tidak suka saat ada laki - laki lain mendekati Aya, yang lebih tampan bahkan berbakat darinya. Tidak, tidak. Bukan seperti itu...

Hanya saja, bagi Jeno... sekarang ia melihat Aya bukan sebagai sahabatnya lagi tapi wanita. Entah sejak kapan.

"Kau tidak bisa berpaling dariku," gumam Jeno pelan. "Tapi... kalau kau bahagia, aku ikut bahagia," lanjutnya.

Jeno pun meninggalkan tempat tersebut dan kembali masuk ke dalam restoran La Bosseade.

"Ayo, kau akan menjadi tamu istimewa di acara tersebut," ucap Jaehyun membuat Aya mengerutkan dahinya karena bingung.


Load failed, please RETRY

Estado de energía semanal

Rank -- Ranking de Poder
Stone -- Piedra de Poder

Desbloqueo caps por lotes

Tabla de contenidos

Opciones de visualización

Fondo

Fuente

Tamaño

Gestión de comentarios de capítulos

Escribe una reseña Estado de lectura: C6
No se puede publicar. Por favor, inténtelo de nuevo
  • Calidad de escritura
  • Estabilidad de las actualizaciones
  • Desarrollo de la Historia
  • Diseño de Personajes
  • Antecedentes del mundo

La puntuación total 0.0

¡Reseña publicada con éxito! Leer más reseñas
Votar con Piedra de Poder
Rank NO.-- Clasificación PS
Stone -- Piedra de Poder
Denunciar contenido inapropiado
sugerencia de error

Reportar abuso

Comentarios de párrafo

Iniciar sesión